Who will be there to take my place
When I'm gone you'll need love
To light the shadows on your face
If a great wave shall fall
and fall upon us all
Then between the sand and stone
Could you make it on your own
Sampai sekarang belum ada lagi yang duduk disebelahku Beby.
Belum ada yang mengambil tempat dudukmu dibangku putih ini. Kamu pergi seenak
hati tanpa memberi pesan hanya meninggalkan kesan menyebalkan. Yang sekarang
masih setia menerangi wajahku yang tampak redup oleh butiran air mata.
Kamu bisa lihat aku gak? Lihat deh wajahku yang.. yang nekuk
terus karena kutukan diri sendiri atas kebegoanku yang tidak menyadari pesan
dari lagu itu.
Kamu bisa dengar aku gak? Dengar deh suara parau aku yang ku
keluarin dengan lagu kebangsaan kamu ini.
If I could, then I would
I'd go wherever you will go
Way up high or down low
I'll go wherever you will go
Run away with my heart
Run away with my hope
Run away with my love
Satu tahun.. Hanya bisa ku menghela nafas ketika kembali untuk
kesekian-sekian kalinya dalam hari dihidupku yang telah berantakan, Aku duduk
dibangku putih taman rahasia kita. Iya kita. Aku sama kamu.. Beby.
Haaa.. bisa lihat gak? Ini serius! Tidak ada siapapun disini.
Hanya aku dan lamunanku yang begitu dalam memikirkanmu.
Apa harus ada seseorang dulu duduk disini menemaniku?
Menggantikanmu untuk kubasahi punggungnya ketika aku
bercerita sedih lalu menangis, tapi aku tak mau kamu lihat saatku tengah menangis?
Menggantikanmu untuk kupakai bahunya lalu kupukul pelan dengan
tawa lepas ketika aku bercerita tentang hal yang lucu, seru, menggelikan, lalu
disambut ekspresimu yang menggemaskan?
Menggantikanmu dengan semua perangai yang sama persis sama
kamu agar aku tak merasa sepi sendiri?
Menggantikanmu sebagai seorang.. sahabat yang telah pergi entah
kemana! Apa harus seperti itu?
Mungkin memang seharusnya seperti itu. Seperti yang kamu
kodekan dilagu kebangsaanmu yang sampai setahun ini masih setia kudengarkan. Tapi
kamu tidak tahu bukan? Sulit buatku melakukan hal itu. Kamu pergi membawa semua
apa yang kumiliki. Hati. Harapan. Bahkan cinta. Cinta yang lebih berwujud sayang
teruntuk seorang sahabat. Apa kamu bisa dengan mudah melupakan dan menggantikanku
dengan sahabat lain disana. Disuatu tempat yang tidak aku ketahui itu?
Kalaupun kamu telah bisa melupakanku. Aku tidak akan pernah
melupakanmu. Dalam pikiran dan hatiku.. kamu akan tetap ada. Selamanya. Tak
perduli kehidupan apa yang akan kujalani. Tak perduli moment baik sampai indah
menakjubkan apapun yang akan kulewati, ketika aku duduk menyendiri di bangku
taman ini sepulang sekolah. Aku akan terus berharap kamu datang lagi. Semoga.
If I could turn back time
I'll go wherever you will go
If I could make you mine
I'll go wherever you will go
And maybe, I'll find out Away
to make it back someday
To watch you, to guide you
Through the darkest of your days
Jadi kamu pergi kemana Beby? Bisakah aku ikut pergi
kemanapun kamu pergi?! Aku akan ikut sama kamu melewati jalanan tanjakan landai
atau menyusuri jalanan turunan yang curam. Melewati setiap hari dengan kisah
menyenangkan ataupun menyedihkan.
Terus kapan kamu balik dari tempat yang sekarang kamu
jadikan hunian setelah meninggalkan aku? Apa jangan-jangan kamu sekarang sedang
memperhatikanku di sudut yang tidak bisa kulihat?
Terus siapa juga yang nanti akan bawa kamu balik ketempat
ini. Memperhatikan aku lagi. Melewati setiap hari bersama lagi?
Aku tahu kehidupan ku harus terus berlanjut meski kamu
sekarang gak ada. Tapi apa gak bisa, setidaknya aku mengucapkan dulu selamat
tinggal saat kamu memutuskan untuk pergi ketempat yang tidak aku tahu itu.
Ketempat yang mungkin tidak ada di peta itu?
Dua tahun.. aku merasa mulai capek Beby. Helaan nafaskupun
entah kemana sudah jarang kutarik hanya bernafas seadanya seperti biasa. Apa
mungkin aku sudah mulai jenuh menunggu kembalinya kamu yang bahkan selalu
kupungkiri kalau kamu tidak akan pernah kembali. Karena kenyataannya sudah
selama ini aku berteman dengan sepi ditemani hembusan angin menunggu kamu.
Hingga musim berganti yang terasa lebih cepat dari hari dikalender tidak sempat
kusadari.
Dan tanpa kamu tahu.. lagu menyebalkan itu sudah jarang juga
kudengarkan. Tapi kamu tak perlu marah, karena aku menduakan lagu kebangsaanmu
dengan lagu yang tak sengaja kudengar ketika aku "ditahan" dirumah beberapa
hari yang lalu, saat badanku yang bersuhu normal tiba-tiba meninggi membuat
Mama panik, cemas, sampai mode overprotectivenya keluar.
Meskipun begitu. Sekarang. Saat ini. Aku kembali duduk dibangku
putih yang catnya mulai memudar kusam. Aku masih duduk disini menunggu dengan
harapan. Sendirian. Sen..dirian.
Akankah kamu kembali pulang ketempat ini?
I’m telling you
I softly whisper
Tonight tonight You are my angel
Aishiteru yo Futari wa hitotsu ni Tonight… tonight… I just say…
Wherever you are, i always make you smile. Wherever you are,
i'm always by your side. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever”
right now..
Aku tidak mau jenuh. Aku mau tetap bertahan. Aku sayang sama
kamu Beby. Aku mau tetap menunggu kamu datang dan menghampiriku lagi disini. Tak
mengapa meski saat ini gerimis turun terus nanti berubah jadi badai dalam
guyuran deras membekukan aliran darah, membasahi badanku hingga membuatku sakit
pada akhirnya. Aku akan tetap menunggu. Menunggu dalam harap. Yaa.. Siapa tahu
kamu tiba-tiba datang terus memayungi badanku yang sudah kuyup, seperti dulu.
Saat aku merasakan kecewa, aku sedih terus lari ketempat
ini. Kamu yang menemukanku. Kamu memberikanku perlindungan dengan membiarkan
badan kamu basah kehujanan. Kamu bilang...
"Kalau kamu sakit
siapa yang nanti cerewet bercerita? Siapa yang memberikanku hiburan saat aku
merasa diasingkan orang lainnya? Siapa yang akan menemaniku disekolah?"
