Sabtu, 17 Mei 2014

Wherever You Will Go

...Wherever You Will Go...

So lately, I’ve been wonderin
Who will be there to take my place
When I’m gone, you’ll need love
To light the shadows on your face.

Dia lagi nyanyi. Iya beneran dia lagi nyanyi, dan nyanyi lagi. Ini sudah keberapa kalinya aku dapati dia sedang duduk dengan kepalanya ia tengadahkan keatas, terus matanya ditutup dan mulutnya komat kamit nyanyiin apa yang dia dengar dibalik earphonenya. Karakteristik suaranya sama suaraku itu sebelas-dua belas kalau orang-orang bilang mah. Jadi pas dengar dia nyanyi berasa dengar suara sendiri.

Dia duduk dibangku taman tempat kita biasa menghabiskan waktu sepulang sekolah. Saat weekend lagi gak ngasih kerjaan ke kita. Cuma untuk sekedar duduk manis, saling menyandarkan kepala terus nge galau gila. Liatin langit yang ditemani awan-awan putih mengapung ria. Atau, saling bercanda. Dengan gak jelas bahan candaannya. Tapi, anehnya kita ketawa aja. Puas malah ketawanya.

Ini kali ya yang disebut sahabat. Aku atau dia gak perlu jadi komedian untuk bisa menciptakan suara tawa. Gak perlu jadi motivator untuk menenangkan keadaan tidak mengenakan yang sedang dirasa, dengan ucapan magis yang bisa menepis gundah gulana gelisah dalam resah. Karena hanya dengan menemani, diam sejenak ditemani alunan musik, lalu cerita apa adanya dengan tanggapan apa adanya juga. Bisa kembali mengenakan hati tanpa perlu kata bijak yang emang sih, kalau para motivator itu bicara. Apa yang di ucapkannya benar dan ngena. Tapi apalah arti ucapan dari sang motivator kalau di kehidupan nyatanya tidak pernah di praktekan.

Lagu apa yang sedang dinyanyikannya?
Terus kenapa juga dia jadi suka nyanyi-nyanyi? Terus lagi, kenapa jadi dia yang suka lebih dulu sampai di taman, lalu duduk terus nyanyi deh!? Dan pas kebetulan dengar suara dia mengalun bebas beterbangan di sekitar taman. Lirik lagunya pasti sama.

Padahal kan, yang biasanya suka nyanyi-nyanyi itu aku. Yang suka datang lebih dulu ke taman terus duduk dibangku nungguin dia datang itu juga aku. Tapi lagu yang aku nyanyikan kayaknya gak pernah ada yang seperti dia nyanyikan sekarang. Lagunya kayak bikin dia Galau berat!

If a great wave shall fall
and fall upon us all
Then between the sand and stone
Could you make it on your own

Suaranya masih dia alunkan bebas tanpa menyadari keberadaanku yang sudah ada disebelahnya, yang sedang memandangnya bebas sebebas suaranya bernyanyi. Aku diam sejenak memperhatikan wajahnya yang sedang memejam sambil terus bernyanyi lagu berbahasa inggris yang entah apa artinya. Karena aku tidak bisa menangkap artikulasi suaranya begitu jelas. Dan emm.. kalaupun aku bisa menangkap jelas setiap ejaan yang dia alunkan. Bukan tidak mungkin untukku agak memeras otak mengartikan deretan syair lagunya. Maklum. Bahasa inggrisku masih berantakan. Hehe...

Tanpa lagi aku melihat wajahnya. Aku ikut mengambil posisi seperti yang sedang dia posisikan. Menyandarkan kepala bagian belakangku kebangku, hingga kepalaku menengadah. Lalu kupejamkan kedua mataku.
Mendengarkan suaranya bernyanyi.

If I could, then I would
I’ll go wherever you will go
Way up high or down low 
I’ll go wherever you will go

Aku yang sedari tadi jadi diam mendengarkan nyanyiannya. Malah keenakan. Hingga tanpa aku rasa, mulutku jadi ikut menggumam, mengikuti suara jelasnya dengan hanya 'hem.. hemm.. hemm..' dariku membuntuti, ikut nada.
Dibagian yang sedang dinyanyikannya, dibait yang ini. Yang bisa ku tebak. Dia pasti sedang menyanyikan bagian chorusnya. Karena sudah 2 kali nada ini aku dengar darinya.

"Shania?" Suaranya mengeja namaku, seketika membuatku membuka kedua mata yang tadi sedang kupejamkan.

"Dari kapan kamu disini?" Lanjutnya dengan kedua mata sedang dia tatapkan padaku.

Sebelum kujawab pertanyaan dari wajah herannya, aku memberikannya sengiran lebih dulu. "Heee.."

