Minggu, 24 Agustus 2014

The Man Who Can't Be Moved

The Man Who Can't Be Moved...

Kayak baru balik dari dunia mana.. aku terbangun dalam posisi badan tengkurep. Mengedip-ngedipkan kedua mata dengan alunan nafas masih tenang. Melihat kearah jendela yang tirainya sudah terbuka, aku menyipitkan pandanganku. Sinarnya sudah Merata menerangi bagian pinggir kamar ku, eh bukan. Kamar tante ku. Iyaa.. ini kamar tante ku dan aku lagi di Jakarta. Dirumah Adiknya Mama.

Kembali, deringan alarm menggema saat aku masih diam mengumpulkan nyawa dalam posisi yang sama. Tengkurep dibawah selimut. Kayaknya alarm ini sudah bunyi dari tadi, tapi karena semalam aku tidur lewat tengah malam bisa dibilang pagi buta, jadi suara pertamanya tidak terdengar. Tidurnya udah kayak orang mati. Hehee..

Kata Om Haji begadang itu kan gak baik, apalagi begadangnya gak ada arti, makin gak baik deh. Kayak saudara sepupu aku tuh. Hampir tiap malam disaat pertama kali aku masuk kerumah ini. Dia selalu begadang, dan lebih parahnya Lagi. Begadang ala Shania (Nama sepupu aku tuuh) itu.. aku sebut apa ya enaknya? Tiap malam dia gentayangan *main maksud aku. Di stasiun kereta api, terus jalan-jalan di bantalan rel keretanya. Berasa model lagi jalan di catwalk gitulah (bener gak ya nulisnya). Selalu setelah lewat tengah malam dia baru mau beranjak dari tempat itu. Gak ada artinya kan? Entahlah!

Eh?. Kenapa malah jadi melamun soal Shania ya? Baru juga bangun. Bukannya berdiri terus beresin tempat tidur, lari ke kamar mandi gosok muka, cuci gigi, terus mandi (ada yang aneh dari tulisannya?). Baru turun kebawah bantuin Tante nyiapin sarapan (ngabisin sarapannya, maksud aku). Ini malah asik ngumpet dalam selimut gak perduli sama suara alarm sekalipun, malah lamunin Shania.

Lamunin Shania? Shania? Kok ada yang aneh ya sama nama itu? Shania? Apa ya? Emm.. Shania.. Shania.. Sha..,- Shahhh aku lupa! Hari ini kan Shania minta aku temenin dia ke taman!

Ingat dengan ajakan Shania yang aku sanggupi, langsung saja aku bangun gerusuk sampai-sampai pas turun dari tempat tidur kakinya nyangkut di selimut dan.. hmm, sambutan pagi yang menyenangkan. Meringis sebentar di bawah tempat tidur, terus bangun dan beresin seberesnya. Udah gitu lari buat ke kamar mandi.

Beres cuci muka, gosok gigi, mandi sekenanya. Balik lagi ke kamar milih dress. Bergegaslah aku untuk meninggalkan kamar yang.. ini kamarnya belum diberesin! Selimut ujungnya nyentuh lantai. Bantal posisinya disebrang tempat tidur, guling gak tahu kemana gak keliatan, yang jelas terlihat hanya boneka kucel yang tersenyum manis dengan posisi telentang. Maunya sih beresin dulu tempat tidurnya, tapi lihat keluar jendela kayaknya sinar matahari udah makin terang aja. Aduh Tante.. maafin ponakanmu yang satu ini yaa, nanti pulang nemenin Shania aku beresin deh.

Lari kecil keluar kamar.. kedua kakinya tiba-tiba berhenti diujung pintu kamar, karena disuruh oleh si otak. Melihat keatas, berpikir sejenak. Hmm kayaknya ada yang harus aku bawa. Tapi apa..? Oooalah.. gitar! Iya aku harus bawa gitar. Hari ini kan mau nemenin Shania (lagi) jadi harus bawa gitar. Kenapa? Karena nanti pas nemein dia pasti akunya dicuekin. Dia asik sendiri, aku gak asik sendiri. Yagitulah Shania. -_-

Aku bergegas balik lagi mengarah kesudut tempat tidur lalu mengambil gitar yang sengaja kubawa dari Solo buat nemenin aku selama liburan disini. Ditempat yang bukan pilihan aku buat liburan. Kalau saja Mama gak nyuruh aku buat ngabisin liburan disini, dirumah tante. Mana aku mau. Mending juga disana ada si bebek neptunus sahabat aku yang bisa aku ajak gila, eh kebalik. Dia yang ngajak aku gila deh!

Kali ini langkahnya udah pasti, kakinya udah bisa diajak searah, sejalan, menapaki lantai kamar, menuju ruang dalam dirumah lalu berpetualang keluar *bahasanya ribet*.

"Andela. Sarapan dulu sayang. Ayok sini!"

Suara lembut itu menghentikan lari kecilku dari atas tadi.

Kutarik sudut bibirku lalu mengangguk pelan pada Mama nya Shania. "Iya Tante" Jawabku menghampiri Tante.

Duduk manis sambil celingukan mencari wajah lain diatas meja makan. Tapi tidak ada siapapun. Terus celingukannya diarahkan kesudut lain. Tapi tetap juga gak ada wajah lain apa badan lainnya yang bergerak.

"Mau roti apa nasi, sayang?"