Haha.. kamu terus saja bicara dengan tetap berdiri
memayungiku yang malah berkata menyuruhmu untuk pergi karena aku tidak mau kamu
melihatku menangis. Tapi kamu malah jawab..
"Aku tidak
melihatmu menangis. Wajahmu yang sudah basah itu bukan karena air mata. Tapi
karena air hujan."
Dan itu jelas bisa membuatku akhirnya tenang. Entah apalah
tapi kamu selalu bisa membuatku merasa nyaman.
Aku merindukan itu. Merindukan kebiasaan tingkah tak terdugamu
yang bisa membuatku tersenyum lebar. Tertawa lepas. Apa kamu merasakan hal yang
sama?
I know now, just quite how My life and love might still go on
In your heart, in your mind I'll stay with you for all of time.
I'll go wherever you will go
I'll go wherever you will go
Kalau saja waktu itu aku lebih peka sama perubahan warna di
wajah kamu. Aku akan bilang Jika aku bisa. Aku akan pergi kemanapun kamu pergi!
Kalau nanti kamu bisa balik lagi kesini, aku pasti selalu duduk
dibangku ini. Menunggu hari dimana kamu kembali. Menunggu kamu muncul tiba-tiba
dibangku yang biasa kita duduki terus kamu bilang.. Maaf ya datang terlambat. Biasanya
aku kan ngambek tuh kalau kamu muncul tiba-tiba dalam keterlambatan kamu itu. Tapi
itu gak beneran kok. Itu cuma akting aja. Kalau nanti kamu ngelakuin itu lagi, aku
akan menarik tangan kamu dengan senang biar kamu duduk disamping aku dan gak pergi-pergi
lagi.
Tiga tahun.. apa yang sebenarnya sedang kulakukan? Aku masih
tetap bernafas. Masih tetap bisa melihat. Meraba. Bahkan menerawang. Hanya saja
aku tetap belum melihat adanya tanda-tanda kehadiranmu didekatku. Apa kamu
masih hidup? Kamu masih ingat aku, gak? Dimana kamu sekarang sebenarnya?
Berapa kali musim panas dan hujan aku lewati disini sendirian
tanpa teman apalagi sahabat, dengan dalih aku masih memiliki sahabat yang tengah
kutunggu kedatangannya? Aku lupa! Serius. Aku lupa itu Beby.
Karena yang aku ingat.. akan ada kamu dengan senyum lesung dikedua
pipimu berjalan menghampiriku. Saat angin sedang berhembus kamu terus saja
jalan hingga ponimu tersibak, kedua tanganmu sibuk mencoba merapikan agar
keningmu yang jenong itu tak terlihat. Hahaha..haah :'(
Hemm. Kalau kamu mau tahu apalagi yang aku lupa tentang
penantianku. Aku mulai lupa bukit berbangku tempatku biasa menantimu. Aku lupa taman
itu. Dari musim yang mulai tak kuketahui perubahannya, hingga lupa jalan ketaman.
Sangking lebih seringnya dapat "kurungan" dari Mama. Tapi untungnya ada
yang masih bisa membuatku ingat tentang kamu yang masih setia kunantikan.
Membuatku masih sadar melihat, berjalan, mengatur nafas, melalui hari di setiap
angka dalam kalender untuk menunggumu. Stasiun Kereta Api.
Masih ingatkah kamu dengan tempat itu, Beby?
I don’t need a reason
I just want you baby
Alright alright.. Day after day
Kono saki nagai koto zutto
Douka konna boku to zutto
Shinu made Stay with me
We carry on…
Wherever you are, i never make you cry. Wherever you are, i'never
say goodbye. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever” right
now.
Entahlah bagaimana rupaku saat ini. Lusuh? Kucel? Kumel?
Dekil mungkin? Atau bagaimana dengan kantung mataku? Dengan warna kulit di
wajahku? Hitam? Pucat? Haaa.. siapa perduli!
Aku ketempat ini berjalan sendirian. Kubiarkan tatapan aneh,
mungkin kasihan, apa ada yang berniat menculikku mungkin. Memberikan penilaian
masing-masing ketika aku meleweti mereka semua. Dan yang lebih parah dari
tatapan berbagai nilai itu... saat senja mulai nampak aku baru beranjak dari
rumah, menyusuri jalanan menuju stasiun kereta api.
Hvft. Pantas orang-orang menatapkan pandangan asing dalam
gerutuan. Tapi biarkan saja. Siapa perduli!? Bahkan Mama sendiripun sudah mulai
hilang asa untuk menahanku melakukan kegiatan abnormal kayak gini. Sepertinya
tingkahku semakin parah. Kacau.
Kamu tahu gak, Beby? Rasanya jarak antara rumah dengan
stasiun begitu dekat, hingga senja hilang berganti malam pekat, aku baru sampai
disana.
Duduk-duduk manis memandang langit yang tak berteman
persis sepertiku.
Mengayun-ayunkan kedua kakiku diatas jorokan ke bantalan rel
kereta dengan tempo tidak barengan persis seperti kita yang sudah lama tidak
bareng. Lalu turun jalan-jalan diatas bantalan rel dengan musik mengalun
membuatkan gema dalam telingaku.
Aku tak butuh alasan untuk bertingkah seperti anak hilang
diatas bantalan rel ini, karena hanya dengan melakukan itu aku bisa merasa
dekat denganmu.
Dalam perjalananku yang masih panjang. Aku mau tetap bersamamu
meskipun hanya dalam kenangan, akan terus kuhadapi. Sampai kapanpun, saat aku
tak bisa lagi berharap. Karena yang aku inginkan hanya kamu dan terus
bersamamu. Menyedihkan.
Wherever you are, i always make you smile. Wherever you are,
i'm always by your side. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever”
right now.
Bokura ga deatta hi wa
futari ni totte ichibanme no kinen subeki hi da ne
Soshite kyou to iu hi wa
futari ni totte nibanme no kinen
subeki hi da ne
Kokoro kara aiseru hito
Kokoro kara itoshii hito
Kono boku no ai no mannaka ni wa itsumo kimi ga iru kara
Hmm.. aku sebenarnya udah gak mau larut dalam kesedihan ini,
Beby. Kamu yang disana pasti gak mau kan lihat aku sedih. Aku juga sama.
kemanapun kamu pergi. Dimanapun kamu sekarang. Kamu gak perlu sedih. Pesan kamu
dalam lagu itu udah aku dengerin kok.
Kapan kenangan terpenting dalam hidup kita akan kembali
terulang?
Kalau kamu masih ingat saat kita saling bertemu di sekolah namun
tak saling kenal. Hingga kita bertemu di kompleks ini dan akhirnya sadar kita
ternyata dekat. Saat kita menemukan taman dibukit ini.