"Kamu udah lama duduk disini?"

Kembali dia bertanya berapa lama aku ada disebelahnya. Padahal pertanyaan awal saja belum aku jawab, meskipun masih sama tentang berapa lama.

"Hmm.. yaa.. cukup lama lah. Cukup lama buat dengerin lagu yang lagi kamu nyanyikan." Jawabku sudah saling terikat pandangan.

"Kamu nyanyiin lagu apa sih, Beb?" Giliranku bertanya dengan memanggil nama depannya.

Geli sih sebenarnya kalau harus manggil dia hanya dengan 3 kata dari 4 kata yang jadi namanya. Secara aku cewek, dia cewek. Kita berdua cewek. Tapi aku manggil dia 'Beb' udah kayak manggil 'Beb' yang itu. Etapi. Karena udah biasa, dengan kebiasaan yang tercipta sendiri. Aku jadi gak geli lagi manggil dia Beb. Lagian kalau mau manggil dia 3 kata 'Beb' atau lengkap 4 kata 'Beby' jatuhnya jadi sama aja. Kayak manggil 'Beby' yang itu (gak perlu dijelasin kan ya? Beby yang itunya).

"Itu lagunya The Calling. Wherever you will go!" Beby memalingkan kembali wajahnya kedepan setelah menjawab pertanyaanku.

Aku mengerutkan alis mataku bukan karena mendengar jawaban penyanyi sama judul lagu yang tadi ia nyanyikan. Tapi karena.. wajahnya. Wajah Beby kok sekilas agak mendung ku lihat. Ah mungkin itu hanya perasaanku saja. Atau mungkin atmosfir dari lagunya yang agak bikin galau. Dari sekidit yang bisa aku terjemahkan saat mendengar potongan lagu itu.

"Ohh.. boleh aku ikut dengerin gak?"
Pintaku langsung mendapat reaksi dari Beby. Dia mencabut earphone sebelah kanan lalu memberikannya padaku.

Aku bisa mendengarkan semuanya. Dari awal-tengah-awal lagi-tengah lagi- hingga akhir lagu.

So lately, been wondering
Who will be there to take my place
WhenI'm gone you'll need love
To light the shadows on your face

If a great wave shall fall
and fall upon us all
Then between the sand and stone
Could you make it on your own

If I could, then I would
I'd go wherever you will go
Way up high or down low
I'll go wherever you will go

And maybe, I'll find out Away
to make it back someday
To watch you, to guide you
Through the darkest of your days

If a great wave shall fall and fall upon us all
Then I hope there's someone out there
Who can bring me back to you

If I could, then I would
I'll go wherever you will go
Way up high or down low
I'll go wherever you will go

Run away with my heart
Run away with my hope
Run away with my love

I know now, just quite how My life and love might still go on In your heart, in your mind I'll stay with you for all of time.

If I could, then I would
I'll go wherever you will go
Way up high or down low
I'll go wherever you will go

If I could turn back time
I'll go wherever you will go
If I could make you mine
I'll go wherever you will go
I'll go wherever you will go

****

"Shanju?"

"Yes!"

"Nanti malam mau gak ikut sama aku?"

Keningku mengkerut heran, "Kemana? Tumben ngajak keluar malam!"

"Adadehh.. pokoknya nanti malam bisa ya ikut?"

"Tergantung."

"Tergantung?" Giliran wajahnya yang mengerung, mendengar satu kata dari mulutku.

"Iya tergantung promosi kamu ke aku, buat biar aku bisa ikut sama kamu. Kan yang jualan aja jadi laku karena promosinya bagus." Jayusku memberi pernyataan.

"Ck!" Kulihat matanya mendelik "Kalau gak mau juga gak apa-apa!!" Diikuti jawaban singkat tanpa sahutan pada ke-jayusanku.

"Ish. Sensi banget sih, Beby. Kayak teteh-teteh yang lagi pms!"
Kembali aku menyahutnya dengan kejayusan. Dan kembali juga Beby tidak merespon balik. Dia hanya diam lalu menyumpalkan earphonenya lagi. Dan menjemurku di sampingnya.

"Elahhh.. masa gitu aja marah. Iya, iya.. nanti malam aku ikut kamu deh. Aku temenin deh kamu mau kemanapun." Dengan sebelumnya kutarik earphone sebelah kirinya. Aku kembali bicara menyanggupi permintaannya.