"Hah?" Karena lagi sibuk nyari raga lain, aku jadi bengong nanggepin pertanyaan Tante.

"Kamu mau sarapan sama roti atau nasi, Sayang?"

"Ohh.. hehee. Sama.. emmm, sama roti aja deh Tante." Jawabku dengan pilihan diikuti senyum gak jelas. Tapi tetep kelihatan cantik kok. Manis lagi. *Narsis*

"Ehiya tante. Shania sama Om mana? Kok aku sarapannya sendirian!" Tanyaku disela persiapan Tante memberikanku makan dipagi hari ini.

"Om udah berangkat kerja. Terus Shania baru aja selesai sarapannya terus dia jalan, kayaknya mau keluar!"

Jawaban Tante kontan membuatku terperangah, "Udah beres sarapan. Aduh. Berarti aku terlambat dong Tante!" Jadi aja resah-gelisah karena kata Tante, Shania jalan kayaknya mau keluar.

"Terlambat apa?"

"Itu Tante. Aku kan janji mau nemenin Shania buat ke.. ke taman katanya. Iya ke taman! Sarapannya nanti aja deh ya tante. Aku jadi gak enak sama Shania. Aku mau nyusul dia, siapa tahu belum jauh!"

"Loh.. lohh.., jangan gitu sayang. Sarapan dulu!"

"Nanti aja Tante. Aku gak enak sama Shania. Ya Tante ya?"

Secepatnya aku bergegas menuju depan rumah. Siapa tahu Shania baru sampai ruang tamu atau teras depan rumah. Belum sampai didepan pagar rumah, apalagi sampai di tempat tujuan yang belum aku tahu tempat pastinya dimana.

Karena ini baru pertama kalinya dia ngajak aku ketaman. Biasanya dia ngajak, gak diajak juga sih. Karena biasanya aku ngikutin dia dari belakang ke itu, ke stasiun kereta api. Tempat favorit Shania. Tempat favorit yang aneh sih buat aku. Mana waktu ngunjungin tempatnya sore menjelang malam lagi. Aneh gak tuh?

Dan karena ini ajakan langsung untuk pertama kalinya dari sepupu aku, selama ku hadir dirumahnya buat menghabiskan liburan panjangku. Aku gak mau terlambat buat nepatinnya. Aku tahu, meski aku gak dekat sama Shania. Dia itu disiplinnya minta ampun, tepat waktunya bikin bergidik. Dia bisa mengalahkan jadwal kedatangan apa keberangkatan pesawat, kereta api, model transportasi yang diwaktu gitulah. Yang ada delay-delaynya, yang jadi penghambat.

Tapi aku bisa melakukan apa? Aku udah terlambat. Buaian mimpi semalam terlalu menghanyutkanku, belum lagi rasa lelah dan agak masuk angin dikit. Jadi bikin tidurku sempurna dalam kelelapan. Konsekuensinya.. udah Shania pergi duluan, gak sarapan pula. yaa, gak sarapan sekali gak apalah ya. Gak akan bikin pingsan juga kali.

Sampai diruang tamu, Shania gak ada. Meneruskan langkah untuk keluar, dia juga udah gak ada diteras depan.

Haduhh. Memangnya aku segitu telatnya apa ya? Shania kok sampai gak nungguin sih!

Tangan kananku yang masih memegang gitar terasa pegal juga. Lupa aku. Gitarnya gak dibawa sama bajunya, jadi aja harus ditenteng pakai tangan. Gak di selempangin di bahu.

Lanjutin keluar rumah menembus pagar, aku celingukan tuh. Siapa tahu jejak Shania masih tertinggal. tengok kanan, gak ada siapapun. Lihat kedepan, gak ada siapapun juga. Pas lihat kearah kiri...  aku lihat dua orang dengan tinggi yang sama kayak tinggiku.

Satu searah dengan pijakanku, satunya lagi disebrang. Yang satu pijakan sama aku jaraknya lebih didepan ketimbang yang disebrangku. Aku perhatikan dulu keduanya. Siapa tahu salah satu dari mereka itu Shania atau mungkin keduanya bukan Shania.

Susah juga lihat dari belakang. Mereka berdua rambutnya sama-sama sebahu lebih gitu. Etapi yang disebrang aku gak terlalu lebih juga sih rambutnya kalau diperhatikan seksama. Terus... tingginya sama. Tapi yang searah denganku badannya agak berisi (gak banyak sih isinya, tapi yaaa kalo dibandingin sama yang sebrangnya cukup keliatan bedalah. Soalnya yang disebrang kurus banget!)

Sesaat lamanya memperhatikan kedua orang itu. Aku yakin yang satu pijakan dan satu arah denganku itu Shania. Udah yakin dengan apa yang aku lihat dari belakang. Aku segera saja bergegas jalan agak cepat untuk menyusul.

Memang sih.. gak bisa ngimbangin langkahnya Shania. Tapi setidaknya aku bisa lihat kemana dia mengarah. Aku terus jalan dibelakangnya udah kaya bodyguard. Dan selama aku jalan dibelakang Shania. Ada yang aneh kulihat. Perempuan satunya. Yang disebrang Shania. Yang tadi aku perhatikan bareng Shania. Yang posisinya agak dibelakang Shania.
Itu siapa? Masa iya orang yang kebetulan jalan searah dengan Shania?. Haahh. Aku gak percaya sama kebetulan!

