Sabtu, 20 Desember 2014

Wherever You Are




So lately, been wondering
Who will be there to take my place
When I'm gone you'll need love
To light the shadows on your face

If a great wave shall fall
and fall upon us all
Then between the sand and stone
Could you make it on your own

Sampai sekarang belum ada lagi yang duduk disebelahku Beby. Belum ada yang mengambil tempat dudukmu dibangku putih ini. Kamu pergi seenak hati tanpa memberi pesan hanya meninggalkan kesan menyebalkan. Yang sekarang masih setia menerangi wajahku yang tampak redup oleh butiran air mata.

Kamu bisa lihat aku gak? Lihat deh wajahku yang.. yang nekuk terus karena kutukan diri sendiri atas kebegoanku yang tidak menyadari pesan dari lagu itu.

Kamu bisa dengar aku gak? Dengar deh suara parau aku yang ku keluarin dengan lagu kebangsaan kamu ini.

If I could, then I would
I'd go wherever you will go
Way up high or down low
I'll go wherever you will go

Run away with my heart
Run away with my hope
Run away with my love

Satu tahun.. Hanya bisa ku menghela nafas ketika kembali untuk kesekian-sekian kalinya dalam hari dihidupku yang telah berantakan, Aku duduk dibangku putih taman rahasia kita. Iya kita. Aku sama kamu.. Beby.

Haaa.. bisa lihat gak? Ini serius! Tidak ada siapapun disini. Hanya aku dan lamunanku yang begitu dalam memikirkanmu.

Apa harus ada seseorang dulu duduk disini menemaniku?

Menggantikanmu untuk kubasahi punggungnya ketika aku bercerita sedih lalu menangis, tapi aku tak mau kamu lihat saatku tengah menangis?

Menggantikanmu untuk kupakai bahunya lalu kupukul pelan dengan tawa lepas ketika aku bercerita tentang hal yang lucu, seru, menggelikan, lalu disambut ekspresimu yang menggemaskan?

Menggantikanmu dengan semua perangai yang sama persis sama kamu agar aku tak merasa sepi sendiri?

Menggantikanmu sebagai seorang.. sahabat yang telah pergi entah kemana! Apa harus seperti itu?

Mungkin memang seharusnya seperti itu. Seperti yang kamu kodekan dilagu kebangsaanmu yang sampai setahun ini masih setia kudengarkan. Tapi kamu tidak tahu bukan? Sulit buatku melakukan hal itu. Kamu pergi membawa semua apa yang kumiliki. Hati. Harapan. Bahkan cinta. Cinta yang lebih berwujud sayang teruntuk seorang sahabat. Apa kamu bisa dengan mudah melupakan dan menggantikanku dengan sahabat lain disana. Disuatu tempat yang tidak aku ketahui itu?

Kalaupun kamu telah bisa melupakanku. Aku tidak akan pernah melupakanmu. Dalam pikiran dan hatiku.. kamu akan tetap ada. Selamanya. Tak perduli kehidupan apa yang akan kujalani. Tak perduli moment baik sampai indah menakjubkan apapun yang akan kulewati, ketika aku duduk menyendiri di bangku taman ini sepulang sekolah. Aku akan terus berharap kamu datang lagi. Semoga.

If I could turn back time
I'll go wherever you will go
If I could make you mine
I'll go wherever you will go

And maybe, I'll find out Away
to make it back someday
To watch you, to guide you
Through the darkest of your days

Jadi kamu pergi kemana Beby? Bisakah aku ikut pergi kemanapun kamu pergi?! Aku akan ikut sama kamu melewati jalanan tanjakan landai atau menyusuri jalanan turunan yang curam. Melewati setiap hari dengan kisah menyenangkan ataupun menyedihkan.

Terus kapan kamu balik dari tempat yang sekarang kamu jadikan hunian setelah meninggalkan aku? Apa jangan-jangan kamu sekarang sedang memperhatikanku di sudut yang tidak bisa kulihat?

Terus siapa juga yang nanti akan bawa kamu balik ketempat ini. Memperhatikan aku lagi. Melewati setiap hari bersama lagi?

Aku tahu kehidupan ku harus terus berlanjut meski kamu sekarang gak ada. Tapi apa gak bisa, setidaknya aku mengucapkan dulu selamat tinggal saat kamu memutuskan untuk pergi ketempat yang tidak aku tahu itu. Ketempat yang mungkin tidak ada di peta itu?

Dua tahun.. aku merasa mulai capek Beby. Helaan nafaskupun entah kemana sudah jarang kutarik hanya bernafas seadanya seperti biasa. Apa mungkin aku sudah mulai jenuh menunggu kembalinya kamu yang bahkan selalu kupungkiri kalau kamu tidak akan pernah kembali. Karena kenyataannya sudah selama ini aku berteman dengan sepi ditemani hembusan angin menunggu kamu. Hingga musim berganti yang terasa lebih cepat dari hari dikalender tidak sempat kusadari.

Dan tanpa kamu tahu.. lagu menyebalkan itu sudah jarang juga kudengarkan. Tapi kamu tak perlu marah, karena aku menduakan lagu kebangsaanmu dengan lagu yang tak sengaja kudengar ketika aku "ditahan" dirumah beberapa hari yang lalu, saat badanku yang bersuhu normal tiba-tiba meninggi membuat Mama panik, cemas, sampai mode overprotectivenya keluar.

Meskipun begitu. Sekarang. Saat ini. Aku kembali duduk dibangku putih yang catnya mulai memudar kusam. Aku masih duduk disini menunggu dengan harapan. Sendirian. Sen..dirian.

Akankah kamu kembali pulang ketempat ini?

I’m telling you
I softly whisper
Tonight tonight You are my angel

Aishiteru yo Futari wa hitotsu ni Tonight… tonight… I just say…

Wherever you are, i always make you smile. Wherever you are, i'm always by your side. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever” right now..

Aku tidak mau jenuh. Aku mau tetap bertahan. Aku sayang sama kamu Beby. Aku mau tetap menunggu kamu datang dan menghampiriku lagi disini. Tak mengapa meski saat ini gerimis turun terus nanti berubah jadi badai dalam guyuran deras membekukan aliran darah, membasahi badanku hingga membuatku sakit pada akhirnya. Aku akan tetap menunggu. Menunggu dalam harap. Yaa.. Siapa tahu kamu tiba-tiba datang terus memayungi badanku yang sudah kuyup, seperti dulu.

Saat aku merasakan kecewa, aku sedih terus lari ketempat ini. Kamu yang menemukanku. Kamu memberikanku perlindungan dengan membiarkan badan kamu basah kehujanan. Kamu bilang...

 "Kalau kamu sakit siapa yang nanti cerewet bercerita? Siapa yang memberikanku hiburan saat aku merasa diasingkan orang lainnya? Siapa yang akan menemaniku disekolah?"

Haha.. kamu terus saja bicara dengan tetap berdiri memayungiku yang malah berkata menyuruhmu untuk pergi karena aku tidak mau kamu melihatku menangis. Tapi kamu malah jawab..

 "Aku tidak melihatmu menangis. Wajahmu yang sudah basah itu bukan karena air mata. Tapi karena air hujan."

Dan itu jelas bisa membuatku akhirnya tenang. Entah apalah tapi kamu selalu bisa membuatku merasa nyaman.

Aku merindukan itu. Merindukan kebiasaan tingkah tak terdugamu yang bisa membuatku tersenyum lebar. Tertawa lepas. Apa kamu merasakan hal yang sama?

I know now, just quite how My life and love might still go on In your heart, in your mind I'll stay with you for all of time.

I'll go wherever you will go
I'll go wherever you will go

Kalau saja waktu itu aku lebih peka sama perubahan warna di wajah kamu. Aku akan bilang Jika aku bisa. Aku akan pergi kemanapun kamu pergi!

Kalau nanti kamu bisa balik lagi kesini, aku pasti selalu duduk dibangku ini. Menunggu hari dimana kamu kembali. Menunggu kamu muncul tiba-tiba dibangku yang biasa kita duduki terus kamu bilang.. Maaf ya datang terlambat. Biasanya aku kan ngambek tuh kalau kamu muncul tiba-tiba dalam keterlambatan kamu itu. Tapi itu gak beneran kok. Itu cuma akting aja. Kalau nanti kamu ngelakuin itu lagi, aku akan menarik tangan kamu dengan senang biar kamu duduk disamping aku dan gak pergi-pergi lagi.

Tiga tahun.. apa yang sebenarnya sedang kulakukan? Aku masih tetap bernafas. Masih tetap bisa melihat. Meraba. Bahkan menerawang. Hanya saja aku tetap belum melihat adanya tanda-tanda kehadiranmu didekatku. Apa kamu masih hidup? Kamu masih ingat aku, gak? Dimana kamu sekarang sebenarnya?

Berapa kali musim panas dan hujan aku lewati disini sendirian tanpa teman apalagi sahabat, dengan dalih aku masih memiliki sahabat yang tengah kutunggu kedatangannya? Aku lupa! Serius. Aku lupa itu Beby.

Karena yang aku ingat.. akan ada kamu dengan senyum lesung dikedua pipimu berjalan menghampiriku. Saat angin sedang berhembus kamu terus saja jalan hingga ponimu tersibak, kedua tanganmu sibuk mencoba merapikan agar keningmu yang jenong itu tak terlihat. Hahaha..haah :'(

Hemm. Kalau kamu mau tahu apalagi yang aku lupa tentang penantianku. Aku mulai lupa bukit berbangku tempatku biasa menantimu. Aku lupa taman itu. Dari musim yang mulai tak kuketahui perubahannya, hingga lupa jalan ketaman. Sangking lebih seringnya dapat "kurungan" dari Mama. Tapi untungnya ada yang masih bisa membuatku ingat tentang kamu yang masih setia kunantikan. Membuatku masih sadar melihat, berjalan, mengatur nafas, melalui hari di setiap angka dalam kalender untuk menunggumu. Stasiun Kereta Api.