Setiap pertemuan kita adalah hal terpenting yang selalu
kutuliskan dalam sebuah memori untuk kemudian kukenang indah. Aku akan tetap
menunggu. Sampai habis waktu di dunia, untuk berjalan bersamamu. Memegang erat
tanganmu. Aku akan tetap menunggu. Sampai habis waktu didunia, untuk berjalan
disampingmu. Sampai habis waktu...
Jadi kapan kamu akan kembali menemuiku agar aku bisa
menjadikan pertemuan kita sebagai hal penting kedua untuk bisa kukenang lagi
nantinya?
Empat tahun... kurang bego apa aku? Sudah selama ini aku
menunggu kembalinya kamu. Taman dibukit. Bangku putih. Sudah lama kulupakan.
Mungkin rumput liarnya sudah tinggi-tinggi. Mungkin bangku putihnya sudah tak
nampak putih. Biarkan. Aku sudah lupa. Kenangannya membuat kepalaku rasanya
ingin pecah. Dan dua tahun ini aku menghabiskan waktu dalam hidupku menjemputmu
dari dunia yang entah dimana. Disini. Stasiun kereta api. Senja berganti malam
tak pelak menuntun ke pagi buta, aku habiskan sendirian. Haaa.
Harapku sempat tinggi ditempat ini tapi kemudian menurun..
terus menurun.. semakin menurun seiring ketidakjelasan hidup yang kujalani. Aku
masih hidup atau enggaknyapun aku tidak tahu pasti. Rasanya hampa. Pernah aku
membaca..
'Bagian tersulit dari perpisahan bukanlah saatku melangkah pergi.
Namun saatku sadar bahwa kenangan selalu ada.'
Iya itu. Kenangan. Rasa hampa yang membuat hidupku
berantakan ini karena terlalu banyaknya kenangan tentang kamu. Bagaimana bisa
aku membiarkanmu hilang bersama waktu pasti yang kulalui, jika setiap aku diam
yang kupikirkan itu kamu, setiap gerakpun yang kuingat tetap kamu. Kenangan
kita.
I’m telling you
I softly whisper
Tonight tonight You are my angel
Aishiteru yo Futari wa hitotsu ni Tonight… tonight… I just say…
Wherever you are, i always make you smile. Wherever you are,
i’m always by your side. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever”
right now.
Sore ini aku kembali berjalan masih dengan kedua kakiku. Kedua
matakupun masih kutatapkan kedepan. Dan pikiranku.. masih juga isinya tentang
kamu. Yang kalau saja kamu tengah memataiku kamu pasti akan lihat sendiri bagaimana
aku hidup tanpa kehidupan.
Apa memang seperti ini yang kamu rencanakan padaku, Beby?
Kenapa tidak kamu suruh saja kang pukul untuk memukuliku habis. Akan aku biarkan
mereka menyiksaku dan kamu melihatnya secara bebas bahkan gratis. Daripada kamu
siksa aku lewat kepergian tak berjejak.
Meski aku bilang kemanapun. Dimanapun.
Dengan siapapun. Dan apapun yang kamu katakan. Aku masih tetap disini menung...,
"SHANIAAAAAAAA!!!"
Haaaaa... kenapa remang...? Kepalaku... Siapa dia..?
"Shania..? Kamu dengar aku? Shania!"
...Beby..? Kamukah...,
kenapa rasanya lemas banget.
"Pak tolong Pak, panggilin ambulance. Shania kamu masih
bisa dengar aku? Shania!"
Aku tak bisa melihat jelas. Kepalaku sakit. Apa kamu Beby?
Kamu kembali juga akhirnya.. Beby aku................,
****
Badanku rasanya masih lemas. Kali ini pertanyaanku serius.
Apa aku masih hidup? Sepulangnya dari rumah sakit aku tak banyak gerak hanya
tiduran dengan kegiatan kecil lainnya (Makan. Minum obat) itu juga dipaksa.
Coba menarik tubuh malah berasa melayang. Ku pejamkan dulu
mataku untuk meredam rasa sakit sedikit yang melayang-layang hingga membuat
tubuhku terasa ringan.
Masih siang atau sudah sore? Kupaksakan saja untuk
beneran bangun. Sudah lama rasanya gak ke stasiun kereta api. Apa jangan-jangan
Beby sudah ada disini lagi? Ahh.. aku harus kembali kesana. Aku tak mau
melewatkan kembalinya Beby untuk nantinya kusambut dan aku menjadi orang pertama
yang dia lihat diperon kereta ...
"Gak apa-apa?! Kenapa harus maksain bangun kalau masih
pusing?"
Aku buka pelan kedua mataku yang sesaat sebelumnya mencoba
kembali bangun dari duduk bermaksud jalan, namun ternyata ringannya badanku malah
tak bisa kukendalikan. Aku tersungkur.
Siapa dia? Aku bisa lihat wajahnya yang tengah melihat
kearahku dengan cemas.
Coba untuk berdiri. Lepaskan diri darinya "Ughhhh..sss" Payah. Ada apa dengan tubuhku? Mataku kembali kupejamkan karena rasa pusingnya cukup
mengganggu. Hingga aku merasa tidak sanggup untuk tegap.
"Udah dibilang ndak usah maksain kalau masih pusing!"
Kembali dia bicara. Siapa dia sebenarnya? Kenapa dia bisa
ada dirumahku? Kenapa juga dia bisa ada dikamarku?!
"Mending kamu rebahan lagi. Kondisi kamu pasti belum
pulih betul. Aku bantu ya?"
Kedua tangannya yang ada pinggangku dia tarik
satu untuk memapahku. Dengan dia ambil lengan kananku lalu ia lingkarkan
dilehernya dan sebelah tangannya masih dia diamkan dipinggangg seperti awal
tadi saat dia menangkapku yang hampir jatuh.
Siapa dia sebenarnya? Mama dimana? Terus kamu dimana Beby? Hemm.
"Mau minum ndak?"
Lagi-lagi dia bicara dengan logat seperti orang jawa timur
apa tengah tak tahulah.
"Aku ambilin bentar. Tapi kamu jangan bangun lagi ya?
Nanti kepalanya keleyengan, siapa yang mau nangkep kalau jatuh? Jatuh itu sakit
loh. Hehee"
Seringainya terlihat tulus. Siapa gadis ayu berambut panjang
dengan poni samping menutup keningnya ini? Aku tidak menjawabnya. Siapapun dia, tidak
mau aku ambil ingat.
Melihat langit-langit kamar.. sejak kapan langit kamarku
berubah warna?
Jadi ingin melihat semua isi didalam kamar..
Kenapa gordennya yang itu? Lemari kenapa jadi bergeser
letaknya? Meja belajarku? Tempat aku biasa menyimpan boneka? Rak foto kita mana
Beby? Kenapa rak foto yang kita buat tidak ada didinding itu? Pasti Mama yang
melakukan semua ini. Tapi untuk apa? Sejak kapan juga?
Aku kembali menarik badanku yang menyatu dengan tempat tidur
untuk menemui Mama dan menanyakan dimana rak foto aku sama Beby. Itukan
kenangan nyataku bersama Beby satu-satunya. Mama ahh.