Kalau dilihat dari cara jalannya. Terus wajahnya yang lurus kedepan entah bagaimana dengan kedua matanya, mungkin saja mengarah ke Shania. Dia terlihat seperti sengaja mengikuti Shania. Yaa kayak aku sekarang yang memang lagi ngikutin Shania.

Kalau tebakanku benar, dia sedang mengikuti Shania. Dia itu siapa? Penjahat? Masa sih. Kan dia cewek! Temannya Shania? Kenapa juga gak langsung hampiri saja Shania kalau dia memang temannya?! Jadi siapa perempuan tinggi berambut pendek disebrang belakang Shania itu? Apa perlu aku samperin dia? Soalnya gerak-geriknya mencurigakan sih :/ Takut-takut dia nyulik Shania. Nantinya malah ribet lagi. Tapi...? Aku kan takut. Lagian, emang ada yang mau nyulik Shania? Dianya diem juga. Kayaknya gakda semangat hidup! Diculik juga mungkin dia gak akan keberatan, malah yang akan keberatan palingan penculiknya. Udahlah. Mending ikutin aja terus. Kalau nanti dia kelihatan mau macem-macemin Shania, baru aku samperin.

Jadi tak karuan sendiri tentang perempuan yang melangkah seirama dengan Shania namun tak satu jalan itu. Ku percepat saja langkahku untuk bisa benar-benar menyusul Shania yang jaraknya memang agak jauh. Langkahnya kelihatan biasa tapi bisa cepat bikin jarak.

Saat langkah udah cepat mencoba mengejar untuk lebih dekat... tidak tahunya Shania belok ke jalan kecil, yang hanya cukup sepeda, apa sepeda motor, selain pejalan kaki. Aku ikutin, terus ngikutin. Dengan si perempuan asing itu juga sama kayak aku. Masih terus ngikutin Shania. Setelah masuk belokan itu ternyata Jalanannya agak menanjak gitu.

Duhh Shania.. Shania. Mbok yaa kalau nyari tempat nyaman itu yang bener dikit kenapa ya? Bebas dari stasiun kereta api malam-malam. Ehh.. di ajak ke taman yang jalannya berliku, berbatu, menanjak di tanjakan landai. Kalau saja ada motor biarlah kupakai motor itu meskipun tua *opo iki*.

Beberapa lama berlalu dalam perjalanan yang istimewa ini. Huufftt... sampai juga kayaknya... Haah! Capek duh!

Aku melihat Shania berhenti. Karena rasa lelah aku jadi ikut berhenti meski belum bisa dekat ke Shanianya. Yang penting aku bisa lihat kalau Shania udah diam di tempat, tak lagi berjalan, hanya celingukan bentar. Terus dia duduk manis.

Belum juga paru-paruku terisi penuh lagi oleh udara. Ehhhh... perempuan yang ku lihat sedari tadi mengekori Shania. Terus diam sejenak lihatin Shania dibelakang pohon. Melakukan gerakan. Sepertinya dia mau menghampiri Shania.

"Duh.. Duh. Gawat! Perempuan itu mau ngapain? Jangan-jangan bener lagi kalau dia mau nyulik Shania!"

Aku melihat kearah perempuan itu. Terus kearah Shania. Sebodo amatlah sama rasa lelah, aku takut Shania kenapa-kenapa. Jadinya aku lari saja untuk mendahului gerakan si perempuan asing itu.

Saat aku berlari, aku gerakkan dulu kepalaku sedikit kebelakang. Mencoba melihat wajah perempuan asing itu. Dan dia juga sempat melihat padaku. Jadi kalau di gambarin ada kali beberapa detik aku sama dia saling lihat. Wajahnya manis. Masa sih wajah semanis itu jadi penculik. Pikirku saat sudah bisa kudahului perempuan itu. Aku berlari hingga sampai didekat Shania.

"Maaf terlambat!" Kataku dengan posisi setengah jongkok menarik ulur nafas.

"Duduk sini, Andela!"

Seketika. Nafasku yang sedang kuatur agar seirama lagi. Berhenti. Yang barusan itu suaranya Shania? Hah? Shania bersuara? Udah gitu sambil nyebut nama aku? Apa gak salah dengar ya ini kuping?

Seingatku dan udah pasti benar. Selama aku habiskan waktu liburanku disini jadi "Panjaganya" Shania. Dia tidak pernah bersuara. Hanya diam kayak orang bisu. Tidak memperdulikan orang sekitar. Gak tahu udah berapa lama dia bersikap kaya gitu. Karena yang aku tahu, saat aku datang kesini buat liburan. Sikapnya udah kayak gitu!

"Kenapa malah bengong? Gak mau duduk apa?"

Suaranya kembali menggema. Jadi Shania bisa bicara?

Karena bingung. Aku tarik saja bibirku untuk tersenyum didepan Shania, sambil manggut. Terus melangkah maju dan duduk disebelahnya.

Tahu gak? Apa yang Shania lakukan pas aku udah duduk disebelahnya? Dia kembali bicara.

"Biasanya dia duduk di tempat kamu duduk. Dia juga sering banget terlambat datang kalau kita janjian ditempat ini!" Katanya bicara membawa dia entah siapalah dia itu.

Aku hanya tersenyum kecil menanggapi ucapannya. Habis bingung mau komentar apa. Atau mau menyahut apa. Shania aneh hari ini.