Masih ingatkah kamu dengan tempat itu, Beby?

I don’t need a reason
I just want you baby
Alright alright.. Day after day

Kono saki nagai koto zutto
Douka konna boku to zutto
Shinu made Stay with me
We carry on…

Wherever you are, i never make you cry. Wherever you are, i'never say goodbye. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever” right now.

Entahlah bagaimana rupaku saat ini. Lusuh? Kucel? Kumel? Dekil mungkin? Atau bagaimana dengan kantung mataku? Dengan warna kulit di wajahku? Hitam? Pucat? Haaa.. siapa perduli!

Aku ketempat ini berjalan sendirian. Kubiarkan tatapan aneh, mungkin kasihan, apa ada yang berniat menculikku mungkin. Memberikan penilaian masing-masing ketika aku meleweti mereka semua. Dan yang lebih parah dari tatapan berbagai nilai itu... saat senja mulai nampak aku baru beranjak dari rumah, menyusuri jalanan menuju stasiun kereta api.

Hvft. Pantas orang-orang menatapkan pandangan asing dalam gerutuan. Tapi biarkan saja. Siapa perduli!? Bahkan Mama sendiripun sudah mulai hilang asa untuk menahanku melakukan kegiatan abnormal kayak gini. Sepertinya tingkahku semakin parah. Kacau.

Kamu tahu gak, Beby? Rasanya jarak antara rumah dengan stasiun begitu dekat, hingga senja hilang berganti malam pekat, aku baru sampai disana.

Duduk-duduk manis memandang langit yang tak berteman persis sepertiku. 
Mengayun-ayunkan kedua kakiku diatas jorokan ke bantalan rel kereta dengan tempo tidak barengan persis seperti kita yang sudah lama tidak bareng. Lalu turun jalan-jalan diatas bantalan rel dengan musik mengalun membuatkan gema dalam telingaku.

Aku tak butuh alasan untuk bertingkah seperti anak hilang diatas bantalan rel ini, karena hanya dengan melakukan itu aku bisa merasa dekat denganmu. 

Dalam perjalananku yang masih panjang. Aku mau tetap bersamamu meskipun hanya dalam kenangan, akan terus kuhadapi. Sampai kapanpun, saat aku tak bisa lagi berharap. Karena yang aku inginkan hanya kamu dan terus bersamamu. Menyedihkan.

Wherever you are, i always make you smile. Wherever you are, i'm always by your side. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever” right now.

Bokura ga deatta hi wa
futari ni totte ichibanme no kinen subeki hi da ne

Soshite kyou to iu hi wa
futari ni totte nibanme no kinen
subeki hi da ne

Kokoro kara aiseru hito
Kokoro kara itoshii hito
Kono boku no ai no mannaka ni wa itsumo kimi ga iru kara

Hmm.. aku sebenarnya udah gak mau larut dalam kesedihan ini, Beby. Kamu yang disana pasti gak mau kan lihat aku sedih. Aku juga sama. kemanapun kamu pergi. Dimanapun kamu sekarang. Kamu gak perlu sedih. Pesan kamu dalam lagu itu udah aku dengerin kok.

Kapan kenangan terpenting dalam hidup kita akan kembali terulang?

Kalau kamu masih ingat saat kita saling bertemu di sekolah namun tak saling kenal. Hingga kita bertemu di kompleks ini dan akhirnya sadar kita ternyata dekat. Saat kita menemukan taman dibukit ini.

Setiap pertemuan kita adalah hal terpenting yang selalu kutuliskan dalam sebuah memori untuk kemudian kukenang indah. Aku akan tetap menunggu. Sampai habis waktu di dunia, untuk berjalan bersamamu. Memegang erat tanganmu. Aku akan tetap menunggu. Sampai habis waktu didunia, untuk berjalan disampingmu. Sampai habis waktu...

Jadi kapan kamu akan kembali menemuiku agar aku bisa menjadikan pertemuan kita sebagai hal penting kedua untuk bisa kukenang lagi nantinya?

Empat tahun... kurang bego apa aku? Sudah selama ini aku menunggu kembalinya kamu. Taman dibukit. Bangku putih. Sudah lama kulupakan. Mungkin rumput liarnya sudah tinggi-tinggi. Mungkin bangku putihnya sudah tak nampak putih. Biarkan. Aku sudah lupa. Kenangannya membuat kepalaku rasanya ingin pecah. Dan dua tahun ini aku menghabiskan waktu dalam hidupku menjemputmu dari dunia yang entah dimana. Disini. Stasiun kereta api. Senja berganti malam tak pelak menuntun ke pagi buta, aku habiskan sendirian. Haaa.

Harapku sempat tinggi ditempat ini tapi kemudian menurun.. terus menurun.. semakin menurun seiring ketidakjelasan hidup yang kujalani. Aku masih hidup atau enggaknyapun aku tidak tahu pasti. Rasanya hampa. Pernah aku membaca..

'Bagian tersulit dari perpisahan bukanlah saatku melangkah pergi. Namun saatku sadar bahwa kenangan selalu ada.'

Iya itu. Kenangan. Rasa hampa yang membuat hidupku berantakan ini karena terlalu banyaknya kenangan tentang kamu. Bagaimana bisa aku membiarkanmu hilang bersama waktu pasti yang kulalui, jika setiap aku diam yang kupikirkan itu kamu, setiap gerakpun yang kuingat tetap kamu. Kenangan kita.

I’m telling you
I softly whisper
Tonight tonight You are my angel

Aishiteru yo Futari wa hitotsu ni Tonight… tonight… I just say…

Wherever you are, i always make you smile. Wherever you are, i’m always by your side. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever” right now.

Sore ini aku kembali berjalan masih dengan kedua kakiku. Kedua matakupun masih kutatapkan kedepan. Dan pikiranku.. masih juga isinya tentang kamu. Yang kalau saja kamu tengah memataiku kamu pasti akan lihat sendiri bagaimana aku hidup tanpa kehidupan.

Apa memang seperti ini yang kamu rencanakan padaku, Beby? Kenapa tidak kamu suruh saja kang pukul untuk memukuliku habis. Akan aku biarkan mereka menyiksaku dan kamu melihatnya secara bebas bahkan gratis. Daripada kamu siksa aku lewat kepergian tak berjejak. 

Meski aku bilang kemanapun. Dimanapun. Dengan siapapun. Dan apapun yang kamu katakan. Aku masih tetap disini menung...,

"SHANIAAAAAAAA!!!"

Haaaaa... kenapa remang...? Kepalaku... Siapa dia..?

"Shania..? Kamu dengar aku? Shania!"

...Beby..? Kamukah...,

kenapa rasanya lemas banget.

"Pak tolong Pak, panggilin ambulance. Shania kamu masih bisa dengar aku? Shania!"

Aku tak bisa melihat jelas. Kepalaku sakit. Apa kamu Beby? Kamu kembali juga akhirnya.. Beby aku................,


****
Badanku rasanya masih lemas. Kali ini pertanyaanku serius. Apa aku masih hidup? Sepulangnya dari rumah sakit aku tak banyak gerak hanya tiduran dengan kegiatan kecil lainnya (Makan. Minum obat) itu juga dipaksa.

Coba menarik tubuh malah berasa melayang. Ku pejamkan dulu mataku untuk meredam rasa sakit sedikit yang melayang-layang hingga membuat tubuhku terasa ringan. 

Masih siang atau sudah sore? Kupaksakan saja untuk beneran bangun. Sudah lama rasanya gak ke stasiun kereta api. Apa jangan-jangan Beby sudah ada disini lagi? Ahh.. aku harus kembali kesana. Aku tak mau melewatkan kembalinya Beby untuk nantinya kusambut dan aku menjadi orang pertama yang dia lihat diperon kereta ...

"Gak apa-apa?! Kenapa harus maksain bangun kalau masih pusing?"

Aku buka pelan kedua mataku yang sesaat sebelumnya mencoba kembali bangun dari duduk bermaksud jalan, namun ternyata ringannya badanku malah tak bisa kukendalikan. Aku tersungkur.

Siapa dia? Aku bisa lihat wajahnya yang tengah melihat kearahku dengan cemas.

Coba untuk berdiri. Lepaskan diri darinya "Ughhhh..sss" Payah. Ada apa dengan tubuhku? Mataku kembali kupejamkan karena rasa pusingnya cukup mengganggu. Hingga aku merasa tidak sanggup untuk tegap.

"Udah dibilang ndak usah maksain kalau masih pusing!"

Kembali dia bicara. Siapa dia sebenarnya? Kenapa dia bisa ada dirumahku? Kenapa juga dia bisa ada dikamarku?!

"Mending kamu rebahan lagi. Kondisi kamu pasti belum pulih betul. Aku bantu ya?"

Kedua tangannya yang ada pinggangku dia tarik satu untuk memapahku. Dengan dia ambil lengan kananku lalu ia lingkarkan dilehernya dan sebelah tangannya masih dia diamkan dipinggangg seperti awal tadi saat dia menangkapku yang hampir jatuh.

Siapa dia sebenarnya? Mama dimana? Terus kamu dimana Beby? Hemm.

"Mau minum ndak?"

Lagi-lagi dia bicara dengan logat seperti orang jawa timur apa tengah tak tahulah.