Menit berikutnya. Kita malah jadi saling diam dalam sumpalan earphone sebelah-sebelah kayak waktu kemarin. Dan tahu lagu yang berputar di playlistnya Beby itu apa? Lagu yang sama seperti kemarin. I will go you wherever go.. apalah. Karena bukan musik dan nyanyiannya yang menarik perhatianku. Tapi wajahnya Beby. Ini sudah yang kedua kalinya aku lihat wajah Beby agak mendung dengan iringan lagunya the.. the.. apa ya kemarin itu. Ya pokoknya itulah. Padahal cuacanya cerah benderang tanpa ada siratan akan adanya badai atau tsunaomi.

--
Tak perlu menunggu lama menanti siang ke sore berlanjut senja lalu jadi malam. Karena waktu saat ini berlalu terasa sangat amat cepat, bahkan rasanya lebih cepat dari hari dikalender.

Beby datang kerumahku mengendari sebuah skuter matic warna hitam berstrip merah. Dengan jaket biru dongker sebagai penghangat yang menyembunyikan shirt warna merah muda yang terlihat sedikit dibagian atas yang tidak Beby resletingkan jaketnya hingga full restletting. Dia matchingkan dengan tight jeans warna navy agak dongker. Lalu bawahnya flat shoes warna abu.

"Pakaian kamu gak salah, Beb? Casual banget. Inikan malam!" Heranku setelah bisa kulihat dari atas hingga bawah apa yang Beby kenakan.

Sementara pakaian yang aku kenakan? Sebuah piyama motif bunga-bunga kecil warnanya merah muda, lebih muda dari shirt dalamnya Beby. Dengan bawahannya selutut terus dibalut sweeter panjang warna salem, mengimbangi warna motif bunga yang bertaburan di piyamaku.

Kenapa aku pakai piyama? Ya karena tadinya aku pikir paling Beby minta ditemenin kemana sih malam-malam gini. Mana waktu malamnya udah cukup malam. Dan juga.. aku tahu pasti tidak mungkin Beby mengajakku pergi ketempat ramai. Karena dia tidak suka tempat ramai yang banyak orang.

"Aku ganti baju dulu bentar deh. Gak enak liatnya. Masa kamu gitu aku gini?" Ku gerakan tanganku dalam iringan ucapan.

"Gak usah. Gitu juga gak apa-apa. Udah yuk pergi!"

Tangan Beby menarik tanganku. Dan mau tak mau, tubuhku kegeser dari tempat semula. Mendekat ke motornya Beby. Hingga akhirnya aku naiki motor yang disetiri si Beby. Sahabatku yang sedang menunjukan keanehan tanpa awal beberapa hari ini.

"Kita mau kemana si Beb? Inikan.. udah malam" Saat aku sudah duduk dibagian belakang motornya. Aku bertanya sambil melihat jam yang kuikatkan ditangan kiriku.

"Nanti juga tahu. Udah siapkan? Pegangan ya!" Katanya tak memberi jawaban pasti.

Selama perjalanan menuju tempat yang Beby inginkan. Aku hanya bisa diam dalam bisu. Menikmati suguhan langit gelap yang biasanya ku lihat saat terang benderang bersama orang yang sedang menyetir motor yang sedang kududuki ini. Yang juga menjadi pencetus keluar malam entah untuk kemana.

Sepertinya 48 menit-tan motor yang Beby kendarai sampai ditempat yang dia inginkan. Aku yang dari tadi diam, sekarang celingukan melihat tempat itu.

"Stasiun kereta api?" Kataku dengan mengerung sambil melihat kondisi sekitar.

"Beb. Beb.. suasananya kok horor gini sih? Lagian, kamu mau ngapain coba malam-malam gini ke stasiun kereta api?" Tangan kananku mengusap tangan atas kiriku yang tidak kedinginan. Cuma sebuah gesture takut aja.

Beby masih membenahi posisi skutiknya. Hingga dia sudah mengunci leher dan menutup rapat lubang kunci skutik merah-hitam itu.

Dia menggenggam tangan kiriku dan menarikku untuk ikut jalan dengannya. Tanpa banyak A, K, B, J, K, T, S, K, E. Menanggapi rasa merindingku.
Hingga beberapa langkah sudah aku ambil berjalan bareng bersebelahan dengannya. Sampailah kita didepan peron tempat biasa para penumpang menunggu keretanya datang.

Dia melepas genggamannya, berjalan sendiri menikmati setiap aduan flat shoes-nya dengan lantai peron. Beberapa langkah ia ambil. Aku masih diam ditempat melihat apa yang akan dia lakukan dan kemana dia berjalan.

Hanya beberapa langkah jaraknya denganku kini. Ia lalu duduk dilantai peron yang menjorok kebawah. Kaki lenjangnya ia biarkan menggantung diatas teras peron, dan kedua tangannya ia simpan dikedua samping tubuhnya, terus melihat-lihat keatas.

Aku berjalan untuk menghampirinya, setelah sampai ku langsung duduk disebelahnya.