"Kita sering banget habisin waktu ditempat ini. Tempat yang tidak ada seorangpun tahu akan keberadaan tempat ini. Tempat yang kita temukan pas kita dulu bingung mau main apa. Tidak tahunya malah nyasar ketempat ini!"

Lagi-lagi Shania bicara tentang dia. Tentang kita entahlah siapa. Dan aku belum berani bertanya. Jadi yaa aku biarkan saja Shania meracau dengan suaranya. Sementara aku sendiri. Mencoba melihat sekitar yang memang pas dilihatin seksama.... tempatnya indah banget. Mana posisinya ternyata ada diatas, kayak bukit gitu. Kerenlah pokoknya.

"Sebelumnya gak ada yang tahu tentang tempat ini selain aku sama dia. Dan gak ada juga yang duduk ditempatnya dulu biasa duduk buat nemenin aku."

Aku melihat pada Shania saat ucapannya yang ini bisa aku tangkap. Jadi aku ada ditempat istimewanya Shania sama dia. Terus sekarang? Aku duduk ditempat biasa dia duduk.

Dia itu siapa sih buat Shania? Eh tunggu! Dia.. dia... apa mungkin dia yang dimaksud itu sahabatnya? Yang kata Tante udah ninggalin Shania?

"Emm.. maaf kalau aku lancang. Dia itu siapa, Shania?" Kupertanyakan juga akhirnya karena aku penasaran apa benar dia yang dimaksud Shania itu sahabatnya yang udah ninggalin dia.

Shania yang bicara dengan mengarah kedepan. Saat pertanyaanku meminta jawaban langsung jadi mengarah padaku. Jadinya kita saling tatap-tatapan. Rasanya gimana gitu yaa.. soalnya kalau aku lagi sama Shania biasanya dia cuekin aku. Gak mau perduliin aku ada atau tidak menemaninya.

Ya selama aku sama Shania, aku lihat dia lebih kayak orang linglung. Kerjaannya begadang di stasiun kereta api. Makanya pas aku datang buat liburan panjang disini Tante kelihatannya senang, dan malah bicara semoga dengan adanya aku Shania bisa sedikitnya kayak dulu.

"Dia itu... dia..., kamu mau mainin lagu itu lagi gak, Andela?"

"Hah?" Jawaban apaan tuh? Bukannya menjawab malah meminta. "Lagu? Lagu apaan, Shania?" Tanyaku kemudian.

"Yang suka kamu mainin kalau lagi nemenin aku di stasiun kereta api!"

"Apa? Jadi kamu?" Cukup terkejut sih dengan permintaan Shania. Dia ternyata suka mendengarkan suaraku yang nyanyi-nyanyi kalau lagi menemaninya.

Shania mengangguk sambil merekahkan seutas senyum. Duh! Ini Shania hari ini lagi kenapa ya? Tadi bicara-bicara cantik, terus sekarang senyum sok manis. Beda banget sama Shania yang kemarin-kemarin.

"Baiklah. Tapi suaraku gak bagus. Jadi kamu jangan kabur yaa pas nanti aku nyanyi."

Candaku disela ucapan. Dan heiii.. Shania tersenyum lagi. Bagus nih. Semoga nanti pas pulang dia bisa biasa lagi sikapnya. Seperti yang diharapkan Tante. Shania jadi Shania yang dulu lagi. Periang. Cerewet. Penuh semangat. Kata Tante sih gitu.

Aku mulai menyiapkan posisi gitar agar enak saat kumainkan.

Mulai masuki intro. Petikan gitar mulai terdengar seiring dengan gerakan tanganku.

Going Back to the corner where I first saw you Gonna camp in my sleeping bag I’m not gonna move. Got some words on cardboard, got your picture in my hand saying, “if you see this girl can you tell her where I am”

Bait pertama sambil bernyanyi aku bisa melihat Shania melamun dalam alunan gitar akustik dan lantunan suaraku. Dia kayaknya menjiwai banget lagunya.

Some try to hand me money, they don’t understand. I’m not broke, I’m just a broken hearted man. I know it makes no sense, but what else can I do?

How can I move on when I’m still in love with you?

Wajahku mengerung saat aku melihat lagi pada Shania. Ada air di pipinya. Basah. Dia menangis? Suaraku semerdu itukah?

Cause if one day you wake up and find that
you’re missing me. And your heart starts to wonder where on this earth I could be.

Thinkin maybe you’ll come back here to the place that we’d meet. And you’ll see me waiting for you, on the corner of the street.
So I’m not moving, I’m not moving....

Ini apaan? Kenapa Shania menyandarkan kepalanya dibahuku? Sesedih itukah Shania saat ini? Tapi kenapa? Karena siapa? Si dia itukah?. Seketika itu aku hentikan petikan gitar dan suara nyanyianku menyanyikan lagunya The Script.

"Kamu kenapa, Shania?"

"Aku kangen sama dia..." Jawabnya dengan suara parau.

"... Sahabat kamu yang pergi itu?"
Tidak memperdulikan lancang apa tidaknya pertanyaanku. Aku tanyakan saja. Karena aku merasa kasihan sama sepupu ku ini.

Shania tidak menjawab dengan suara. Dia mengangguk sekali. Aku hanya mengerung. Kasihan juga Shania. Memang sebegitu berharganya ya dia itu? Terus dianya? Tega banget ninggalin Shania?

"Kamu mau terusin nyanyinya gak? Gak apa-apa kan aku minta itu?"