"Aku ambilin bentar. Tapi kamu jangan bangun lagi ya? Nanti kepalanya keleyengan, siapa yang mau nangkep kalau jatuh? Jatuh itu sakit loh. Hehee"

Seringainya terlihat tulus. Siapa gadis ayu berambut panjang dengan poni samping menutup keningnya ini? Aku tidak menjawabnya. Siapapun dia, tidak mau aku ambil ingat.

Melihat langit-langit kamar.. sejak kapan langit kamarku berubah warna?

Jadi ingin melihat semua isi didalam kamar..

Kenapa gordennya yang itu? Lemari kenapa jadi bergeser letaknya? Meja belajarku? Tempat aku biasa menyimpan boneka? Rak foto kita mana Beby? Kenapa rak foto yang kita buat tidak ada didinding itu? Pasti Mama yang melakukan semua ini. Tapi untuk apa? Sejak kapan juga?

Aku kembali menarik badanku yang menyatu dengan tempat tidur untuk menemui Mama dan menanyakan dimana rak foto aku sama Beby. Itukan kenangan nyataku bersama Beby satu-satunya. Mama ahh.

"Andela kembali...."

Belum juga bangun. Gadis itu sudah kembali masuk kamarku. Andela? Jadi namanya Andela.. haaaa siapa perduli!

"Nih, Shan. Aku ndak cuma bawain kamu air minum aja. Tapi aku bawain kamu nasi tim ati ampela sama ada kentang gorengnya loh. Waiki pasti mantep. Mamamu yang bikin. Tadi beliau pesan kalau kamu udah bangun suruh makan nasi tim yang udah disiapin biar bisa minum obat udahnya."

Dia masih terus bicara tapi aku tak mau menggerakan bibirku untuk menanggapi apa hanya sekedar senyum. Malas. Aku malah kembali melihat sudut dimana tadinya ada rak dengan banyaknya foto aku sama Beby.

"Kamu makan yah? Aku suapin deh."

Hanya melihat dia yang sedang mengangkat sendok untuk disuapkan padaku, sekilas. Aku kembali melihat sudut itu lalu menyusur sudut lain siapa tahu Mama memindahkan kesebelahmana gitu.

"Kamu ndak mau makan ya? Nanti Mama kamu marah sama aku? Emm.. nanti juga kamu susah buat bangun. Sekarang aja kamu lemas kan? Atau.. kamu ndak mau makan karena aku yang nyuapin?"

Sepertinya dia tidak melihat saat aku mengerung sedikit mendengar ucapan terakhirnya. Apa yang dia lakukan. Apa yang terakhir dia ucapkan. Kenapa dia seperti Beby?

 "Kamu kan lagi sakit Nju. Kalau kamu enggak makan gimana mau sembuh? Gimana ada tenaga untuk main? Kepalanya makin pusing nanti kalau gak makan terus minum obatnya. Ayolahhh makan dikiiiiit aja. Ya? Atau.. kamu nggak mau makan karena aku yang nyuapin?"

Aku beneran masih rindu sama kamu Beby. Aku lagi sakit. Kamu baliklah kesini. Aku mau kamu yang nyuapin aku.

"Huft. Yaudahdeh kalau emang ndak mau makan. Aku taro sini ya nasi tim sama minum plus obatnya. Maaf kalau bikin kamu risih."

Yang aku sadar dia sudah tidak ada didepanku. Kemana gadis itu?

(-- )
Sudah berapa lama aku tidak kesini? apa Beby ada datang? dia pulang lagi kesini gak ya?

Duduk dengan kaki menjulur kebawah aku diam mengheningkan cipta lagi. kembali seakan pikiranku di setting otomatis aku memikirkan lagi kamu dengan kedua daun telingaku kupasangi earphone mendengarkan lagunya one ok rock yang wherever you are.

I’m telling you
I softly whisper
Tonight tonight You are my angel

Aishiteru yo Futari wa hitotsu ni Tonight… tonight… I just say…

Wherever you are, i always make you smile. Wherever you are, i'm always by your side. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever” right now.

I don’t need a reason
I just want you baby
Alright alright.. Day after day

Kono saki nagai koto zutto
Douka konna boku to zutto
Shinu made Stay with me
We carry on…

Wherever you are, i always make you smile. Wherever you are, i’m always by your side. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever” right now

Wherever you are, i never make you cry. Wherever you are, i'never say goodbye. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever” right now.

Bokura ga deatta hi wa
futari ni totte ichibanme no kinen subeki hi da ne

Soshite kyou to iu hi wa
futari ni totte nibanme no kinen subeki hi da ne

Kokoro kara aiseru hito
Kokoro kara itoshii hito
Kono boku no ai no mannaka ni wa itsumo kimi ga iru kara

Wherever you are, i always make you smile. Wherever you are, i’m always by your side. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever” right now.

Huft. Apa salah aku menjalani kehidupanku yang sekarang hanya untuk menunggumu? Apa kembalinya kamu itu beneran hanya sebatas mimpi?

Aku selalu dan terus tak henti berusaha meyakinkan diri bahwa disuatu tempat sana kamu juga sama seperti aku yang hanya diam melamun mengharapkan kedatangan kamu. Kita bertemu lagi disini.. ditempat kamu melepaskan aku.

Aku nggak mau membuat kamu menangis. Kamu seperti itu gak sama aku?

Aku gak mau kamu menghawatirkan keadaanku seperti aku menghawatirkanmu. Kamu seperti itu juga gak ke aku?

Aku mau kamu tetap membiarkan aku jadi sahabat kamu yang selalu ada disamping kamu saat suka ataupun duka, walau kini ada jarak tak terlihat antara kita. Kamu berfikir seperti itu juga nggak?

Apapun yang kamu katakan disana pada orang-orang yang kamu temui. Aku akan tetap bungkam karena aku hanya ingin memperdengarkan suaraku didepan kamu. Seperti itujugakah harapanmu terhadapku?

Anganku ku barengi dengan gerakan hendak menuruni tempat duduk untuk melakukan hal biasanya (jalan diatas bantalan rel)

Aku butuh jawaban. Aku butuh kabar. Aku tidak mungkin seperti ini terus Beby. Aku tidak sekebal itu.

Kamu tahu? Ada saudara sepupuku dirumah. Kusadari hadirnya saat aku sakit, padahal kata Mama ketika bercerita diatas meja makan. Dia sudah mau 4 hari ada dirumah, katanya menghabiskan waktu libur sekolah untuk menemaniku. Lihatkan Beby? Dan setelah kejadian dijalan waktu itu.. perlahan dia selalu bisa kulihat. Bisa kudengar ucapan yang bahkan tanpa balasan dariku selalu dia keluarkan. Dan dia juga...,-

Belum juga aku turun. Lagu yang kuputar sudah habis dan siap mengulang otomatis (hanya satu lagu itu yang selalu kuputar ulang. Berulang.) Dan dari jeda putaran lagu aku Sedikit bisa mendengar sayup suara petikan gitar dengan iringan suaranya yang biasa saja. Bagian otak mana yang menyuruhku aku sendiripun tidak tahu. Aku tidak jadi turun ke bantalan rel malah diam duduk termenung mendengarkan petikan gitar dengan vocalnya yang khas mengiringi petikan dalam sebuah lagu berbahasa inggris. Tidak hanya duduk. Tanganku dengan cepat mematikan player musik yang sedaritadi menggemakan lagunya One Ok Rock lalu aku mendengarkan lagu yang tengah dinyanyikannya.

Dialah saudara sepupu yang aku bilang. Andela namanya. Dia selalu mengikutiku ketempat ini. Menemaniku dalam diam dibelakang. Mungkin dia disuruh Mama. Dan kali ini. Untuk pertama kalinya aku baru tahu kalau ternyata dia tidak hanya duduk diam mengikuti dibelakang menemaniku sekaligus mengawasi, tapi dia juga memainkan gitar. Mungkin dia bosan mengikuti dan hanya duduk diam manis memanyunkan bibirnya melihat tingkah anehku.

Aku hanya duduk diam dengan akustikan dan suaranya. Dia yang sering menemaniku sekarang Beby. Haruskah aku menggantikan posisimu dengannya? Diakah yang Tuhan kirim untuk mengembalikan kehidupanku agar kembali normal? Tidak mungkin. Diakan hanya sementara disini. Dia hanya liburan dan besok lusa bisa saja dia kembali pulang ke rumahnya disana. Terus aku sendirian lagi.

Seolah angin tahu berapa lama biasanya kuhabiskan penghujung hari ditempat ini. Hembusannya mulai terasa dingin menusuk. Aku beranjak dari duduk dengan hantaran alunan akustik lagunya... aku tidak tahu lagu siapa yang Andela mainkan. Tapi itu smooth. Enak didengar tak enak diresapi. Seolah rasa sakitnya dilagu itu sampai keperasaanku.

"Kamu apa ndak kedinginan yo Shania. Baju yang kamu pake itukan tipis terus cuma dilapisi sweater tipis juga?"

Andela jalan disampingku. Mungkin sebelumnya juga seperti ini tapi aku tidak menyadari.

"Kamukan baru sembuhan dari sakit kemarin. Entar sakit lagi gimana? Kasihan toh badannya. Kamunya juga kasihan harus minum obat terus. Hmm."

Dengan gitarnya dia gendong dipunggung dia kembali bicara. Dan seperti apa yang aku bilang.. dia terus saja bicara padahal aku tidak menang..,-

"Raglan yang ku pakai lebih tebal dari sweatermu. Kamu lebih butuh jaket ini, Shania. Biar gak sakit lagi. Hehee."