"Enak kan jalan dimalam hari kayak gini?" Setelah dari depan tadi Beby diam. Dia bersuara juga.

"Not bad. Beda dari biasanya yang suka kita lakuin, kan?" Jawabku.

Karena kita memang biasanya main disiang hari dengan tempat singgahnya taman berbangku putih diatas bukit yang tidak terlalu tinggi.

"Ehm" Dengan anggukan Beby meng iyakan pernyataanku.

"Lihat deh keatas, biasanya yang kita lihat pasti langit biru cerah dengan garisan atau nggak, gumpalan awan putih. Dan sekarang... langit gelap yang kita lihat. Tapi tetap indah karena ditemani banyaknya bintang."

Suaranya terdengar antusias. Apalagi saat mengatakan itu wajahnya terlihat tenang. Belum lagi ada sunggingan senyum lebar kini menghiasi wajah Beby. Dia sepertinya sangat senang berada ditempat ini sekarang.

"Ya. Tapi tetap aja masih agak asing dengan pemandangannya. Kita kan gak biasa keluyuran malam!" Tanggapku dilihat oleh Beby.

"Maka kamu harus membiasakannya. Karena setiap masa dalam apapun pasti akan berubah-ubah. Yang biasa gak akan selalu biasa, kan?!" Balasnya dengan kali ini dia meloncat kebawah dari teras yang jadi tempat duduk.

"Beby! Kamu mau ngapain?" Tanyaku setelah mengangkat wajah kaget. Melihat tingkah Beby yang meloncat dari teras dan kini berdiri di sisi bantalan rel kereta.

Apa yang dia lakukan berikutnya membuatku agak ngeri. Dia jalan santai disisi bantalan rel serasa berjalan menyisiri pantai. Direntangkannya kedua tangan membuat keseimbangan, lalu ia berjalan.. terus jalan... dan jalan terus perlahan.

"Beby kamu ngapain sih? Naik lagi sini? Nanti ada kereta lewat bisa ikutan lewat entar!"
Ajakku cemas melihat Beby yang masih jalan menjauh dari tempat duduk semula.

Dianya cuek bebek tidak menggubris kecemasanku. Asik merentangkan tangan dan berjalan pelan hingga dilangkah berikutnya dia berhenti jalan dan membalikan badannya lalu tersenyum begitu lebar. Tiba-tiba ada rasa senyap menelusup relung hati (ceilehh bahasanya) saat melihat senyum diwajah Beby. Dia terlihat senang, bahagia. Ya itulah yang terlihat. Tapi,.. rasanya kok malah jadi aneh melihat dia kayak gitu.

"Ini udah hampir larut. Kereta udah gak bakal ada yang lewat." Setengah berteriak ia sedang menggubris ajakanku tadi.

Dan saat ini langkah-langkah cantik dibantalan rel kereta apinya sedang membawa dia kembali mendekat kearahku. Ketempat semula.

"Ayo turun? ini asik lohh!!"

Gila! Ajakan gila macam apa yang sedang Beby tawarkan? Dia bilang dengan enteng dalam wajah senangnya jalan-jalan merentangkan tangan diatas sisi bantalan rel kereta api asik!

Asik wajahmu. Itu sih namanya menantang maut.

Yaa tahu sih apa yang tadi Beby bilang udah gak bakal ada kereta yang lewat karena memang waktu sudah mendekati larut, benar. Tapi kan. Gimana kalau tiba-tiba ada kereta darurat meski cuma lokomotifnya aja yang melintas? Terus tiba-tiba juga telinga kita ditutupi sama hantu tuli kayak dimitos-mitos urban legend, jadi kita gak bisa denger horn-nya kereta? Terus kita diseruduk gitu aja?! Waduh! Gak mau- Gak mau-- aku kan masih mau hidup!!

"Jangan mikir yang enggak-enggak deh. Ayo turun. Gak akan kenapa-kenapa kok!" Laganya bak paranormal.

Beby seperti bisa menebak apa yang ada dalam pikiranku. Dia menjulurkan tangan kanannya untuk kusambut, agar aku turun dari teras dan menemaninya jalan di atas sisi bantalan rel.
"Ayok ahh turun. Nanti nyesel loh kalau gak turun!"

Entahlah apa maksud ucapannya. Tapi Beby berhasil membuatku turun dari teras.

Dan sekarang. Terimakasih malam. Aku sama Beby sudah berdiri tegap dikedua sisi bantalan rel. Giilaa! Dengan wajah cemas aku menggerak-gerakan kepalaku takut kalau-kalau apa yang tadi aku pikirkan jadi nyata. Secara apa yang kita pikirkan itukan kayak sugesti yang bisa jadi nyata gitu.