Disela lamunanku. Shania kembali meminta.

Giliranku yang menjawab dengan anggukan. Ku ulang lagi petikan gitar dari awal. Mulai menyanyikan lagi bait-perbait lagu yang ternyata diam-diam didengarkan Shania, dan lebih dari itu dia ternyata suka dengan lagunya. Liriknya emang dia banget sih. Gak bisa move on pas orang yang dia sayangi pergi ninggalin. Caelahh. Etapi Kasihan juga sih Shania. Beneran!

Going Back to the corner.. where I first saw you. Gonna camp in my sleeping bag, I’m not gonna move.

Got some words on cardboard, got your picture in my hand. Saying,

“if you see this girl can you tell her where I am”

Some try to hand me money, they don’t understand.
I’m not broke, I’m just a broken hearted man.

I know it makes no sense, but what else can I do?

How can I move on when I’m still in love with you?

Cause if one day you wake up and find that you’re missing me. And your heart starts to wonder where on this earth I could be.
Thinkin maybe you’ll come back here to the place that we’d meet. And you’ll see me waiting for you on the corner of the street.

So I’m not moving, I’m not moving....

Policeman says “son you, can’t stay here”
I said, “there’s someone I’m waiting for. If it’s a day, a month, a year”

Gotta stand my ground even if it rains or snows. If she changes her mind this is the first place she will go.

Cause if one day you wake up and find that you’re missing me and your heart starts to wonder where on this earth I could be.
Thinkin maybe you’ll come back here to the place that we’d meet And you’ll see me waiting for you on the corner of the street.

So I’m not moving, I’m not moving I’m not moving, I’m not moving...

People talk about the guy that’s waiting on a girl ohhh..
There are no holes in his shoes but a big hole in his world ohhh..

Maybe i’ll get famous as the man who can’t be moved.
Maybe you wont mean to, but you’ll see me on the news.
And you’ll come running to the corner... cause you’ll know it’s just for you.

I’m the man who can’t be moved.
I'm the man who can’t be moved.

Cause if one day you wake up and find that you’re missing me and your heart starts to wonder where on this earth I could be.
Thinkin maybe you’ll come back here to the place that we’d meet And you’ll see me waiting for you on the corner of thes treet So
I’m not moving, I’m not moving I’m not moving, I’m not moving...

Going Back to the corner Where I first saw you
Gonna camp in my sleeping bag
I’m not gonna move.

****
Aku mengedipkan kedua mataku. Saat aku sudah bisa kembali ke dunia dari kunjunganku kedunia mimpi. Ada yang beda diruangan ini? Ohh. Aku baru ingat. Semalam kan Shania mengajakku tidur dikamarnya. Pantas saja ada dia disebelahku sekarang. Dia masih terpejam. Mungkin lelah.

Kemarin itu.. hari yang cukup menyenangkan buatku. Shania sedikit terbuka. Menceritakan tentang dia sahabatnya. Bagaimana dulu Shania dan.. siapa ya namanya? Kemarin Shania cuma nyebut sekali sih nama sahabatnya itu. Jadi maklum aja kalau aku mendadak lupa. Hehee.

Shania dan sahabatnya itu Begitu dekat dan hubungannya erat banget. Terus Shania juga cerita, bagaimana dia tiba-tiba menghilang pergi tak berpamitan pada Shania. Terus lagi Shania juga memberikan lagu untuk aku dengarkan, lagu yang sering dirinya dengan sahabatnya itu dengarkan terakhir-terakhir pas sahabatnya mau hilang.

Dan kesimpulanku... Betapa bodohnya dia yang Shania sebut sahabat. Tega banget ninggalin Shania gitu aja. Emang Shania gak punya perasan apa ya? Tante-tante gitu juga Shania tetap punya perasaan dan cengeng kayak anak kecil *lohloh.. maaf maaf*

Saat aku balikan badanku bermaksud untuk bangun dari atas pembaringan. Aku melihat sebuah pigura foto yang didalamnya ada wajah Shania dengan... itu pasti sahabatnya. Menatap agak lama foto itu. Hemm.. dia kok tega sih pergi ninggalin Shania. Lagi-lagi itu yang aku ucapkan dalam hati. Saat aku masih melihat foto itu, Wajah yang disebelah Shania itu...? Dia Kayaknya gak asing di mataku. Aku kayak pernah lihat dia. Etapi dimana ya? Iya aku pernah lihat dia. Pernah. Emang iya pernah. Mungkin aku salah!

Kubalikan lagi badanku dengan kini posisinya jadi telentang. Terus tiba-tiba saja aku jadi berpikir.. bagaimana kalau Elaine (nama sahabatnya Andela) yang ninggalin aku? Masa iya aku bakal kayak Shania? Jalanin hidup tapi kayak gak hidup. Kalo kata the script tu.. Dead Man Walking. Shania udah kayak gitu tuh. Dan aku juga jadi ingat kejadian seminggu lalu pas waktu aku baru sampai disini.