"Andela kembali...."
Belum juga bangun. Gadis itu sudah kembali masuk kamarku.
Andela? Jadi namanya Andela.. haaaa siapa perduli!
"Nih, Shan. Aku ndak cuma bawain kamu air minum aja.
Tapi aku bawain kamu nasi tim ati ampela sama ada kentang gorengnya loh. Waiki pasti
mantep. Mamamu yang bikin. Tadi beliau pesan kalau kamu udah bangun suruh makan
nasi tim yang udah disiapin biar bisa minum obat udahnya."
Dia masih terus bicara tapi aku tak mau menggerakan bibirku
untuk menanggapi apa hanya sekedar senyum. Malas. Aku malah kembali melihat
sudut dimana tadinya ada rak dengan banyaknya foto aku sama Beby.
"Kamu makan yah? Aku suapin deh."
Hanya melihat dia yang sedang mengangkat sendok untuk
disuapkan padaku, sekilas. Aku kembali melihat sudut itu lalu menyusur sudut lain
siapa tahu Mama memindahkan kesebelahmana gitu.
"Kamu ndak mau makan ya? Nanti Mama kamu marah sama
aku? Emm.. nanti juga kamu susah buat bangun. Sekarang aja kamu lemas kan?
Atau.. kamu ndak mau makan karena aku yang nyuapin?"
Sepertinya dia tidak melihat saat aku mengerung sedikit
mendengar ucapan terakhirnya. Apa yang dia lakukan. Apa yang terakhir dia
ucapkan. Kenapa dia seperti Beby?
"Kamu kan lagi
sakit Nju. Kalau kamu enggak makan gimana mau sembuh? Gimana ada tenaga untuk
main? Kepalanya makin pusing nanti kalau gak makan terus minum obatnya.
Ayolahhh makan dikiiiiit aja. Ya? Atau.. kamu nggak mau makan karena aku yang
nyuapin?"
Aku beneran masih rindu sama kamu Beby. Aku lagi sakit. Kamu
baliklah kesini. Aku mau kamu yang nyuapin aku.
"Huft. Yaudahdeh kalau emang ndak mau makan. Aku taro
sini ya nasi tim sama minum plus obatnya. Maaf kalau bikin kamu risih."
Yang aku sadar dia sudah tidak ada didepanku. Kemana gadis
itu?
(-- )
Sudah berapa lama aku tidak kesini? apa Beby ada datang? dia
pulang lagi kesini gak ya?
Duduk dengan kaki menjulur kebawah aku diam mengheningkan
cipta lagi. kembali seakan pikiranku di setting otomatis aku memikirkan lagi
kamu dengan kedua daun telingaku kupasangi earphone mendengarkan lagunya one ok
rock yang wherever you are.
I’m telling you
I softly whisper
Tonight tonight You are my angel
Aishiteru yo Futari wa hitotsu ni Tonight… tonight… I just say…
Wherever you are, i always make you smile. Wherever you are,
i'm always by your side. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever”
right now.
I don’t need a reason
I just want you baby
Alright alright.. Day after day
Kono saki nagai koto zutto
Douka konna boku to zutto
Shinu made Stay with me
We carry on…
Wherever you are, i always make you smile. Wherever you are,
i’m always by your side. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever”
right now
Wherever you are, i never make you cry. Wherever you are, i'never
say goodbye. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever” right
now.
Bokura ga deatta hi wa
futari ni totte ichibanme no kinen subeki hi da ne
Soshite kyou to iu hi wa
futari ni totte nibanme no kinen subeki hi da ne
Kokoro kara aiseru hito
Kokoro kara itoshii hito
Kono boku no ai no mannaka ni wa itsumo kimi ga iru kara
Wherever you are, i always make you smile. Wherever you are,
i’m always by your side. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever”
right now.
Huft. Apa salah aku menjalani kehidupanku yang sekarang hanya
untuk menunggumu? Apa kembalinya kamu itu beneran hanya sebatas mimpi?
Aku selalu dan terus tak henti berusaha meyakinkan diri
bahwa disuatu tempat sana kamu juga sama seperti aku yang hanya diam melamun
mengharapkan kedatangan kamu. Kita bertemu lagi disini.. ditempat kamu
melepaskan aku.
Aku nggak mau membuat kamu menangis. Kamu seperti itu gak
sama aku?
Aku gak mau kamu menghawatirkan keadaanku seperti aku
menghawatirkanmu. Kamu seperti itu juga gak ke aku?
Aku mau kamu tetap membiarkan aku jadi sahabat kamu yang
selalu ada disamping kamu saat suka ataupun duka, walau kini ada jarak tak terlihat
antara kita. Kamu berfikir seperti itu juga nggak?
Apapun yang kamu katakan disana pada orang-orang yang kamu
temui. Aku akan tetap bungkam karena aku hanya ingin memperdengarkan suaraku
didepan kamu. Seperti itujugakah harapanmu terhadapku?
Anganku ku barengi dengan gerakan hendak menuruni tempat duduk
untuk melakukan hal biasanya (jalan diatas bantalan rel)
Aku butuh jawaban. Aku butuh kabar. Aku tidak mungkin
seperti ini terus Beby. Aku tidak sekebal itu.
Kamu tahu? Ada saudara sepupuku dirumah. Kusadari hadirnya
saat aku sakit, padahal kata Mama ketika bercerita diatas meja makan. Dia sudah
mau 4 hari ada dirumah, katanya menghabiskan waktu libur sekolah untuk
menemaniku. Lihatkan Beby? Dan setelah kejadian dijalan waktu itu.. perlahan
dia selalu bisa kulihat. Bisa kudengar ucapan yang bahkan tanpa balasan dariku
selalu dia keluarkan. Dan dia juga...,-
Belum juga aku turun. Lagu yang kuputar sudah habis dan siap
mengulang otomatis (hanya satu lagu itu yang selalu kuputar ulang. Berulang.)
Dan dari jeda putaran lagu aku Sedikit bisa mendengar sayup suara petikan gitar
dengan iringan suaranya yang biasa saja. Bagian otak mana yang menyuruhku aku
sendiripun tidak tahu. Aku tidak jadi turun ke bantalan rel malah diam duduk
termenung mendengarkan petikan gitar dengan vocalnya yang khas mengiringi
petikan dalam sebuah lagu berbahasa inggris. Tidak hanya duduk. Tanganku dengan
cepat mematikan player musik yang sedaritadi menggemakan lagunya One Ok Rock
lalu aku mendengarkan lagu yang tengah dinyanyikannya.