Mengerung sesaat melihat tangan sebelah kanannya yang ada didepan badanku karena dia tengah menyimpan jaketnya dipunggungku. Aku tidak menyadari pergerakannya yang sesaat bicara lalu sesaat setelahnya dia berhasil membuatku melihat kearahnya. Menghentikan sejenak langkahku dan aku menatapnya. Apa yang dia lakukan? Kenapa dia lagi-lagi mengingatkanku sama kamu Beby.

"..emmm maaf Shania. Kamu ndak suka ya pakai jaket punyaku? Apa aromanya bau gitu? Atau itu ganggu kamu ya? Aduh aku..,-"

Tidak kudengarkan lagi suaranya aku kembali jalan. Andela benar-benar ngingetin aku sama kamu. 

Saat itu.. kita pulang kemaleman dari bukit karena ketiduran disana. Dan aku gak bawa jaket, terus kamu tanya aku dengan basa-basimu. Jelas aku menolak. Karena kalau aku pakai jaket kamu, kamunya gimana? Nanti malah kamu yang sakit. Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu lucuti jaketnya dan kamu pakaikan dipunggungku

 "Akumah udah biasa. Udah kebal sama angin. Jadi gak akan kenapa-kenapa. Kamu lebih butuh jaketnya, aku gak mau kamu sakit."

Saat aku coba menolak padahal kamu sudah bicara seperti itu. Aku rangkul saja kamu biar jadi dekat sama aku terus ceritanya kita berbagi jaket. Dan aku ingat betul bagaimana ekspresimu saat itu. Konyol. Tapi itu menyenangkan. Kapan kamu akan melakukan itu lagi sama aku, Beby?

( --)
Masih terus seperti ini? Aku tidak begitu tahu bagaimana cara menghentikan laju aktifitasku yang diatas normal ini. Aku ingin menghentikannya tapi entah kenapa bayangan kamu, kenangan kita. Seperti menahan paksa agar aku tak kembali.

Mau sampai kapan kamu menyiksaku seperti ini Beby? Kembalilah. Atau paling tidak.. berikanlah aku kabar, walau hanya via suara. Karena sejauh apapun kamu. Sepanjang apapun jarak kita. Langit yang kita pandangi tetap sama kan? Dan suatu hari nanti kita akan kembali bertemu. Iyakan?

"..Shania?"

Tiba-tiba saja dia menghentak lamunanku dengan suara panggilannya. Aku tidak tahu pasti sudah berapa lama Andela berdiri disebelahku, memanggilku dengan... payung ditangan kirinya. Dia memayungiku? Memangnya sedang hujan?

"Kita harus kepinggir Shania. Sebelum hujannya mulai deras."

Katanya masih dalam posisi berdiri. Dia sempat-sempatnya membawa payung saat mengikutiku. Jadi beneran hujan? Ah. Biarkan saja. Aku belum mau beranjak.

"Shania... ayolah. Kita kepinggir ya?"

Masih saja membujuk. Tidak tahu apa kalau aku gak mau!

"...Apa kamu ndak bosan melakukan.. melakukan kegiatan ini tiap hari?"

Andela ternyata keras kepala. Dia malah duduk disebelahku dengan kedua kakinya ikut menjulur kebawah dan payungnya masih melingkar diatas kepalaku dan juga kepalanya. Kita satu payung dibawah guyuran hujan yang tadi katanya mau mulai menderas dan benar saja. Tapi bukannya Andela kepinggir tanpa perlu menghiraukan aku, dia malah duduk disebelahku. *jangan goyahkan Shania, Andela.

"Setiap hari loh, kamu kemari entah dengan tujuan apa. Kamu menyakiti diri sendiri Shania. apa kamu gak sadar akan hal itu?"

Andela? Apa maksud ucapannya kali ini? Kenapa dia masih terus bicara dengan aku masih terus juga tidak menanggapinya. Kenapa dengan anak ini?!

"Kamu memikirkan seseorang lebih dari memikirkan. tapi apa kamu yakin di memikirkan kamu balik? atau.. apa dia melakukan hal yang sama seperti kamu?"

Suaranya keras berbarengan dengan rintik hujan yang menderas. Andela sempat membuatku merenung dalam lamunan.

"Tidak hanya kamu. Mama Papa kamu. mereka cemas atas keadaan kamu yang seperti ini. Terus mau sampai kapan? Sampai kapan kamu menyakiti diri sendiri untuk seseorang yang kamu sayang. Tapi dia.. entah dia sayang sama kamu apa enggak. Hidup kamu kacau. Tapi dia.. kamu gak tahu kan? Siapa tau dia ternyata baik-baik saja"

Ada benarnya yang Andela katakan. Tapi aku tidak mau terima itu. Aku mau tetap dengan kehidupanku yang tidak jelas menunggu kembalinya kamu Beby. Karena aku yakin kamu tidak pernah melupakan aku. Iyakan? Kamu juga sama kayak aku, gak baik-baik saja dengan perpisahan yang kamu buat. Iyakan?

"Menunggu boleh. Sayang sama dia juga boleh. Tapi kamu ndak boleh jadi kayak mayat hidup gini. Kasihan kamu. Kasian orang tua kamu. Dan... hmm, kasihan juga sih sama dia yang sedang kamu tunggu. Kalau kamu saja disini seperti ini. Bagaimana dengan dia yang udah ninggalin kamu? Sahabat itu selalu bisa merasakan apa yang sedang dirasakan sahabatnya lohh. Aku sih gitu."

Aku kembali melihat pada Andela dan... senyumnya. Beby... tolonglah. Aku benar-benar merasakan adanya kamu dalam senyum tulusnya Andela. Aku merasakan hadirmu yang kadang sok dewasa buat hibur aku, dalam ucapannya Andela. Dengan posisinya membentangkan payung untuk melindungiku. Andela semakin membuatku merasa nyaman dan merasa ada hawa lain yang bisa membuatku hidup.

"...Cause if one day you wake up and find that you’re missing me, and your heart starts to wonder where on this earth I could be. Thinkin maybe you’ll come back here to the place that we’d meet. And you’ll see me waiting for you on the corner of the street. So I’m not moving, I’m not moving I’m not moving, I’m not moving..."

Tidak juga mendengar gubrisanku. Andela malah nyanyi-nyanyi dengan kedua kakinya dia gerak-gerakan.

Apa dia benar-benar akan menggantikan kamu Beby? Kamu gak akan marah kan?

(__)
Semalam saat kita sampai dirumah cukup larut aku kembali melamun dalam renungan. Mungkin Andela salah. Disini aku tidak baik-baik saja memikirkan bagaimana hidup dan kehidupannya, tapi disana dia baik-baik tanpa memikirkanku. Atau mungkin Andela benar. Kalau disini hidupku seperti ini.. bagaimana dengan Beby disana? sahabat itu bisa merasakan apa yang sedang dirasakan sahabatnya.

Seperti itukah kamu disana? Seperti dirikukah kehidupan kamu disana? Merasakankah kamu apa yang aku rasakan selama 4tahun pasca kepergian tanpa jejakmu itu Beby? Aku harap begitu. Jadi kita sama-sama tahu bagaimana rasa dan perjuangannya.

Pertanyaan tanpa jawaban itu malah membuatku mengetikan sebuah pesan  untuk selanjutnya kukirimkan pada Andela. Iya Andela. Yang contact namenya sudah ada di hp ku. Mungkin ini kerjaannya Mama.

'Kalau kamu bisa. Besok pagi temani aku ke taman. Aku tunggu. Jam 9 kita pergi. Makasih.'

Begitu saja kukirimkan teks messagenya tanpa berpikir dalam keadaan normal. Tapi.. aku kan memang sudah tidak bisa lagi berfikir normal.

Apa yang tengah aku lakukan? Mungkinkah Andela yang benar-benar akan membawaku kembali hidup normal seperti biasanya. Aku tidak ingin melupakanmu Beby. Tapi mungkin aku harus menyimpanmu dalam sebuah kenangan. Maafkan aku.


Pagi ini. Aku masih ingat kok teksting semalam yang kukirim ke Andela. Dan dia membalas dengan 'Aku mau. Besok pagi jam 9 kan? Oke {}' entahlah emot apa yang dia selipkan di ketikan teks messagenya itu.

Kenapa semalam bisa-bisanya aku meminta Andela untuk menemaniku ke taman? Taman bukit tempat biasa aku sama Beby menghabiskan waktu. Taman bukit berbangku putih yang sudah tidak aku injak selama dua tahun lebih.

Bagaimana keadaan disana saat ini saja aku tidak tahu. Ada apa ini? Hatiku yang mulai melunak ingin bisa beranjak dari memikirkan Beby, malah mengajak Andela ke tempat penuh kenangan itu. Ahh. Mungkin ini cara hatiku untuk move on dari Beby.

7.48 Aku duduk bersama Papa juga Mama diatas meja makan menikmati sarapan. Dimana Andela? Kenapa dia tidak ikut sarapan bareng? Katanya dia oke mau menemaniku. Huuft. Atau mungkin sebenarnya dia tidak mau menemaniku ke taman.

Kenapa tiba-tiba jadi terasa resah gelisah tak karuan? Apa mungkin karena Andela yang belum juga terlihat padahal sarapannya sudah selesai dan jam didinding... 8.30? 

Bukan. Bukan karena itu hatiku jadi tidak karuan tak menentu. Karena bisa atau tidak bisa Andela menemaniku ke taman tidak mau terlalu aku ambil pusing. Toh siapa aku bisa dengan seenaknya diemin dia yang ngikutin aku ke stasiun menghabiskan malam, terus tiba-tiba ngajak dia ketaman. Andela juga pasti mikir kali. Balasan message kemarin mungkin salah ketik. Haaah.