Waktu itu aku mengikuti Shania yang pergi dari rumahnya. Tante belum bilang apapun sih soal Shania dan masalahnya. Pas dia mau menyebrangi jalan dia gak lihat kanan-kiri. Mana jalannya kaya mayat hidup lagi. Alhasil... sepeda motor yang lagi jalan dengan kecepatan bak pembalap moto gp, menyerempet Shania hingga dia jatuh dan tidak sadarkan diri. Gila! Saat itu aku paniknya bukan main. Takut Shania kenapa-kenapa. Dan dari sanalah aku dapat cerita dari Tante soal sikap Shania. Terus jadi berlanjut aku selalu mengikuti dia kalau dia keluar rumah. Bukannya liburan. Malah jadi penjaga. Tapi ya gak apa-apalah. Namanya juga sama saudara. Iyakan (?)

Ada gerakan dari sebelah. Aku sadar dari lamunan pagiku. Tadinya aku pikir Shania udah bangun ternyata belum. Aku bergerak untuk beneran bangun dari tempat tidur.

Selesai dengan ini itu. Aku pamit sama Tante buat jalan keluar. Hari ini Shania tidak mengajakku untuk menemaninya lagi. Jadi yaa aku pikir jalan-jalan sendiri gak ada salahnya.

Main sendiri menjelajahi Jakarta. Aku jalan saja kesana-kemari. Masuk Mall bentar, terus keluar lagi. Ngapain juga ke Mall? Mana Mall nya bukan Mall ef ex lagi, tempat nongkrongnya member JKT48 *lahiniapaan?.

Bingung mau kemana lagi. Aku buka saja twitter mencoba mencari informasi siapa tahu ada event asik di seputaran tempatku berada kini. Dan taraammmm.. ada. Ternyata ada event asik nih. Event dengan tema Jepang-jepangan gitulah.

Angkat telpon. Panggil taksi. Berangkat. Ini baru namanya liburan :D

Foto sana. Foto sini. Jajan ini. Jajan itu. Lihat depan. Tengok belakang. Senyum sendiri. Jalan sendiri. Tapi Biarpun sendiri, aku gak berasa sendiri. Lah wong aku lagi ada ditengah keramaian. Lagian apalah itu sendiri yang katanya kesepian. Aku nggak merasakan itu kok. Mau sendiri apa berdua, kalau berdua tapi gak sejalan sama aja bohong. Mending juga udahan. *loh!

Sangking asik dengan lalu lalang pemandangan orang-orang yang pakai kostum figure jepang. Aku jadi gak fokus ke jalan dan akhirnya.. badanku menabrak badan seseorang.

"Maaf. Maaf.." Ucapku langsung sembari agak membungkuk.

"Kamu gak apa-apa Beby?" Suara seseorang terdengar lembut menanyakan pada orang yang tadi aku tabrak.

"Gak apa-apa kok Kak!" Terus dia nyahut.

"Maaf ya. Aku gak senga...ja"

Saat wajahku ku angkat. Aku bisa melihat jelas tiga perempuan berdiri berjajar. Ucapanku jadi agak melambat karena salah seorang dari mereka wajahnya gak asing dimataku.

Aku jadi mengerung dan.. Oh. Dia kan yang kemarin buntutin Shania pas mau ketaman. Terus dia juga... dia juga kan yang ada di pigura fotonya Shania. Yang foto berdua sama Shania. Tuhkan bener tebakanku tadi pagi. Aku memang pernah lihat sahabatnya Shania.

"Makanya Mbak. Kalau jalan itu hati-hati. Untung teman kita gak kenapa-kenapa."

Seorang lainnya dengan potongan rambut pendek. Ikut nyahut menanggapi insiden kecil yang tidak sengaja aku buat.

"Ii..ya Maaf. Sekali lagi aku minta maaf!" Kataku,
"Aku permisi. Maaf ya Mbak Maaf!" Lanjutku sambil pamit.

Gak mau ahh lama-lama ada didekat tiga perempuan itu. Apalagi yang sahabatnya Shania. Pas lihat dia, seketika ingat dengan cerita Shania dan bagaimana nasib Shania selama aku menemaninya. Belum lagi saat aku belum menemani dia. Hihh dia Jahat!

"Malam Tante" Sapaku saat sampai dirumah.

"Malam sayang. Gimana jalan-jalannya? Seru? Maaf ya Tante gak bisa nemenin."

Panjang lebar Tante menanggapi sapaanku.

"Seru Tante. Gak apa-apa. Andela kan udah gede. Tadi sempet mampir ke Mall bentar. Tapi langsung keluar lagi!"

"Loh. Kenapa, Sayang?"

"Mall gak seru. Gak ada yang bisa dilihatin disana Tante."

"Terus kamu jadinya jalan-jalan kemana?"

"Ke event.. itu Tante yang acaranya Jejepangan gitudeh. Nih. Andela beliin sesuatu buat Tante. Buat Om. Sama buat Shania juga. Bagus-bagus Tante pernak-perniknya!"

Aku mengeluarkan isi dalam tas belanjaan. Dan Tante menyambut hangat.

"Eh iya Tante. Shanianya mana?"

"Shania... dia tadi sore pamit keluar, Ndel."

Hmm. Aku tahu banget nih kemana Shania pergi kalau pamit sore-sore gini. Mana kemarin dia gak ketempat itu. Dan sekarang.. dia pasti lagi nungguin perginya orang-orang si sekitar peron tunggu. Terus nantinya turun ke bantalan rel menantang maut. Shania... Shania. Masih aja mau main ketempat itu. Sahabat kamu kan?... Eh. Pertemuanku sama Sahabatnya tadi gimana ya? Aku kasih tahu Shania gak ya? Tapi kan aku gak tahu Shania bakal bereaksi kayak gimana. Salah-salah bukannya Shania senang. Malah marah atau sedih lagi.