Dialah saudara sepupu yang aku bilang. Andela namanya. Dia
selalu mengikutiku ketempat ini. Menemaniku dalam diam dibelakang. Mungkin dia disuruh
Mama. Dan kali ini. Untuk pertama kalinya aku baru tahu kalau ternyata dia
tidak hanya duduk diam mengikuti dibelakang menemaniku sekaligus mengawasi, tapi
dia juga memainkan gitar. Mungkin dia bosan mengikuti dan hanya duduk diam
manis memanyunkan bibirnya melihat tingkah anehku.
Aku hanya duduk diam dengan akustikan dan suaranya. Dia yang
sering menemaniku sekarang Beby. Haruskah aku menggantikan posisimu dengannya?
Diakah yang Tuhan kirim untuk mengembalikan kehidupanku agar kembali normal?
Tidak mungkin. Diakan hanya sementara disini. Dia hanya liburan dan besok lusa
bisa saja dia kembali pulang ke rumahnya disana. Terus aku sendirian lagi.
Seolah angin tahu berapa lama biasanya kuhabiskan penghujung
hari ditempat ini. Hembusannya mulai terasa dingin menusuk. Aku beranjak dari
duduk dengan hantaran alunan akustik lagunya... aku tidak tahu lagu siapa yang
Andela mainkan. Tapi itu smooth. Enak didengar tak enak diresapi. Seolah rasa
sakitnya dilagu itu sampai keperasaanku.
"Kamu apa ndak kedinginan yo Shania. Baju yang kamu
pake itukan tipis terus cuma dilapisi sweater tipis juga?"
Andela jalan disampingku. Mungkin sebelumnya juga seperti
ini tapi aku tidak menyadari.
"Kamukan baru sembuhan dari sakit kemarin. Entar sakit
lagi gimana? Kasihan toh badannya. Kamunya juga kasihan harus minum obat terus.
Hmm."
Dengan gitarnya dia gendong dipunggung dia kembali bicara.
Dan seperti apa yang aku bilang.. dia terus saja bicara padahal aku tidak
menang..,-
"Raglan yang ku pakai lebih tebal dari sweatermu. Kamu
lebih butuh jaket ini, Shania. Biar gak sakit lagi. Hehee."
Mengerung sesaat melihat tangan sebelah kanannya yang ada didepan
badanku karena dia tengah menyimpan jaketnya dipunggungku. Aku tidak menyadari
pergerakannya yang sesaat bicara lalu sesaat setelahnya dia berhasil membuatku
melihat kearahnya. Menghentikan sejenak langkahku dan aku menatapnya. Apa yang
dia lakukan? Kenapa dia lagi-lagi mengingatkanku sama kamu Beby.
"..emmm maaf Shania. Kamu ndak suka ya pakai jaket punyaku?
Apa aromanya bau gitu? Atau itu ganggu kamu ya? Aduh aku..,-"
Tidak kudengarkan lagi suaranya aku kembali jalan. Andela
benar-benar ngingetin aku sama kamu.
Saat itu.. kita pulang kemaleman dari
bukit karena ketiduran disana. Dan aku gak bawa jaket, terus kamu tanya aku
dengan basa-basimu. Jelas aku menolak. Karena kalau aku pakai jaket kamu, kamunya
gimana? Nanti malah kamu yang sakit. Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu lucuti
jaketnya dan kamu pakaikan dipunggungku
"Akumah udah
biasa. Udah kebal sama angin. Jadi gak akan kenapa-kenapa. Kamu lebih butuh jaketnya,
aku gak mau kamu sakit."
Saat aku coba menolak padahal kamu sudah bicara seperti itu.
Aku rangkul saja kamu biar jadi dekat sama aku terus ceritanya kita berbagi
jaket. Dan aku ingat betul bagaimana ekspresimu saat itu. Konyol. Tapi itu
menyenangkan. Kapan kamu akan melakukan itu lagi sama aku, Beby?
( --)
Masih terus seperti ini? Aku tidak begitu tahu bagaimana
cara menghentikan laju aktifitasku yang diatas normal ini. Aku ingin
menghentikannya tapi entah kenapa bayangan kamu, kenangan kita. Seperti menahan
paksa agar aku tak kembali.
Mau sampai kapan kamu menyiksaku seperti ini Beby?
Kembalilah. Atau paling tidak.. berikanlah aku kabar, walau hanya via suara.
Karena sejauh apapun kamu. Sepanjang apapun jarak kita. Langit yang kita
pandangi tetap sama kan? Dan suatu hari nanti kita akan kembali bertemu.
Iyakan?
"..Shania?"
Tiba-tiba saja dia menghentak lamunanku dengan suara
panggilannya. Aku tidak tahu pasti sudah berapa lama Andela berdiri disebelahku,
memanggilku dengan... payung ditangan kirinya. Dia memayungiku? Memangnya sedang
hujan?
"Kita harus kepinggir Shania. Sebelum hujannya mulai
deras."
Katanya masih dalam posisi berdiri. Dia sempat-sempatnya
membawa payung saat mengikutiku. Jadi beneran hujan? Ah. Biarkan saja. Aku
belum mau beranjak.
"Shania... ayolah. Kita kepinggir ya?"
Masih saja membujuk. Tidak tahu apa kalau aku gak mau!
"...Apa kamu ndak bosan melakukan.. melakukan kegiatan
ini tiap hari?"
Andela ternyata keras kepala. Dia malah duduk disebelahku dengan
kedua kakinya ikut menjulur kebawah dan payungnya masih melingkar diatas
kepalaku dan juga kepalanya. Kita satu payung dibawah guyuran hujan yang tadi
katanya mau mulai menderas dan benar saja. Tapi bukannya Andela kepinggir tanpa
perlu menghiraukan aku, dia malah duduk disebelahku. *jangan goyahkan Shania,
Andela.
"Setiap hari loh, kamu kemari entah dengan tujuan apa.
Kamu menyakiti diri sendiri Shania. apa kamu gak sadar akan hal itu?"
Andela? Apa maksud ucapannya kali ini? Kenapa dia masih
terus bicara dengan aku masih terus juga tidak menanggapinya. Kenapa dengan
anak ini?!
"Kamu memikirkan seseorang lebih dari memikirkan. tapi
apa kamu yakin di memikirkan kamu balik? atau.. apa dia melakukan hal yang sama
seperti kamu?"
Suaranya keras berbarengan dengan rintik hujan yang
menderas. Andela sempat membuatku merenung dalam lamunan.
"Tidak hanya kamu. Mama Papa kamu. mereka cemas atas
keadaan kamu yang seperti ini. Terus mau sampai kapan? Sampai kapan kamu
menyakiti diri sendiri untuk seseorang yang kamu sayang. Tapi dia.. entah dia
sayang sama kamu apa enggak. Hidup kamu kacau. Tapi dia.. kamu gak tahu kan?
Siapa tau dia ternyata baik-baik saja"
Ada benarnya yang Andela katakan. Tapi aku tidak mau terima
itu. Aku mau tetap dengan kehidupanku yang tidak jelas menunggu kembalinya kamu
Beby. Karena aku yakin kamu tidak pernah melupakan aku. Iyakan? Kamu juga sama
kayak aku, gak baik-baik saja dengan perpisahan yang kamu buat. Iyakan?