8.48 Masih saja resah gelisah tak menentu. Jalan. Duduk diam sendiri diteras. Lagi-lagi melamun tapi rasa lamunannya aneh. Kenapa sepertinya hari ini lebih membuat hatiku terasa lemah dan.. tiba-tiba saja aku ingat setiap tingkah-polahnya Andela. Bukan Beby. Apa mungkin ini nyata sebagai langkah awalku untuk menyimpan Beby dalam kenangan? Tapi dalam setiap ingatan gambaran Andela, Beby tetap muncul dan liarnya... ada bisikan kecil berhembus kalau aku bisa kembali bertemu dengan Beby hari ini.

Hatiku...? kenapa dengan hatiku? Tiba-tiba saja terasa Deg-degan tak karuan. Sudah lama aku tidak merasa seperti ini.

9.00 bunyi kecil dari jam ditangan kiriku membuat aku menarik tubuh untuk beranjak dari kursi di teras. Aku melihat sesaat kedalam rumah tapi tidak kudapati adanya gerusuk Andela dari dalam. Ini sudah waktunya pergi namun dia belum muncul, dan kalau dia memang menyanggupi ajakanku, harusnya dia sudah tergesa-gesa ada didepanku sekarang ini. Haaa.. sudahlah. Mungkin Andela memang tidak bisa menemaniku. Aku tarik langkahku untuk mulai menyusuri jalanan ke taman.

Apa aku masih ingat jalan ketempat itu ya? Apa aku siap ketempat itu lagi dan siap dengan segala kenangan yang bisa saja muncul tiba-tiba. Karena katanya.. setiap lagu apa tempat bisa saja memunculkan sebuah kenangan, sebuah gambaran. Bahkan tanpa diminta.

Apa aku benar-benar bisa melupakan dan menyimpan kenanganku bersama Beb...,- Beby...?

Aku memaku sesaat didepan gerbang rumah, belum keluar. 

Beby? Apa benar itu kamu? Mengucek kedua mata. Seperti melihat sesosok mahluk gaib. Tak percaya dengan apa yang kulihat. Ini tidak mungkin. Pasti salah. Dia bukan Beby. Gadis yang baru turun dari taksi dan sedang melihat sekitar kompleks itu pasti bukan Beby. Kenapa hatiku yang tadi resah gelisah seperti mendapat jawaban. Aku melihat Beby. Ahh. Tapi tidak mungkin. Aku pasti salah. Mataku mungkin siwer. Dia bukan Beby!

Shania.. dia bukan Beby. Mana mungkin dia kembali setelah 4 tahun lebih pergi tanpa pamit?! Ayolah...!!

Aku coba tepis keherananku dan menetapkan hati kalau itu memang bukan Beby. Kali ini aku beneran keluar rumah. Ku tutup kembali pagarnya lalu kugeser kunci kecilnya. Dia bukan Beby. Sudahlah Shania.

Mulai ku susuri jalanan kompleks menuju taman bukit tanpa Andela yang ku ajak lewat sms dengan balasan darinya Oke tapi ternyata dia tidak memenuhinya. hemm..

Sendirian... sibakan angin ini seakan mengajaku untuk kembali mengingatmu. Ingat saat kita janjian pergi ketaman dengan kamu bilang kamu akan kerumahku dulu. Katanya mau jemput biar bisa barengan gandengan tangan ke tamannya. Aku nunggu kamu gak datang-datang. Ku kasih saja perpanjangan waktu saat nunggu kamu, tapi kamu gak datang juga. Akhirnya aku pergi sendiri. 

Tapi pas aku udah beberapa jauh dari rumah, kamu muncul dari belakang mengagetkan aku. Jelas aku kesal! Inginnya marah, tapi kamu malah pasang tampang sok merasa bersalah. Bicara sambil pegang tanganku yang tadinya aku pakai memegang dadaku yang memang beneran kaget. Jadi akunya gak tega.

 "Aduh. Maaf. Maaf. Kamu kaget banget ya? Maafin ya Nju. Gakda maksud bikin kamu kaget kok. Maafin ya?"

Muka kamu ituloh... hem. Mana tega aku marahin kamu yang lagi pasang tampang bersalah tapi jatuhnya malah keliatan lucu gemesin kayak anak kecil takut dimarahin. Hahaaa... kenapa?

Rasanya ingin kutengokan wajahku kebelakang. Siapa tahu kamu datang. Muncul mau bikin aku kaget tapi aku bisa duluin kamu bikin kamu kaget. Tapi... ah. Untuk apa? Kamu gak akan kembali kan, Beby? Apa benar kamu tidak akan kembali kesini bahkan hanya untuk sekedar menyampaikan maaf karena telah meninggalkanku diam-diam dalam diamnya kamu yang menyebalkan!

Tapi kalau misalnya kamu beneran kembali? Apa yang akan kulakukan? 

Memaafkan kamu? Untuk apa? Memangnya kamu salah apa? 
Menerima kamu kembali menjadi sahabat aku? Memangnya kita pernah sahabatan? 
Mendengarkan penjelasan kamu yang pergi entah kemana sekian tahun? Memangnya aku ini siapa? Atau.. haruskah aku melejit memelukmu dan bilang kalau aku tidak mau lagi kamu tinggalkan. Aku tidak marah atas tindakan kamu yang meninggalkanku tanpa pamit, tanpa kabar? Iya kalau kamu masih ingat sama aku? Kalau ternyata sudah lupa?

Haaaa... aku tidak pernah lagi jadi siapa-siapa yang bisa kamu jadikan tempat penampung cerita sedih sendu hingga bahagia haru. Mungkin aku terlalu berlebihan. Kalau kamu memang beneran bisa kembali... biarkan saja Tuhan yang menuntun hatiku untuk bereaksi atas hadirmu yang tiba-tiba seperti pergimu 4 tahun lalu.

Kenapa..., kenapa tiba-tiba aku jadi ingat yang didepan gerbang rumah tadi? Mungkinkah itu Beby? ahh. Shania. Tidak mungkin. Itu bukan dia. Sudahlah!

Sekelebat bayang wajahmu yang entah nyata atau hanya ilusi didepan gerbang rumah tadi, kenapa malah dimasuki bayangan wajahnya Andela yang tidak menemaniku saat ini ya? Sebegitu inginnyakah aku ditemani Andela untuk kembali ke taman yang sudah lama tak kudatangi? Untuk apa?

Sampai. Tempat ini.. benar saja. Saat kita mendengarkan sebuah lagu. Berdiri diam di suatu tempat yang pernah ditinggalkan. Tanpa diminta, setiap kenangan bergerak dalam pikiran seolah dialah pemilik raga saat ini. Membuatku diam terpaku dalam memori bersama kamu. Bersama cerita tanpa judul saat aku kamu tinggalkan. Rasanya henyak. Haru. Tapi aku gak mau nangis. Cukup.

Berjalan mendekati bangku putih.., nggak. Udah gak putih. Bangku ini sudah usang, juga sudah kusam. Duduk menyendiri, kenangan kita masih melekat. Bermain riang gembira memukul pikiranku. Haaah. Bisakah kita kembali mengulang setiap apa yang pernah kita lakukan ditempat ini Beb.., Beby..? Beby...? Aku salah. Tidak mungkin itu kamu? Tidak mungkin saat ini kita dalam satu pijakan. Kamu kan pergi ninggalin aku.

Itu kamu. Itu memang kamu kan Beby? Gadis berambut pendek sebahu itu.. kamukah itu..? 

Aku bisa melihat jelas seseorang yang tengah berdiri mengitarkan kedua matanya kesetiap arah tak bersudut ditaman ini. Taman rahasia kita. Mungkinkah itu kamu Beby? Sejak kapan rambutmu kamu potong pendek? Aku memegang rambutku yang juga tidak terlalu panjang. Apa ini bagian dari mimpi? Apa ini yang namanya ilusi dalam delusi?

Tubuhku rasanya lemas. Melayang-layang saat otakku membenarkan kalau yang tengah kulihat itu Beby. Jadi. Apa yang akan kulakukan? Itu Beby. Itu kamu Beby. Kenapa aku malah kehilangan daya terhadap tubuhku sendiri. Terduduk lunglai. Apa yang tengah aku lihat kenapa tidak bisa membuat perasaanku senang. Aku malah melamun. Kamu kembali Beby? Untuk apa kamu kembali? Kenapa kamu kembali? Apa ini nyata?!

Aku melihat kedepan dimana Beby..- Aku masih belum percaya aku mengeja namanya dengan kini orangnya tengah ada didepanku dengan jarak pandang cukup jelas tidak ngeblur. Beby ada lagi di pelupuk mataku. Aku bisa lagi melihat dia dari atas sampai bawah secara utuh. Ini bukan lamunan. Ini bukan ilusi. Ini nyata. Itu Beby. 

Apa yang sebaiknya aku lakukan? Haruskah kutebus rasa rindu ini dengan berlari kearahnya dan memeluknya? Atau haruskah kudiam saja duduk dibangku ini seakan yang kulihat itu hanya mimpi belaka. Tidak ada Beby.

Tapi aku rindu. Aku mau sama dia lagi. Aku mau bicara lagi sama dia. Aku mau nahan dia biar tidak pergi lagi. Aku...,-

Persis saat aku akan berdiri bermaksud mewujudkan apa yang diperangkan pikiran dan hatiku.

"Maaf terlambat. Hehee"

Andela?

"Huffft. Aku kebablasan tidur Shania. Semalam kayaknya aku masuk angin deh makanya aku jadi bangun kesiangan. Padahal alarm ku udah ku setel sejam lebih awal dari biasanya aku bangun. Maaf yaa.."

Buyar. Andela yang tiba-tiba datang seolah sebagai jawaban dari apa yang harus kulakukan untuk menghadapi kenyataan ada Beby didepan sana. Lari memeluk. Atau diam menjalankan maksud 'move on' ku.