"Rilex, Shanju. Gak akan ada kereta yang lewat kok. Percaya deh!" Katanya ringan dengan wajah penuh senyumnya Beby arahkan padaku.

"Tetep aja dodol, kita harus waspada!" Sahutku agak kesal.

"Dodol mana bisa waspada. Dasar Wajit!"

Hei.. hei.. Beby membalas sahutanku dengan rada bercanda garing. Padahal beberapa hari kebelakang ini wajahnya selalu mendung, suaranya tak mendukung. Ahh gak enak deh.

"Sebelum aku ajak kamu kesini aku udah survei dulu tempatnya. Dijamin aman lah!"

Lanjutannya membuatku mau membuka hati dan menerima kalau tempat yang kini kupijaki bukan tempat untukku bunuh diri.

"Beneran ya?" Memasang tampang serius, tanyaku juga serius.

"Iya beneran!"

Cukup merayuku dengan keberhasilan mendaratkan kedua kakiku diatas bantalan rel ini. Beby belum bergerak jalan seperti sebelumnya. Dia malah terlihat mengeluarkan hp dari saku jaket, dan membuka jaketnya.
Dia simpan jaket itu dipunggung nya.

Lalu mengotak-atik hp..., suara gitar akustik yang sudah pernah aku dengar mengalun perlahan dari speaker hp yang dia pegang ditangan kanannya, mengawali sebuah lagu yang juga sudah pernah aku dengar. Dan lagu itu adalah... lagu yang beberapa hari ini serasa jadi lagu kebangsaan buat Beby. Lagu yang menyiratkan adanya kepergian apalah dalam liriknya.

"Kamu kok akhir-akhir ini seneng banget play ni lagu?" Tanyaku disela langkah yang sudah kita awali saat vocalis the calling mengumandang (ingat juga sama nama band nya. Haha.)

Beby menghentikan komatan mulutnya melantun lagu, "Karena ini harapan!" Lalu memberikan jawaban yang membuatku sama sekali tidak mengerti.

"Run away with my heart.. If I could turn back time I'll go wherever you will go..."

Volume dari speaker hpnya Beby mengalun lantang. Seolah si pemilik hp itu mengeset dengan suara kencang di gelap gulitanya malam. Hingga Beby ikut menggumamkan lagu itu, dengan kedua tangan ia rentangkan dan berjalan bebas hambatandi sisi bantalan.

Malam ini Beby terlihat seperti anak kecil gemesin. Dia masih saja bolak-balik jalan diatas bantalan rel dengan suaranya ia gunakan menyanyi mengikuti suara dari hpnya. Sampai kalau aku tidak salah hitung, lagu yang sama itu sudah main sebanyak 8 kali dan Beby nya oke aja ikut nyanyi-nyanyi penuh penghayatan.

--
"Makasih ya. Udah mau nemenin aku yang lagi gesrek." Katanya setelah melihat ku sudah turun dari motornya.

"Kamu aneh. Tapi, malam ini menyenangkan. Haha."

"Tenang. Aku gak bakal aneh-aneh lagi kok. Hehe"

Wajah Beby kok aneh lagi sih. Dia tersenyum tapi senyumnya.. kayak menyembunyikan sesuatu.

"Berarti besok bakal normal dong?" Candaku meredam kecurigaan hati.

"Tiap hari juga aku normal kali. Cuma yaa.. beberapa hari gesrek gak apalayahh."
Lebarnya senyum itu Beby perlihatkan.
"Udahan ahh. Udah LTM. Entar satpam komplek kamu yang lagi patroli terus lihat kita kayak gini, disangka mau ngapa-ngapain."

"LTM apaan, Beb?" Masih bisa aku meyahut ucapan Beby.

"Lewat Tengah Malam. Dan tahu apa? LTM itu waktunya 'mereka' yang kerja. Keluar rumah buat gagalin peserta uji nyali. Huahahaaa!" Dengan menggerakan telunjuk dan jari tengahnya membuat kutip di ucapan mereka.
Dia menggodaku yang memang agak penakut.

"Paansih. Jayus!"

"Kayak kamu gak jayus aja. Udah jangan manyun, masuk gihh. Entar ada yang buntutin lohh. Hihihiii.." Tawanya terkikih jahil. Membuat bulukuduku merinding.

"Beby ish! Pamali tahu!!" Dengan delikan aku menegur Beby.

"Iya.. iya.. canda. Udah sekarang masuk. Gak bakal nge becandain lagi deh." Kembali Beby menyuruhku untuk masuk.

Sebenarnya aku tidak mau masuk sementara Beby yang jalan pulangnya masih cukup jauh dari komplek rumahku harus pulang sendirian.