"Menunggu boleh. Sayang sama dia juga boleh. Tapi kamu
ndak boleh jadi kayak mayat hidup gini. Kasihan kamu. Kasian orang tua kamu.
Dan... hmm, kasihan juga sih sama dia yang sedang kamu tunggu. Kalau kamu saja
disini seperti ini. Bagaimana dengan dia yang udah ninggalin kamu? Sahabat itu selalu
bisa merasakan apa yang sedang dirasakan sahabatnya lohh. Aku sih gitu."
Aku kembali melihat pada Andela dan... senyumnya. Beby...
tolonglah. Aku benar-benar merasakan adanya kamu dalam senyum tulusnya Andela.
Aku merasakan hadirmu yang kadang sok dewasa buat hibur aku, dalam ucapannya
Andela. Dengan posisinya membentangkan payung untuk melindungiku. Andela
semakin membuatku merasa nyaman dan merasa ada hawa lain yang bisa membuatku
hidup.
"...Cause if one day you wake up and find that you’re
missing me, and your heart starts to wonder where on this earth I could be. Thinkin
maybe you’ll come back here to the place that we’d meet. And you’ll see me
waiting for you on the corner of the street. So I’m not moving, I’m not moving
I’m not moving, I’m not moving..."
Tidak juga mendengar gubrisanku. Andela malah nyanyi-nyanyi
dengan kedua kakinya dia gerak-gerakan.
Apa dia benar-benar akan menggantikan kamu Beby? Kamu gak akan
marah kan?
(__)
Semalam saat kita sampai dirumah cukup larut aku kembali
melamun dalam renungan. Mungkin Andela salah. Disini aku tidak baik-baik saja
memikirkan bagaimana hidup dan kehidupannya, tapi disana dia baik-baik tanpa
memikirkanku. Atau mungkin Andela benar. Kalau disini hidupku seperti ini..
bagaimana dengan Beby disana? sahabat itu bisa merasakan apa yang sedang
dirasakan sahabatnya.
Seperti itukah kamu disana? Seperti dirikukah kehidupan kamu
disana? Merasakankah kamu apa yang aku rasakan selama 4tahun pasca kepergian
tanpa jejakmu itu Beby? Aku harap begitu. Jadi kita sama-sama tahu bagaimana
rasa dan perjuangannya.
Pertanyaan tanpa jawaban itu malah membuatku mengetikan
sebuah pesan untuk selanjutnya
kukirimkan pada Andela. Iya Andela. Yang contact namenya sudah ada di hp ku.
Mungkin ini kerjaannya Mama.
'Kalau kamu bisa. Besok pagi temani aku ke taman. Aku tunggu.
Jam 9 kita pergi. Makasih.'
Begitu saja kukirimkan teks messagenya tanpa berpikir dalam
keadaan normal. Tapi.. aku kan memang sudah tidak bisa lagi berfikir normal.
Apa yang tengah aku lakukan? Mungkinkah Andela yang benar-benar
akan membawaku kembali hidup normal seperti biasanya. Aku tidak ingin melupakanmu
Beby. Tapi mungkin aku harus menyimpanmu dalam sebuah kenangan. Maafkan aku.
Pagi ini. Aku masih ingat kok teksting semalam yang kukirim
ke Andela. Dan dia membalas dengan 'Aku mau. Besok pagi jam 9 kan? Oke {}'
entahlah emot apa yang dia selipkan di ketikan teks messagenya itu.
Kenapa semalam bisa-bisanya aku meminta Andela untuk menemaniku
ke taman? Taman bukit tempat biasa aku sama Beby menghabiskan waktu. Taman
bukit berbangku putih yang sudah tidak aku injak selama dua tahun lebih.
Bagaimana keadaan disana saat ini saja aku tidak tahu. Ada
apa ini? Hatiku yang mulai melunak ingin bisa beranjak dari memikirkan Beby,
malah mengajak Andela ke tempat penuh kenangan itu. Ahh. Mungkin ini cara
hatiku untuk move on dari Beby.
7.48 Aku duduk bersama Papa juga Mama diatas meja makan
menikmati sarapan. Dimana Andela? Kenapa dia tidak ikut sarapan bareng? Katanya
dia oke mau menemaniku. Huuft. Atau mungkin sebenarnya dia tidak mau menemaniku
ke taman.
Kenapa tiba-tiba jadi terasa resah gelisah tak karuan? Apa
mungkin karena Andela yang belum juga terlihat padahal sarapannya sudah selesai
dan jam didinding... 8.30?
Bukan. Bukan karena itu hatiku jadi tidak karuan tak
menentu. Karena bisa atau tidak bisa Andela menemaniku ke taman tidak mau terlalu
aku ambil pusing. Toh siapa aku bisa dengan seenaknya diemin dia yang ngikutin
aku ke stasiun menghabiskan malam, terus tiba-tiba ngajak dia ketaman. Andela
juga pasti mikir kali. Balasan message kemarin mungkin salah ketik. Haaah.
8.48 Masih saja resah gelisah tak menentu. Jalan. Duduk diam
sendiri diteras. Lagi-lagi melamun tapi rasa lamunannya aneh. Kenapa sepertinya
hari ini lebih membuat hatiku terasa lemah dan.. tiba-tiba saja aku ingat
setiap tingkah-polahnya Andela. Bukan Beby. Apa mungkin ini nyata sebagai
langkah awalku untuk menyimpan Beby dalam kenangan? Tapi dalam setiap ingatan
gambaran Andela, Beby tetap muncul dan liarnya... ada bisikan kecil berhembus
kalau aku bisa kembali bertemu dengan Beby hari ini.
Hatiku...? kenapa dengan hatiku? Tiba-tiba saja terasa Deg-degan
tak karuan. Sudah lama aku tidak merasa seperti ini.
9.00 bunyi kecil dari jam ditangan kiriku membuat aku
menarik tubuh untuk beranjak dari kursi di teras. Aku melihat sesaat kedalam
rumah tapi tidak kudapati adanya gerusuk Andela dari dalam. Ini sudah waktunya
pergi namun dia belum muncul, dan kalau dia memang menyanggupi ajakanku,
harusnya dia sudah tergesa-gesa ada didepanku sekarang ini. Haaa.. sudahlah.
Mungkin Andela memang tidak bisa menemaniku. Aku tarik langkahku untuk mulai
menyusuri jalanan ke taman.
Apa aku masih ingat jalan ketempat itu ya? Apa aku siap ketempat
itu lagi dan siap dengan segala kenangan yang bisa saja muncul tiba-tiba. Karena
katanya.. setiap lagu apa tempat bisa saja memunculkan sebuah kenangan, sebuah
gambaran. Bahkan tanpa diminta.
Apa aku benar-benar bisa melupakan dan menyimpan kenanganku
bersama Beb...,- Beby...?