"Yaudah Tante. Biar Andela susul Shania. Kasihan dia sendirian disana"

"Gak usah. Kamu kan baru pulang pasti capek. Shania juga kan udah biasa main kesana sendirian. Biarin aja sampai dia bosan!"

Kata Tante menjawab pamitku. Tante terdengar menyerah dengan sikapnya Shania.

"Nanti kalau kamu pulang dia juga sendirian lagi kan?" Sambungnya.

Aku tersenyum kecil, "Gak apa-apa Tante. Mumpung Andela juga masih disini. Siapa tahu Shania butuh tempat buat bercerita lagi. Terus nantinya Shania mau berhenti dengan kegiatannya itu. Kan kita gak tahu, Tante!" Sok bijak bicara pada Tante ku sendiri.

Akhirnya Tante membolehkanku untuk pergi. Sebelum berangkat. Seperti biasa. Aku ambil gitar dengan kali ini tidak lupa dibawa dengan rumahnya. Soalnya kalau di tenteng kan berat. Mana akunya mau naik motor lagi.

Menempuh jalanan dimalam hari dengan motor maticnya Tante. Sendirian hanya ditemani gitar yang nemplok di punggung. Aku terus mengikuti jalan untuk sampai di stasiun kereta api. Ini kali pertama aku bawa motornya malam-malam. Karena biasanya kan sore-sore. Pas Shania keluar. Aku ikut keluar buntutin dia.

Memasuki stasiun. Aku langsung bisa lihat Shania yang tinggi semampai tapi kini agak berisi, lagi jalan-jalan diatas bantalan rel. Seperti biasa. Seperti malam yang sudah-sudah. Dan aku langsung menghampirinya. Duduk dipinggir rel kereta yang menjorok kebawah. Kedua kakiku menggantung. Sebentar memperhatikan Shania dengan kusimpan daguku diatas gitar. Aku jadi ingat lagi tentang sahabatnya Shania yang tadi sore aku lihat dalam insiden kecil itu.

"Apa aku kasih tahu Shania soal dia? Shania kira-kira bakal gimana ya?" Gumamku disela masih menatap tingkah Shania.

"Apa dia akan baik-baik saja kalau aku kasih tahu tentang pertemuan tak sengajaku dengan sahabatnya itu? Aduh. Bingung. Kasih tahu gak ya?" Hatiku masih labil.

"Kalau aku kasih tahu. Nanti Shania bertanya ini itu. Aku gimana jelasinnya? Tapi kalau aku gak kasih tahu. Shania mungkin gak akan berhenti dengan kegiatan gak pentingnya ini. Terus kalau aku kasih tahu. Memangnya Shania akan percaya? Karena aku sendiri aja ada diambang percaya- gak percaya dengan siapa yang tadi aku lihat. Tapi aku yakin dan gak salah kalau perempuan yang tadi aku tabrak itu memang sahabatnya Shania. Terus aku kudu piye iki? Haduh!"

Tahu ahh pusing. Daripada mendengarkan kelabilan hatiku. Mending aku main gitar. Nyanyi-nyanyi tjantik.

"Andela..."

Tangan kananku yang baru mau memetik senar gitar jadi berhenti seketika, alias kaget. Shania teriak cukup kencang dari tempatnya berdiri diatas bantalan.

Aku jadi aja senyum terus sok-sok melambai ala member JKT48 sama Fansnya, pada Shania. Lalu dia bergegas jalan kearahku.

"Kamu kesini juga?" Tanyanya polos.

"Iya. Soalnya kata Mama kamu. Kamunya pergi pas sore. Terus aku tebak deh kalau kamu pasti pergi ketempat ini!" Jawabku plus plus.

"Maaf ya ngerepotin."

"Hah. Oh. Ya.. ya. Gak apa-apa kok, Shan. Tapi.. kalau nanti liburanku habis terus aku harus balik ke Solo. Kamu jangan main kesini lagi ya. Apalagi sendirian. Kan bahaya!" Ucapku hawatir. "Tante juga pasti hawatirin kamu. Mau janji?" Aku menembak Shania untuk memberikan janjinya agar tak lagi datang ketempat ini sendirian.

Shania belum merespon. Dia malah jadi diam mikir.

"Ya kalau kamu kangen sama sahabat kamu. Kamu mending mainnya ke taman aja. Disana lebih asik kan?" Aku tambah lagi ucapanku. Agar Shania mau berjanji.

Bukannya menjawab. Shania malah menarik nafas panjang. Terus... dia pergi main lagi diatas bantalan rel. Susah memang kalau nyuruh orang buat move on.

Bukan tidak mau memikirkan Shania. Tapi apa mau di kata? Apa yang bisa dilakukan? Shania ternyata tetap memilih kegiatan malamnya ini. Bukan menyambut ucapanku dalam janjinya. Yaudah!

Kembali aku mulai untuk mainin gitar dengan lagu yang sama. Lagu galau untuk Shania.

The Girl Who Can't Be Moved. Sengaja ku ubah judulnya biar jadi Shania bangget. Hahaa....

Going Back to the corner.. where I first saw you. Gonna camp in my sleeping bag, I’m not gonna move.

Got some words on cardboard, got your picture in my hand. Saying,

“if you see this girl can you tell her where I am”

Some try to hand me money, they don’t
understand. I’m not broke, I’m just a broken hearted man.