"Kamu nginep aja disini, Beb. Daripada pulang." Ajakku.

"Kenapa? Takut tidur sendiri? Takut ke kamar mandi sendirian? Haha!" Dia malah meledek kecemasanku.

"Emm.. aku tuh gak mau kamu pulang sendirian tengah malam gini. Kalau ada apa-apa dan kamu kenapa-kenapa. Tapi amit-amit. Entar aku yang jadi tersangka. Soalnya kan yang terakhir sama kamu itu aku!" Jelasku berpanjang lebar.

"Naon sih? Lebay! Udah sana masuk. Aku bakalan aman kok. Kalo aku nginep, yang ada malah ribet. Kan besok masih harus bangun pagi buat sekolah! Bajunya gimana? Sepatunya? Tasnya? Buku-buku pelajarannya?"
Tak kalah panjang dari ucapanku, Beby pun memberikan penolakan halusnya dengan gimik wajah bercanda.

"Yaudahdeh.. aku masuk. Kamu pergi sana!" Semua jemari kananku aku gerakkan menyuruh Beby pergi.

"Kamu aja masuk dulu sana!" Dia belum menstarter maticnya.

"Iya aku masuk. Tapi nanti kalau kamu udah pergi!" Entahlah kenapa. Tapi hatiku terasa agak sulit untuk masuk kerumah tanpa melihat Beby pergi.

"Iya aku pergi. Tapi nanti kalau kamu udah masuk!" Balasnya menggunakan dialek dan kalimat yang mirip.

Apa Beby merasakan hal yang sama. Apa yang aku rasakan? Seperti tidak ingin dia melihatku pergi terus dia ikut pergi tapi kali ini rasa perginya aneh. Kayak ini malam terakhir bakal bisa saling ketemuan gitu.

Kalau terus tarik-menarik menyuruh pergi. Tidak akan beres sampai tengah malam berubah pelan jadi pagi buta. Akhirnya aku yang mengalah. Aku masuk lebih dulu kedalam rumah. Sayup-sayup kudengar suara deru skutik menyala dan... aku menengokan sejenak wajahku. Hanya punggung berlapiskan jaket yang terlihat. Beby pulang. Terus perasaan yang bikin helasan di dada terasa lagi. Ini beneran kayak malam ini tuh malam terakhir aku bisa melihat Beby.

Aku memaku sejenak ditempatku. Melamunkan apa yang sudah aku sama Beby lakukan malam ini. Kenapa rasanya aneh ya? Hmm..

****

Cuaca cerah gumpalan awan yang seperti bulu biri-biri, berarak pelan namun pasti. Saling bergeser menjauh dan ada juga yang jadi saling menyatu. Diatas langit siang ini.

Setelah aku pulang sekolah tanpa mengganti seragamku, aku langsung ketaman. Ini sudah hari ke 4 sejak hari dimana aku sama Beby main ke stasiun kereta api malam-malam. Dia tidak ada ditaman ini. Dia tidak sedang duduk dibangku putih. Yang terakhir kulihat darinya saat ditaman, dia bernyanyi sambil menengadah.

Apa yang pikiran liarku lintaskan waktu itu, seperti jadi kenyataan. Malam itu malam terakhir aku bisa bertemu Beby. Siangnya nyanyi bareng di taman. Malamnya lihat dia bahagia di atas bantalan rel. Menyedihkan!

Kemana dia? Aku hanya bisa diam mengerung menjawab tanyaku sendiri. Setelah usaha yang aku lakukan untuk mencari dimana Beby berada. Tidak membuahkan hasil. Selama 4 hari ini!

Datang ketaman, hasilnya seperti saat ini. Dia tidak ada, tidak terlihat dibangku taman.

Telpon dariku hanya menghasilkan dering entah diujung mana tapi tidak dipecahkan.

Chat yang kutulis tak ada tanda centang, read, atau apalah penanda kalau Beby baca pesan-pesan singkatku yang menanyakan keberadaannya. Yang sedang mencemaskannya.

Datang kerumahnya. Orang yang bisa kutemui dirumah itu selalu bilang 'Teh Beby belum pulang' aku tanya kemana?, dia hanya jawab 'Tidak tahu'. Setelah itu? Tidak ada lagi pertanyaan, karena aku yakin hasilnya akan tidak memuaskan. Dengan jawaban yang sama. Karena yang menjawab tanyaku adalah seseorang yang membantu merapikan segala sesuatu yang ada didalam rumahnya Beby.