Aku memaku sesaat didepan gerbang rumah, belum keluar.
Beby?
Apa benar itu kamu? Mengucek kedua mata. Seperti melihat sesosok mahluk gaib.
Tak percaya dengan apa yang kulihat. Ini tidak mungkin. Pasti salah. Dia bukan
Beby. Gadis yang baru turun dari taksi dan sedang melihat sekitar kompleks itu
pasti bukan Beby. Kenapa hatiku yang tadi resah gelisah seperti mendapat
jawaban. Aku melihat Beby. Ahh. Tapi tidak mungkin. Aku pasti salah. Mataku
mungkin siwer. Dia bukan Beby!
Shania.. dia bukan Beby. Mana mungkin dia kembali setelah 4
tahun lebih pergi tanpa pamit?! Ayolah...!!
Aku coba tepis keherananku dan menetapkan hati kalau itu
memang bukan Beby. Kali ini aku beneran keluar rumah. Ku tutup kembali pagarnya
lalu kugeser kunci kecilnya. Dia bukan Beby. Sudahlah Shania.
Mulai ku susuri jalanan kompleks menuju taman bukit tanpa
Andela yang ku ajak lewat sms dengan balasan darinya Oke tapi ternyata dia
tidak memenuhinya. hemm..
Sendirian... sibakan angin ini seakan mengajaku untuk kembali
mengingatmu. Ingat saat kita janjian pergi ketaman dengan kamu bilang kamu akan
kerumahku dulu. Katanya mau jemput biar bisa barengan gandengan tangan ke tamannya.
Aku nunggu kamu gak datang-datang. Ku kasih saja perpanjangan waktu saat nunggu
kamu, tapi kamu gak datang juga. Akhirnya aku pergi sendiri.
Tapi pas aku udah
beberapa jauh dari rumah, kamu muncul dari belakang mengagetkan aku. Jelas aku
kesal! Inginnya marah, tapi kamu malah pasang tampang sok merasa bersalah. Bicara
sambil pegang tanganku yang tadinya aku pakai memegang dadaku yang memang
beneran kaget. Jadi akunya gak tega.
"Aduh. Maaf.
Maaf. Kamu kaget banget ya? Maafin ya Nju. Gakda maksud bikin kamu kaget kok.
Maafin ya?"
Muka kamu ituloh... hem. Mana tega aku marahin kamu yang
lagi pasang tampang bersalah tapi jatuhnya malah keliatan lucu gemesin kayak
anak kecil takut dimarahin. Hahaaa... kenapa?
Rasanya ingin kutengokan wajahku kebelakang. Siapa tahu kamu
datang. Muncul mau bikin aku kaget tapi aku bisa duluin kamu bikin kamu kaget.
Tapi... ah. Untuk apa? Kamu gak akan kembali kan, Beby? Apa benar kamu tidak
akan kembali kesini bahkan hanya untuk sekedar menyampaikan maaf karena telah
meninggalkanku diam-diam dalam diamnya kamu yang menyebalkan!
Tapi kalau misalnya kamu beneran kembali? Apa yang akan
kulakukan?
Memaafkan kamu? Untuk apa? Memangnya kamu salah apa?
Menerima kamu
kembali menjadi sahabat aku? Memangnya kita pernah sahabatan?
Mendengarkan
penjelasan kamu yang pergi entah kemana sekian tahun? Memangnya aku ini
siapa? Atau.. haruskah aku melejit memelukmu dan bilang kalau aku tidak mau
lagi kamu tinggalkan. Aku tidak marah atas tindakan kamu yang meninggalkanku
tanpa pamit, tanpa kabar? Iya kalau kamu masih ingat sama aku? Kalau ternyata sudah
lupa?
Haaaa... aku tidak pernah lagi jadi siapa-siapa yang bisa
kamu jadikan tempat penampung cerita sedih sendu hingga bahagia haru. Mungkin
aku terlalu berlebihan. Kalau kamu memang beneran bisa kembali... biarkan saja Tuhan
yang menuntun hatiku untuk bereaksi atas hadirmu yang tiba-tiba seperti pergimu
4 tahun lalu.
Kenapa..., kenapa tiba-tiba aku jadi ingat yang didepan
gerbang rumah tadi? Mungkinkah itu Beby? ahh. Shania. Tidak mungkin. Itu bukan
dia. Sudahlah!
Sekelebat bayang wajahmu yang entah nyata atau hanya ilusi didepan
gerbang rumah tadi, kenapa malah dimasuki bayangan wajahnya Andela yang tidak
menemaniku saat ini ya? Sebegitu inginnyakah aku ditemani Andela untuk kembali
ke taman yang sudah lama tak kudatangi? Untuk apa?
Sampai. Tempat ini.. benar saja. Saat kita mendengarkan
sebuah lagu. Berdiri diam di suatu tempat yang pernah ditinggalkan. Tanpa
diminta, setiap kenangan bergerak dalam pikiran seolah dialah pemilik raga saat
ini. Membuatku diam terpaku dalam memori bersama kamu. Bersama cerita tanpa
judul saat aku kamu tinggalkan. Rasanya henyak. Haru. Tapi aku gak mau nangis.
Cukup.
Berjalan mendekati bangku putih.., nggak. Udah gak putih. Bangku
ini sudah usang, juga sudah kusam. Duduk menyendiri, kenangan kita masih melekat.
Bermain riang gembira memukul pikiranku. Haaah. Bisakah kita kembali mengulang
setiap apa yang pernah kita lakukan ditempat ini Beb.., Beby..? Beby...? Aku
salah. Tidak mungkin itu kamu? Tidak mungkin saat ini kita dalam satu pijakan.
Kamu kan pergi ninggalin aku.
Itu kamu. Itu memang kamu kan Beby? Gadis berambut pendek
sebahu itu.. kamukah itu..?
Aku bisa melihat jelas seseorang yang tengah
berdiri mengitarkan kedua matanya kesetiap arah tak bersudut ditaman ini. Taman
rahasia kita. Mungkinkah itu kamu Beby? Sejak kapan rambutmu kamu potong pendek?
Aku memegang rambutku yang juga tidak terlalu panjang. Apa ini bagian dari
mimpi? Apa ini yang namanya ilusi dalam delusi?
Tubuhku rasanya lemas. Melayang-layang saat otakku membenarkan
kalau yang tengah kulihat itu Beby. Jadi. Apa yang akan kulakukan? Itu Beby.
Itu kamu Beby. Kenapa aku malah kehilangan daya terhadap tubuhku sendiri.
Terduduk lunglai. Apa yang tengah aku lihat kenapa tidak bisa membuat
perasaanku senang. Aku malah melamun. Kamu kembali Beby? Untuk apa kamu kembali?
Kenapa kamu kembali? Apa ini nyata?!