"Aku tadi udah bilang sama tante kalau aku..,"

"Duduk sini, Andela!"

Suaraku yang memotong ucapannya membuat Andela menganga. Mungkin dia heran mendengar suaraku.

"Kenapa malah bengong? Gak mau duduk apa?"

Aku buyarkan saja kebengongan dalam ngangaan mulutnya yang masih dalam posisi setengah jongkok mengatur nafas dengan gitar dia tenteng tanpa tasnya ditangan sebelah kiri.

Wajahnya masih bingung tapi posisi berdirinya sudah biasa lagi. Andela lucu. Dia melangkah maju lalu duduk disebelahku. Masih bisa kulihat jelas ekspresi wajahnya yang masih belum berubah. Dia mungkin masih diambang percaya tidak percaya mendengar aku bicara. Karena selama dia ada dirumah meghabiskan liburannya dengan entah terpaksa atau tidak selalu membuntutiku ke stasiun kereta api sore sampai malam bahkan sempat sampai pagi buta. Aku tak pernah bicara. Aku tak pernah menanggapinya. Kasihan Andela aku cuekin. Maaf ya Andela.

"Biasanya dia duduk di tempat kamu duduk. Dia juga sering banget terlambat datang kalau kita janjian ditempat ini!"

Ada apa denganku? Bukankah tadinya aku mau menghampiri Beby. Iya itu fix Beby. Orang menyebalkan yang udah ninggalin aku tanpa pesan. Tidak ada pamit. Atau peluk perpisahan. Apa tangisan sedih takut pisah. Yang ada adalah aku yang hidup tapi terlihat tidak hidup. Bagaimana kamu bisa sehebat itu melakukan semua ini padaku Beby? Sekuat itukah hatimu membuatku seperti mayat hidup, selama kamu tinggalkan?!

Senyum kecil Andela yang bisa kulihat dari samping kunikmati sesaat lalu kembali aku bicara.

"Kita sering banget habisin waktu ditempat ini. Tempat yang tidak ada seorangpun tahu akan keberadaannya. Tempat yang kita temukan pas kita dulu bingung mau main apa. Tidak tahunya malah nyasar ketempat ini!"

Biarkan saja Beby dengan apa yang sedang dia lihat antara aku sama Andela.

Andela masih tampak bingung. Tenang Andela. Tidak hanya kamu kok yang bingung, karena aku juga merasakan hal yang sama. Tapi tidak apa. Masih mending kita bingung, coba dia yang sekarang masih di posisinya semula yang tengah melihat kearah kita.. mungkin bukan hanya bingung saja yang dia rasakan tapi sedih juga.

Bagaimana rasanya Beby? Itu belum apa-apa!

"Sebelumnya gak ada yang tahu tentang tempat ini selain aku sama dia. Dan gak ada juga yang duduk ditempatnya dulu biasa duduk buat nemenin aku."

Kita saling tatapan. Andela kaget saat mendengar ucapanku yang barusan. Mungkin dia pikir taman ini tempat istimewa aku sama dia yang sudah meninggalkanku, yang empat tahun kemarin tak tahu kemana tak ada sedikitpun kabar.

"Emm.. maaf kalau aku lancang. Dia itu siapa, Shania?"

Aku pikir Andela tidak akan bertanya. Tapi aku yakin. Dia pasti tahu siapa 'Dia' yang aku maksud. Dari Mama tentunya.

"Dia itu... dia..., kamu mau mainin lagu itu lagi gak, Andela?"

"Hah?"

"Yang suka kamu mainin kalau lagi nemenin aku di stasiun kereta api!"

"Apa? Jadi kamu?"

Dua kali Andela aku bikin terkejut hari ini. Diam-diam tanpa dia tahu aku sering mencuri dengar nyanyiannya saat dia menemaniku di stasiun keret api. Dan lebih dari mencuri dengar.. Aku tahu siapa penyanyi dan judul lagunya, bahkan bisa sedikit kunyanyikan. Mungkin dibagian chorusnya.

"Baiklah. Tapi suaraku gak bagus. Jadi kamu jangan kabur yaa pas nanti aku nyanyi."

Jawaban Andela lewat bicara dalam aksen medoknya membuat aku kembali tersenyum padanya dan dia terlihat senang melihatku. Hanya dengan sedikit senyum Andela terlihat senang. Sudah selama itukah tidak kurekahkan senyum hingga saudara sepupu jauhku ini terlihat senang dengan senyumku.

Petikan gitar mulai terdengar seiring dengan gerakan tangannya. Aku diam mendengarkan melihat kedepan tapi tidak kulihatkan kedua mataku pada Beby.

Aku tidak ingin seperti ini. Tapi kalau aku membiarkan Beby datang terus masuk lagi dalam kehidupanku begitu saja. Aku tidak mau sakit lagi. Aku ingin keluar dari rasa hampa ini Beby. Kamu terlau lama membiarkanku sendirian. Kedua pipiku terasa hangat. Untuk apa aku menangis?

Suara nyanyian lagunya The Script yang Andela bawakan membuat dadaku penuh sesak hingga terasa menghimpit.

How can i move on when i'm still in love with you?

Aku tidak tahu apa yang sebenar-benarnya sedang kulakukan? Aku tidak menghiraukan Beby. Aku membiarkannya. Padahal selama 4 tahun ini aku menunggu datangnya dia, tapi kenapa saat dia datang justru ada bisikan lain yang mengajak pelan untuk tidak menghampiri Beby dan membiarkannya saja. Aku bingung. Aku sakit. Kusandarkan saja kepalaku dibahunya Andela yang masih memainkan gitar dan mengalunkan suaranya.

Katakan.. bagaimana rasanya Beby!?

"Kamu kenapa, Shania?"

"Aku kangen sama dia..."

Pertanyaan Andela begitu refleks kujawab. Itu beneran. Aku memang rindu sama Beby. Tapi aku tidak mau menemuinya. Aku tidak mau dia menemuiku. Aku takut. Tapi aku rindu.

"... Sahabat kamu yang pergi itu?"

Haduh Andela. Kenapa kamu teruskan pertanyaan kamu. Ah. Tidak kujawab dengan lisan, ku hanya mengangguk sekali untuk membenarkan apa yang Andela tanyakan. Entah bagaimana ekspresinya saat aku menggerakan jawabanku.

"Kamu mau terusin nyanyinya gak? Gak apa-apa kan aku minta itu?"

Dorongan hati yang terlalu lama sendiri mungkin yang akhirnya membuatku berani meminta pada Andela. Tanpa berpikir Andela cepat mengangguk dan kembali memainkan gitarnya. Sungguh. Sakitnya tuh disini.

I know it makes no sense, but what else can I do?

How can I move on when I’m still in love with you?

Cause if one day you wake up and find that you’re missing me. And your heart starts to wonder where on this earth I could be. Thinkin maybe you’ll come back here to the place that we’d meet. And you’ll see me waiting for you on the corner of the street.

I’m the man who can’t be moved.

Akan kukatakan padamu... Aku bisa move on dari kamu Beby. Aku tidak mau lagi bertemu sama kamu untuk nantinya berpisah lagi. Aku tidak mau lagi kamu sesaki dengan kenangan kita yang menyebalkan. Aku akan berpindah darimu. Hancur gak hatimu melihat aku duduk dibangku putih yang telah usang di taman rahasia kita, dengan yang lain. Iya. Dengan yang lain! Inikan yang kamu mau? Aku kabulkan. Merasa enakan, Beby?!


***
Apa yang sudah aku lakukan? Apa memang seperti ini yang kuinginkan? Aku melihatmu Beby. Kamu kembali. Tapi kenapa aku enggan menghampirimu dan malah.. malah diam duduk bersebelahan dengan Andela. Aku ajak Andela untuk duduk ditempatmu. Saat itu kamu pasti marah, kecewa, sedih, atau bahkan sakit. Aku bisa melihat walau hanya sekilas. Tapi tetap aku enggan. Sama sekali tidak mau. Jadi tidak berasa. Tiba-tiba saja apa yang sudah kulakukan 4 tahun menunggumu dalam kekacauan hidup berasa tanpa makna. Berakhir anti klimaks. Aku tak menginginkanmu lagi. Apa mungkin?

"Heii Shania.."

"Andela?"

"Boleh ikut duduk disebelah kamu, ndak?"

Aku hanya mengangguk mengijinkannya untuk menemaniku. Dan dia tersenyum senang terlihat manis.

"Makasih. Ohiya aku hampir lupa. Ini.. ambilah. Lumayan buat usir dingin. Wedang jahe ini aku sendiri yang buat loh. Kamu minum yaa, biar ndak masuk angin."

Wedang jahe? Bukannya aku mengambil cangkir yang kini sudah ada didepan wajahku. Aku malah bengong. Malah kembali dan lagi-lagi ingat sama kamu. Aku rasa Andela terlalu sering mengingatkanku sama kamu. Jadi apa benar aku tidak menginginkan hadirnya kamu lagi, Beby?

"Heiii.. kok malah ngelamun sih? Emm. Shania ndak suka wedang jahe ya? Maaf aku ndak tahu kalau kamu gak,-"

"Aku suka kok. Makasih ya, Andela."

Iya aku suka. Suka dibuatin minuman sama kamu seperti dulu Beby buatin aku minuman hangat. 

Waktu itu kita ceritanya lagi belajar bareng. Belajarnya sebentar ngobrol bercandanya malah lebih banyak. Setelah itu kita duduk di atas ayunan seperti saat ini. Seperti aku sama Andela. 