Setelah tanya berjawab singkat tanpa penjelasan. Dia menawariku untuk menunggu pulangnya Beby. Aku pikir.. ya daripada se-empat-puluh-delapan tanya dalam benakku tak bisa dapat jawaban memuaskan. Aku ikuti saja sarannya untuk menunggu. Dan tahu apa hasilnya? Beby tidak muncul! Dia tidak pulang juga. Padahal aku sudah menunggu selama berjam-jam hingga senja yang tak sempat kulihat berganti malam.

Setelah itu.. aku pamitan pada orang di rumah Beby. Tapi aku tidak langsung pulang. Otakku yang sedang mencari dimana Beby menyuruhku untuk mendatangi stasiun kereta api. Siapa tahu tu anak ada disana.

Sampai di stasiun.. yang aku lihat sejauh kedua mata sipitku memandang. Hanya rentangan bantalan rel dengan ujung sana terlihat gelap. Kalau ada yang melihat, siapapun itu pasti akan mengira aku tu cewek frustasi siap jalan merentangkan badan ditengah bantalan baja rel. Secara.. wajahku terlihat kusut kusam begitu suram tak enak dilihat. Terus aku sudah 4 kali dalam 4 hari berturut-turut saat jam sudah ada di angka 8 lebih. Menyambangi stasiun, berdiri diatas bantalan rel berharap ada Beby didepan sana yang sedang ku cari. Tapi saat mendapati kenyataan tak seindah angan. Kedua mataku tiba-tiba aja mengucurkan air mata.

Beby berhasil bikin aku kelimpungan nyari dimana sosoknya. Tahu gak apa yang aku rasain? Aku tu kayak orang bego yang gak tahu kemana sama dimana sekarang orang yang selalu aku panggil sahabat itu kini berada. Dia menghilang seperti ditelan semesta. Tak ada jejak kayak tenggelam di segitiga bermuda.

Makasih Beby.. udah bikin hari menyenangkan dalam hidupku berubah drastis jadi tidak menyenangkan! Suasana hatiku berhasil dibikin kayak cuaca yang lagi ekstrem yang bisa tiba-tiba hujan terus tiba-tiba panas, oleh Beby.

****

Hari ke 8. Aku duduk termenung sendiri diatas bangku putih yang biasa kita duduki. Dalam termenung yang jadi lamunan bebas. Pikiranku jadi ingat saat dulu. Belum terlalu berlalu juga sih.

Saat sebelum lagunya The Calling yang Wherever you will go (rasa sakit bikin aku ingat juga sama judulnya) itu ikut kudengarkan tanpa mengerti apa arti lagunya.

Terus kini.. lagu yang aku pikir menyiratkan akan adanya perpisahan tapi tidak ingin berpisah. Malah jadi senang sekali ku putar sambil membayangkan kamu. Iya kamu. Orang menyebalkan yang semalam sebelumnya menghabiskan malam diatas bantalan rel kereta api dengan wajah kayak anak kecil dapat mainan baru, gemesin dengan tawa renyah yang bisa bikin enyah pikiranku yang ketakutan. Terus sekarang. Udah 8 hari kamu tiba-tiba menghilang entah kemana. Tanpa ada pesan, tanpa ada jejak. Hanya kode-kode yang tidak aku sadari dan.. terlambat aku sadari.

Membayangkan hari-hari lalu yang sudah aku lalui dengan kamu. Saat aku selalu jadi yang pertama datang ketaman sepulang sekolah.
Aku ingat.. saat aku menunggumu dibangku taman yang tak ada siapapun ini. Kamu datang tiba-tiba sambil bilang 'Maaf yaaa datang terlambat' dengan nafas ngos-ngosan seperti mengejar bus di terminal yang sudah melaju. Kamu muncul didepan bangku taman ini dengan senyummu yang begitu cerah. Selalu cerah dari wajahmu.

Tapi malam itu.. senyum cerahmu muncul, namun seolah hilang tenggelam, meredup bersama malam dalam renungan lagu sialan yang tidak aku sadari pesan dibalik lagunya. Wajahmu yang sendu namun tetap kamu paksakan untuk melukiskan sebuah senyum. Terasa menyakitkan untukku. Aku tahu sekarang, lagu itu.. ucapan selamat tinggal kamu buat aku kan? Kode kalau kamu akan pergi tapi ingin sok menghibur lewat pesan di lagu yang entah darimana kamu temukan lagu itu! Iya kan?.

So lately, been wondering
Who will be there to take my place
When I'm gone you'll need love
To light the shadows on your face

If a great wave shall fall
and fall upon us all
Then between the sand and stone
Could you make it on your own

Sampai sekarang belum ada lagi yang duduk disebelahku Beby. Belum ada yang mengambil tempat dudukmu dibangku putih ini. Kamu pergi seenak hati tanpa memberi pesan hanya meninggalkan kesan menyebalkan. Yang sekarang masih setia menerangi wajahku yang tampak redup oleh butiran air mata.