I know it makes no sense, but what else can I do?

How can I move on when I’m still in love with you?

Cause if one day you wake up and find that
you’re missing me. And your heart starts to wonder where on this earth I could be.
Thinkin maybe you’ll come back here to the place that we’d meet. And you’ll see me waiting for you on the corner of the street.

So I’m not moving, I’m not moving....

Baru juga masuk chorus pertama di lagu ini. Aku melihat ada seseorang berjalan dari peron disebrang sana. Ku hentikan petikan gitarku dan suaraku yang cukup enak didengar. Lalu Ku kerungkan kedua mataku untuk bisa melihat siapa yang jalan.

Saat aku masuk lebih dalam di kerungan bola mataku. Seketika mataku terbelalak. Itu... dia sahabatnya Shania.

Aduduh. Dia mau nyamperin Shania? Gak mikir apa ya? Gimana kalau Shania kaget. Secara udah 4 tahun lebih orang itu menghilang. Terus sekarang.. jreng... jreng. Mau muncul lagi setelah kepergiannya yang tanpa konfirmasi dan tiada klarifikasi. Halah ribet.

Langsung Aku simpan gitarnya dan turun menginjakkan kakiku diatas rel. Bermaksud menghampiri Shania yang akan di hampiri sahabatnya.

Posisi Shania saat ini tengah berjalan diatas bantalan rel dengan arah jalannya mengarah padaku. Sementara sahabatnya yang juga sudah turun menginjak rel kereta. Berjalan dibelakangnya Shania.

Jadi sekarang, Shania tepat ditengah antara aku sama Beby (Jadi ingat kan namanya. Padahal tadi pagi sempat lupa. Malah saat bertemu tidak ada kelebat nama itu sama sekali).

Aku sama Beby berjalan untuk akhirnya bisa dekat pada Shania. Dan saat kita sudah dekat pada Shania terus Shanianya berhenti karena aku ada didepannya kini. Aku coba manggil nama Shania. Tapi aku kalah oleh Beby. Dia bisa lebih dulu manggil nama Shania.

"Shania..."

Bisa kulihat wajah Shania mengerung saat namanya dipanggil. Mungkin dia pikir aku yang manggil makanya di sela kerungannya dia memperhatikan aku.

"Shania... apa kabar?"

Semilir angin terasa kuat berhembus saat suaranya Beby terdengar lagi. Dan Shania... kerungannya sudah biasa. Tapi aku gak tahu apa yang kini ada dalam hatinya. Karena dia sudah tahu bukan aku yang bersuara. Dan mungkin juga sekarang Shania sudah mengenali pemilik suara yang menggema diarea kita saat ini. Aku hanya bisa diam menyaksikan.

Sedikit demi sedikit. Shania memutarkan badannya dan... yang aku lihat sekarang wajahnya Beby. Dia tersenyum pada Shania. Sahabatnya Shania yang jahat itu senyam-senyum pada Shania. Sok manis lau mb. Ehtapi dia manis kok. Beneran!!

"...Hai, Shanju?"

Kembali Beby menyapa. Dengan lengkungan senyum yang belum hilang.

"Kamu siapa?"

Kusut. Shania bilang apa tadi? 'Kamu siapa?' Hah aku bingung. Aku gak bisa lihat bagaimana wajah Shania pas bilang 'Kamu siapa?'. Tapi aku bisa begitu jelas melihat bagaimana wajahnya Beby. Yang tadinya melengkung senyum manis. Kini jadi garis lurus dengan kerungan diwajahnya. Dia kayaknya bukan hanya bingung tapi kaget juga.

"Sshania.. ini aku. Beby!"

Dalam wajah kaget, bingung dan lain-lainnya. Suara Beby kembali terdengar tapi agak takut gimana gitu. Untuk menegaskan siapa dirinya yang ditanya 'Kamu siapa?' oleh Shania.

"Beby? Beby siapa? Aku gak kenal sama kamu!"

Jawaban Shania...? Saiki. Apa ini. Apa dia lupa sama sahabatnya sendiri? Apa mungkin? Kenapa jadi begini. Padahal kan kemarin jelas Shania bilang kalau dia.-

"Andela. Aku mau pulang. Kita pulang sekarang ya?"

"Hah? Oh. Ah. Iya... iya.. ya. Emm.. kita pulang!" Kaget aku dengan ajakan Shania yang wajahnya sudah berbalik kearahku dan membelakangi Sahabatnya.

Tanpa banyak diam. Shania segera menyentuh tanganku untuk kemudian mengajakku pergi dari hadapan Beby. Saat ajakan itu, aku masih sempat melihat wajahnya Beby yang... kasihan juga aku lihatnya. Dia seperti di totok. Diam aja mematung melihat Shania yang pergi bersamaku.

Gimana perasaan Beby saat ini yaa? Digituin sama sahabatnya sendiri.

Maybe you wont mean to, but you’ll see me on the news.
And you’ll come running to the corner... cause you’ll know it’s just for you.

So I’m not moving, I’m not moving,

Cause if one day you wake up and find that
you’re missing me. And your heart starts to wonder where on this earth I could be.

Thinkin maybe you’ll come back here to the place that we’d meet. And you’ll see me waiting for you, on the corner of the street.

I’m not moving, I’m not moving....


2 komentar:

Sebuah cerita, penyampai kata tak terucap.