Beby bilang mau ke kamar kecil dulu tapi ternyata balik dari kamar kecil dia bawa dua cangkir isinya minuman hangat. Katanya untuk penghangat biar gak masuk angin.

 "Mau kemana, Beby?"

 "Bentar aku mau ke kamar mandi dulu"

 "Mau ditemenin nggak?"

 "Hee? Ogah. Ish!"

 "Becanda kali. Siapa juga yang mau nemenin kamu ke kamar mandi. Hii."

 "Yee.. emang aku mau apa ditemein ama kamu? Orang biasanya juga kamu yang minta ditemenin. Wlee.."

Senyap. Rasanya henyak saat aku ingat kejadian itu. Aku rin..,-

Wherever you are, i always make you smile. Wherever you are, i'm always by your side. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever” right now..

Sejak kapan Andela bawa gitar? Bukan kah tadi kedua tangannya membawa cangkir berisi wedang?

I don’t need a reason
I just want you baby
Alright alright.. Day after day

Kono saki nagai koto zutto
Douka konna boku to zutto
Shinu made Stay with me
We carry on…

Wherever you are, i always make you smile. Wherever you are, i’m always by your side. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever” right now

Wherever you are, i never make you cry. Wherever you are, i'never say goodbye. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever” right now.

Lagunya? Kenapa dia menyanyikan lagu ini? Andela...

Tanpa sadar tanpa perintah. Aku diam termangu melihat wajah samping Andela. Wajah sampingnya yang malah memunculkan bayangan Beby dalam kenangan. Petikan gitarnya. Suaranya. Kenapa harus lagu ini? Kenapa harus kamu Andela?

"Shania.. Shania.. Shan...ia"

Refleks kedua mataku melihat pada Andela yang ternyata sudah menghadap kearahku. Kita saling berhadapan. Saling tatap-tatapan.

"Kamu kenapa? Suaraku ganggu kamu ya?"

"Ha? Eum.. nggak kok!"

Kenapa aku malah jadi salah tingkah.

"Berarti suaraku oke dong. Kayak lagunya? Iya gak? Hehee.."

Kutarik senyum kecil seadanya untuk membalas.

"Maaf kalau aku ndak sopan Shania. Aku tahu lagu ini dari ipod punya kamu. Pas waktu kamu keserempet motor. Aku kan bawa kamu ke rumah sakit, nah disana aku pegang ipod kamu dan pas aku play.. yang main ya lagu yang barusan aku nyanyikan. Terus.. pas lagunya abis eh malah ngulang lagi. Aku cek playlistnya ternyata hanya ada lagu itu saja. Itu lagu favorit kamu ya? Enak tenan lagunya. Sedih."

Jadi Andela menyanyikan lagu itu karena dia dengar dari ipod ku? Tapi kenapa dia harus menyanyikannya? Kenapa dia tidak menyanyikan lagu yang biasa dinyanyikannya saja. Kenapa juga dia mesti bilang lagunya enak tenan tapi diakhiri sedih. Kurang banget punya saudara kayak gini.

"Haaaah... Lagu favorit? Entahlah. Karena cuma lagu itu yang bisa bikin aku bertahan untuk tetap memikirkan dia dan tidak membuangnya dalam kenangan!" Kedua tanganku melingkar di cangkir dengan tatapan aku lepaskan dari Andela lalu kubuang kedepan.

"Aku gak mau lupain dia meskipun dia mungkin udah lupain aku. Saat aku merasa sedih ku dengarkan saja lagu itu supaya aku tetap tegar dan bisa berpikir. Kalau jauh disana dia masih memikirkanku. Dia masih menganggap aku sebagai sahabatnya!"

"Kalau misalnya dia balik lagi kemari nemuin kamu. Kamu pasti bakal senang banget iyakan? Hemm.. enak ya punya sahabat kayak kamu, Shania. Dia beruntung!"

Kedua tangannya Andela sandarkan diatas gitar. Dia melihat kearahku sambil bicara. Dan aku.. mendengar ucapannya serasa ditusuk apa. Kenapa dia harus bicara seperti itu? Apa harus aku kasih tahu kamu kalau dia yang kita bahas memang sudah ada. Sudah balik lagi dari dunia lainnya. Tapi aku tidak mau menemuinya. Aku tidak mau melihatnya. Aku tidak mau membenarkan kedatangannya yang tiba-tiba seperti saat kepergiannya dulu. Aku belum siap Andela.

"Andela?"

"Ya?"

"Malam ini.. kamu mau nggak tidur dikamarku?"

"Hah? Apa?"

"Gak apa-apa kalau kamu nggak..,-"

"Aku mau. Aku temenin kamu bobok deh malam ini. Tapi apa memangnya kamu ndak risih ya sama aku?"

"Kenapa harus risih sama kamu?"

"Iyakan kita ndak deket walaupun kita ini sepupuan. Aku takutnya kamu risih apa gak enak gitu."

"Aku yang ajak kamu. Kenapa aku harus risih? Kalau kita nggak deket. Bisa kan mulai sekarang kita deket? Jadi aku tahu kalau aku itu punya saudara."

Balasku diikuti sunggingan senyum kecil. Andela terlihat senang menanggapi balasan untuk pernyataannya.

- -
Kenapa mulutku bisa lancar sekali menceritakan tentang apa yang selama ini kupendam dalam hati pada Andela? Tentang Beby yang pergi begitu saja. Tentang perasaanku yang sakit terus hampa karena Beby tidak juga memberikan kabar. Hingga aku bisa dengan ringannya melisankan nama Beby didekat Andela.

Aku mengedip-ngedipkan kedua mataku melihat langit-langit kamar. Beberapa saat diam melamun kugerakan badanku bermaksud untuk bangun dari tidur larut semalam setelah bercerita kecil hingga tanpa terasa malah jadi besar tapi ternyata cukup membuat lega.

......... Mungkin kemarin hanya mimpi. Tidak ada siapapun di bukit itu. Tidak ada seorangpun yang kulihat di taman berbangku putih usang itu kemarin. Yang ada hanyalah aku sama Andela. Yang kulihat hanya Andela dengan permainan gitar dan nyanyiannya.

Begitu saja tangan kananku memegang pigura foto yang kuletakan diatas meja sebelah tempat tidur, lalu kutelungkupkan pigura itu. Pigura yang memuat foto aku sama kamu. Aku udah mau bangun. Aku lagi coba untuk tidak menunggumu dan benar-benar menyimpanmu dalam kenangan. Dan itu harus.


"Siang, sayang.."

Sapaan Mama.. aku tersenyum menyambut sapaan beliau. Rasanya sudah sangat lama aku tidak mendengar suara Mama. Tidak melihat gerak-gerik Mama yang sibuk menyiapkan sarapan. Menyambut aku pas pulang sekolah. Ahh. Mungkin memang akunya saja yang kemarin ini buang-buang waktu.

"Mau sarapan (?)"

"Mama bisa aja. Mana ada sarapan jam 12 lebih kayak gini."

"Yasudah. Mau makan siang, Sayang?"

Aku mengangguk "emm.. Andela mana, Ma?"

"Andela katanya pergi jalan-jalan sebentar. Tadinya dia mau ajak kamu tapi katanya kamu masih tidur dan keliatannya nyenyak, jadi dia gak tega bangunin."

Sisanya.. hanya kutanggapi senyum kecil. Menyantap makan siang dengan Mama menemani diikuti deretan ucapannya membahas Andela. Terus angkat topik lain. Kangen sama Mama yang seperti ini. Maafin Shania ya Ma!


"Mau kemana Shania?"

"Mama. Aku mau..,"

"Gak tunggu dulu Andela, sayang? Kamu pasti mau ke stasiun kereta api lagi kan?"

Wajah Mama terlihat sedih. Lagi-lagi bikin Mama sedih.

"Mama pikir kemarin saat kamu kembali ke taman. Kamu udah gak akan lagi main ke stasiun kereta. Cobalah untuk tidak terlalu sering kesana, Shania. Mama takut kamu kenapa-kenapa."

"Mama gak perlu hawatir. Shania akan baik-baik aja kok. Shania janji sama Mama. Entah itu besok atau lusa atau hari setelah lusa. Shania akan kembali seperti yang Mama inginkan. Shania gak akan kesana lagi tanpa teman. Tapi sekarang.. ijinin Shania kesana ya Ma?"

".. ya sudah. Tapi kamu jangan sampai larut disananya. Mau janji?"

Dipinta janji seperti itu.. aku hanya melihat Mama lalu senyum kecil.

"Shania pergi dulu ya Ma."

Mau-maunya aku kembali ke stasiun kereta. Mau apa sebenarnya hatiku ini? Mau membuktikan kalau yang ditaman kemarin itu memang Beby. Terus? Bodoh. Kenapa hatiku menggebu untukku bisa ke stasiun dengan selipan harapan Beby ada disana. Jadi ya siapa tahu aku bisa luluh dan bisa benar-benar memeluknya melepas rindu.

Kalau memang Beby kembali untuk menemuiku, dia pasti akan berusaha agar kita bisa saling berjumpa. Agar dia bisa datang lagi kehadapanku terus menjelaskan semua yang sudah dia lakukan. Karena dia yang akan menghampiriku. Bukan aku yang datang padanya.

Kurentangkan saja tanganku diatas bantalan rel. Merasakan hembusan angin. Jalan-jalan tak karuan lagi tapi kali ini tanpa sumpelan earphone.

Siapkah aku kalau kejadiannya seperti itu? Benarkah aku bisa memaafkan Beby dengan penjelasannya? Akankah Beby melakukan itu? Mungkinkah aku memang masih sangat ingin bertemu lagi bahkan bersama Beby lagi?