Kamu bisa lihat aku gak? Lihat deh wajahku yang.. yang nekuk terus karena kutukan diri sendiri atas kebegoan ku tidak menyadari pesan dari lagu itu.

Kamu bisa dengar aku gak? Dengar deh suara parau aku yang ku keluarin dengan lagu kebangsaan kamu ini.

If I could, then I would
I'd go wherever you will go
Way up high or down low
I'll go wherever you will go

And maybe, I'll find out Away
to make it back someday
To watch you, to guide you
Through the darkest of your days

If a great wave shall fall and fall upon us all
Then I hope there's someone out there
Who can bring me back to you

Run away with my heart
Run away with my hope
Run away with my love

I know now, just quite how My life and love might still go on In your heart, in your mind I'll stay with you for all of time.

Jadi kamu pergi kemana Beby? Bisakah aku ikut pergi kemanapun kamu pergi?! Aku akan ikut sama kamu melewati jalanan tanjakan landai atau menyusuri jalanan turunan yang curam. Melewati setiap hari dengan kisah menyenangkan ataupun meneyedihkan.

Pokoknya aku akan pergi kemanapun kamu pergi. Aku mau ikut.. aku mau pergi kemanapun kamu pergi. Karena sekarang aku sendirian mencemaskan keberadaanmu yang tiba-tiba pergi dari kehidupan aku. Membawa sejuta tanya dalam hatiku yang hanya bisa kamu beri jawaban lewat syair di tiap bait lagu ini.

Terus kapan kamu balik dari tempat yang sekarang kamu jadikan hunian setelah meninggalkan aku? Apa jangan-jangan kamu sekarang sedang memperhatikanku di sudut yang tidak bisa kulihat. Seperti saat kamu nyuruh aku buat masuk kedalam rumah malam itu. Aku memang tidak melihat kamu saat itu. Tapi aku yakin saat aku berjalan, diatas motor matic mu, kamu pasti lagi memperhatikan aku dengan bayangan tempat yang kini sudah kamu tempati. Iya kan? Terus siapa yang nanti akan bawa kamu balik ketempat ini. Memperhatikan aku lagi. Melewati setiap hari bersama lagi?

Ahh.. Beby! Kamu membuatku gila! Dan rasanya ini sangat gila dari kegilaan yang pernah kita lewati dulu.

Aku tahu kehidupan ku harus terus berlanjut meski kamu sekarang gak ada. Tapi apa gak bisa, setidaknya aku mengucapkan dulu selamat tinggal saat kamu memutuskan untuk pergi ketempat yang tidak aku tahu itu. Ketempat yang mungkin tidak ada di peta?

Kalau saja waktu itu aku lebih peka sama perubahan warna di wajah kamu, dengan lagu yang mengalunkan pesan nyata ucapan perpisahan kamu. Aku akan bilang Jika aku bisa. Aku akan pergi kemanapun kamu pergi!

Tapi aku tahu, pasti kamu akan mencegahku untuk tidak ikut ketempat kamu yang jauh disana itukan? Terus kita berdua malah nangis-nagis histeris bisa sampai bedarah-darah (lebay) saat saling mengucap selamat tinggal.

Hmm.. aku sebenarnya udah gak mau larut dalam kesedihan ini, Beby. Kamu yang disana pasti gak mau kan lihat aku sedih. Aku juga sama. kemanapun kamu pergi. Dimanapun kamu sekarang. Kamu gak perlu sedih. Pesan kamu dalam lagu itu udah aku dengerin kok.

Oh iya, Kalau nanti kamu bisa balik lagi kesini, aku pasti selalu duduk dibangku ini. Menunggu hari dimana kamu kembali. Menunggu kamu muncul tiba-tiba dibangku yang biasa kita duduki terus kamu bilang.. Maaf ya datang terlambat. Biasanya aku kan ngambek tuh kalau kamu muncul tiba-tiba dalam keterlambatan kamu itu. Tapi itu gak beneran kok. Itu cuma akting aja. Kalau nanti kamu ngelakuin itu lagi, aku akan menarik tangan kamu dengan senang biar kamu duduk disamping aku dan gak pergi-pergi lagi.

If I could turn back time
I'll go wherever you will go
If I could make you mine
I'll go wherever you will go
I'll go wherever you will go

. . . .

2 komentar:

  1. wewww,,,knp beby lagi yg harus pergi? kayaknya mimin pecinta persahabatan shanju sama beby yaaa.. jadi terharuuuu

    BalasHapus
  2. Beby kok pergi gitu aja?? Kemana ? Keluarga nya kemana??? ._.

    BalasHapus

Sebuah cerita, penyampai kata tak terucap.