Kalau memang begitu, kenapa tidak kemarin saja saat ditaman? Entahlah. Karena sebenarnya yang aku ingin adalah..,

"Andela...?"

Cukup kencang teriakanku memanggil Andela. Dan racauan pikirankupun terhenti saat bisa kulihat di depan sana Andela sudah duduk dalam posisi siap memainkan gitar. Kenapa sekarang Andela terasa bisa memutus kegundahanku saat sedang memikirkan Beby? Hmm.

Andela terlihat membalas panggilanku dengan senyumnya.

Dengan cepat aku mulai menghampirinya

"Kamu kesini juga?"

"Iya. Soalnya kata Mama kamu. Kamunya pergi pas sore. Terus aku tebak deh kalau kamu pasti pergi ketempat ini!" Jawabnya membawa Mama.

"Maaf ya ngerepotin."

Aku kenapa ya? Kok rasanya so sweet gini ke Andela. Huft. Ucapanku membuat Andela memunculkan wajah yang.. yang.. yagimana ya. Lucu aja liatnya.

"Hah. Oh. Ya.. ya. Gak apa-apa kok, Shan. Tapi.. kalau nanti liburanku habis terus aku harus balik ke Solo. Kamu jangan main kesini lagi ya. Apalagi sendirian. Kan bahaya!"

Balasannya terdengar khawatir. Andela seperti Mama yang sudah tidak menginginkanku lagi untuk menjamah tempat ini.

"Tante juga pasti hawatirin kamu. Mau janji?"

Tuhkan. Dia seperti Mama. Minta-minta janji lagi. Sekelas bapak negara saja suka lupa sama janji yang sudah diucapkan. Kenapa aku harus mau janji sama kamu?

"Ya kalau kamu kangen sama sahabat kamu. Kamu mending mainnya ke taman aja. Disana lebih asik kan?"

Kenapa harus bawa-bawa sahabat sih Andela. Akukan jadi kesal. Kamu nggak tahu kan untuk apa aku kesini? Untuk membuktikan agar aku bisa melupakan.

Sebelum kutinggalkan Andela dengan sikap sok dewasanya, kutarik nafas panjang terdengar seperti dengusan kesal. Aku jalan lagi diatas bantalan rel daripada kesal sama Andela kan?

Bisa kudengar sayup suaranya menyanyikan lagu yang biasa dia nyanyikan. Aku gak butuh earphone dengan lagunya one ok rock. Yang aku butuhkan petikan gitarnya Andela dengan alunan suaranya bernyanyi. Terasa menenangkan.


Loh? Andela mau ngapain kesini? Aku tersenyum tanpa sadar. Melihat Andela jalan kearahku. Haaa.. bayangan Beby beneran hilang karena Andela. Aku mau dia tetap disini nemenin aku. Semoga Andela mau.

Semakin dekat dan aku berhenti jalan karena kini Andela sudah tepat ada dihadapanku

"Shania..."

Mungkin Andela lihat saat aku mengerungkan keningku karena jelas aku menatap wajahnya. Bibirnya lebih tepatnya. Kenapa suara Andela jadi mirip sama...,

"Shania... apa kabar?"

Tiba-tiba hembusan angin terasa kuat berhembusnya. Aku diam termangu masih dalam posisi melihat Andela. Ini jelas bukan suaranya Andela. Ini.. ini suaranya Beby. Beby ada dibelakang aku. Apa yang harus kulakukan? Aku gak mau. Aku udah gak mau nungguin kamu, Beby. Kenapa?

Sedikit demi sedikit. Aku memutarkan badanku. Bersiap dengan apapun yang akan kulihat. Harus kuhadapi. Saat sudah habis kuputarbalikan badanku yang jadi membelakangi Andela... MENYEBALKAN! untuk apa dia senyum sok cantik kayak gitu? Dia pikir dia siapa?

"...Hai, Shanju?"

Apa kamu bilang? Hai, Shanju? Kamu pikir aku ini apa.. BEBY!? Dengan ringan dalam senyum manismu kamu sapa aku dengan nama panggilan kesayanganmu untukku. Tidak sadarkah. Kamu sudah terlambat. Aku sudah tak merasa apapun. Aku tak mau mengenalmu... lagi.

"Kamu siapa?"

Kaget? Bisa begitu jelas kulihat senyum manis yang kamu pasang seketika meredup. Lengkungannya langsung lurus diikuti kerungan heran mungkin juga takut. Aku tidak mengenalimu. Bagaimana perasaanmu Beby? Enak?

"Sshania.. ini aku. Beby!"

Aku tahu. Tapi aku tidak mau tahu. Aku sudah lelah. Perduliku tak pernah kamu anggap kan? Mungkin akan lebih baik begini. Kita tidak saling kenal. Aku lelah. Kamu tidak tahu itukan?

"Beby? Beby siapa? Aku gak kenal sama kamu!"

Wajahnya masih belum biasa. Dia masih shock. Kaget bukan main. Tapi percayalah.. ini tidak ada apa-apanya dibanding dengan apa yang aku rasakan.

"Andela. Aku mau pulang. Kita pulang sekarang ya?"

"Hah? Oh. Ah. Iya... iya.. ya. Emm.. kita pulang!"

Segera saja kusentuh tangan Andela untuk kemudian ku tuntun dia. Kutarik pergi meninggalkan Beby dengan kekusutan wajah dan perasaannya.   

Gimana perasaan kamu Beby? Harusnya kamu tahu batas. Membiarkan orang yang sayang sama kamu nunggu kabar kejelasan dari kamu sebegini lamanya bisa bikin aku mati. Mati rasa!

Andela membereskan gitarnya. Saat langkah ku dengan Andela siap kembali jalan..

"Tunggu Shania!"

Beby memegang pergelangan tangan kiriku yang bebas. Karena tangan kananku, ku pakai menggenggam Andela untuk kita bisa pergi.

"Kamu lagi hukum aku, iyakan?"

"Kamu gak lupa sama aku, iyakan?"

"Kamu ingat aku kan, kamu ingat aku ini sahabat kamu, iyakan?"

"Jawab Shania!!?"

Genggaman Beby nyakitin. Kenapa dia jadi kasar seperti ini? Auuwww..

"Lihat aku? Kamu tahu siapa aku kan? Shania aku mohon. Jawab pertanyaanku? Kamu gak beneran lupa sama aku iyakan? Ini aku.. aku Beby!"

Aku gak mau tahu! Tidak memberikan jawaban aku lepaskan tangan kananku dari Andela untuk melepaskan cengkramannya Beby...

"Maaf. Kamu ndak liat? Dia kesakitan karena kamu terlalu ketat memegang tangannya!"

Tapi ternyata Andela lebih dulu melakukan tindakan. Dia menyelempangkan gitarnya kemudian memutus genggaman Beby dariku.

"Maafin aku Shania aku nggak ada maksud nyakitin kamu"

Terlihat jelas wajah cemas takutnya. Aku tahu betul Beby tidak mungkin dengan sengaja mau menyakitiku.

"Aku sudah bilang. Aku gak kenal sama kamu. Andela, kita pulang!"

Andela mengangguk dan kali ini malah dia yang jadi megang tanganku.


"Kalau kamu memang tidak kenal sama aku.. untuk apa kamu ditempat ini?"

Deg. Apa-apaan Beby? Langkah cepatku jadi menurun. Mungkin Andela merasakannya.

"Untuk apa kamu ditaman bukit itu?"

Seerr. Henyak. Beby! Kamu harusnya tahu kalau aku sedang belajar untuk melupakanmu.

"Berbaliklah. Katakan lagi kalau kamu memang gak kenal sama aku, Shania!"

Ini? Kenapa dia selalu bisa membuatku terpojok.

Aku pejamkan sesaat kedua mataku. Dan aku.. aku merasakan genggaman Andela menguat. Seolah dia meminjami aku kekuatan, dia perduli. Dia tidak mau aku sakit. Dan saat aku melihat kearahnya, Andela mengangguk kecil seperti mempertegas apa yang aku pikirkan.

"Aku memang benar-benar tidak mengenal kamu. Aku.. tidak tahu siapa kamu!"

Mantap. Apa yang baru saja kulakukan? Aku membalikan badan dan begitu saja bicara tidak mengenal dengan tekanan nada kubuat biasa saja. Dan Beby... ahh. Kenapa rasanya malah jadi sakit lihat Beby dengan pasangan wajah seperti itu. Tapi, biarkan saja. Biar dia bisa merasakan apa yang aku rasakan. Biar dia bisa meresapi rasa sakit yang aku derita.

Wherever you are, i never make you cry. Wherever you are, i never say goodbye. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise youforeverright now... 






6 komentar:

  1. cerita di blog ini memang keren ! yah walaupun nungguin lanjutan nya lama :')
    Semangat lanjutin!

    BalasHapus
  2. hhuuuaaa pngen pnya prshabatn kyak beby sma nju...
    persahabatn yg ga bkal lekang oleh wktu

    BalasHapus
  3. Keren min cerita nya..lama jg yak nungguin lanjutannya dibandingkan cerita kehidupan kurir.
    Mangat min bikin cerita,di tunggu kelanjutan nya

    BalasHapus
  4. wuaaaa... akhirnya baca lanjutannya... :')
    pleaseee... bikin lanjutannya ya... tapi jangan lama-lama updatenya hehe..

    BalasHapus
  5. Stelah berabad2 muncul lagi deh lanjutannya
    .. makin penasaran... lanjutnya jgn lama lagi ya min,,

    BalasHapus
  6. Kapan ini dilanjut ? Kayaknya lagi fokus sama yang di facebook ya ? :D

    BalasHapus

Sebuah cerita, penyampai kata tak terucap.