Aku melihat kedepan dimana Beby..- Aku masih belum percaya
aku mengeja namanya dengan kini orangnya tengah ada didepanku dengan jarak
pandang cukup jelas tidak ngeblur. Beby ada lagi di pelupuk mataku. Aku bisa
lagi melihat dia dari atas sampai bawah secara utuh. Ini bukan lamunan. Ini
bukan ilusi. Ini nyata. Itu Beby.
Apa yang sebaiknya aku lakukan? Haruskah
kutebus rasa rindu ini dengan berlari kearahnya dan memeluknya? Atau haruskah
kudiam saja duduk dibangku ini seakan yang kulihat itu hanya mimpi belaka.
Tidak ada Beby.
Tapi aku rindu. Aku mau sama dia lagi. Aku mau bicara lagi
sama dia. Aku mau nahan dia biar tidak pergi lagi. Aku...,-
Persis saat aku akan berdiri bermaksud mewujudkan apa yang
diperangkan pikiran dan hatiku.
"Maaf terlambat. Hehee"
Andela?
"Huffft. Aku kebablasan tidur Shania. Semalam kayaknya
aku masuk angin deh makanya aku jadi bangun kesiangan. Padahal alarm ku udah ku
setel sejam lebih awal dari biasanya aku bangun. Maaf yaa.."
Buyar. Andela yang tiba-tiba datang seolah sebagai jawaban
dari apa yang harus kulakukan untuk menghadapi kenyataan ada Beby didepan sana.
Lari memeluk. Atau diam menjalankan maksud 'move on' ku.
"Aku tadi udah bilang sama tante kalau aku..,"
"Duduk sini, Andela!"
Suaraku yang memotong ucapannya membuat Andela menganga.
Mungkin dia heran mendengar suaraku.
"Kenapa malah bengong? Gak mau duduk apa?"
Aku buyarkan saja kebengongan dalam ngangaan mulutnya yang
masih dalam posisi setengah jongkok mengatur nafas dengan gitar dia tenteng tanpa
tasnya ditangan sebelah kiri.
Wajahnya masih bingung tapi posisi berdirinya sudah biasa lagi.
Andela lucu. Dia melangkah maju lalu duduk disebelahku. Masih bisa kulihat
jelas ekspresi wajahnya yang masih belum berubah. Dia mungkin masih diambang
percaya tidak percaya mendengar aku bicara. Karena selama dia ada dirumah
meghabiskan liburannya dengan entah terpaksa atau tidak selalu membuntutiku ke
stasiun kereta api sore sampai malam bahkan sempat sampai pagi buta. Aku tak
pernah bicara. Aku tak pernah menanggapinya. Kasihan Andela aku cuekin. Maaf ya
Andela.
"Biasanya dia duduk di tempat kamu duduk. Dia juga
sering banget terlambat datang kalau kita janjian ditempat ini!"
Ada apa denganku? Bukankah tadinya aku mau menghampiri Beby.
Iya itu fix Beby. Orang menyebalkan yang udah ninggalin aku tanpa pesan. Tidak
ada pamit. Atau peluk perpisahan. Apa tangisan sedih takut pisah. Yang ada
adalah aku yang hidup tapi terlihat tidak hidup. Bagaimana kamu bisa sehebat
itu melakukan semua ini padaku Beby? Sekuat itukah hatimu membuatku seperti
mayat hidup, selama kamu tinggalkan?!
Senyum kecil Andela yang bisa kulihat dari samping kunikmati
sesaat lalu kembali aku bicara.
"Kita sering banget habisin waktu ditempat ini. Tempat
yang tidak ada seorangpun tahu akan keberadaannya. Tempat yang kita temukan pas
kita dulu bingung mau main apa. Tidak tahunya malah nyasar ketempat ini!"
Biarkan saja Beby dengan apa yang sedang dia lihat antara aku
sama Andela.
Andela masih tampak bingung. Tenang Andela. Tidak hanya kamu
kok yang bingung, karena aku juga merasakan hal yang sama. Tapi tidak apa.
Masih mending kita bingung, coba dia yang sekarang masih di posisinya semula yang
tengah melihat kearah kita.. mungkin bukan hanya bingung saja yang dia rasakan
tapi sedih juga.
Bagaimana rasanya Beby? Itu belum apa-apa!
"Sebelumnya gak ada yang tahu tentang tempat ini selain
aku sama dia. Dan gak ada juga yang duduk ditempatnya dulu biasa duduk buat
nemenin aku."
Kita saling tatapan. Andela kaget saat mendengar ucapanku
yang barusan. Mungkin dia pikir taman ini tempat istimewa aku sama dia yang sudah
meninggalkanku, yang empat tahun kemarin tak tahu kemana tak ada sedikitpun
kabar.
"Emm.. maaf kalau aku lancang. Dia itu siapa,
Shania?"
Aku pikir Andela tidak akan bertanya. Tapi aku yakin. Dia
pasti tahu siapa 'Dia' yang aku maksud. Dari Mama tentunya.
"Dia itu... dia..., kamu mau mainin lagu itu lagi gak,
Andela?"
"Hah?"
"Yang suka kamu mainin kalau lagi nemenin aku di
stasiun kereta api!"
"Apa? Jadi kamu?"
Dua kali Andela aku bikin terkejut hari ini. Diam-diam tanpa
dia tahu aku sering mencuri dengar nyanyiannya saat dia menemaniku di stasiun
keret api. Dan lebih dari mencuri dengar.. Aku tahu siapa penyanyi dan judul
lagunya, bahkan bisa sedikit kunyanyikan. Mungkin dibagian chorusnya.
"Baiklah. Tapi suaraku gak bagus. Jadi kamu jangan
kabur yaa pas nanti aku nyanyi."
Jawaban Andela lewat bicara dalam aksen medoknya membuat aku
kembali tersenyum padanya dan dia terlihat senang melihatku. Hanya dengan
sedikit senyum Andela terlihat senang. Sudah selama itukah tidak kurekahkan
senyum hingga saudara sepupu jauhku ini terlihat senang dengan senyumku.
Petikan gitar mulai terdengar seiring dengan gerakan tangannya.
Aku diam mendengarkan melihat kedepan tapi tidak kulihatkan kedua mataku pada
Beby.
Aku tidak ingin seperti ini. Tapi kalau aku membiarkan Beby
datang terus masuk lagi dalam kehidupanku begitu saja. Aku tidak mau sakit lagi.
Aku ingin keluar dari rasa hampa ini Beby. Kamu terlau lama membiarkanku
sendirian. Kedua pipiku terasa hangat. Untuk apa aku menangis?
Suara nyanyian lagunya The Script yang Andela bawakan membuat
dadaku penuh sesak hingga terasa menghimpit.
How can i move on when i'm still in love with you?
Aku tidak tahu apa yang sebenar-benarnya sedang kulakukan?
Aku tidak menghiraukan Beby. Aku membiarkannya. Padahal selama 4 tahun ini aku
menunggu datangnya dia, tapi kenapa saat dia datang justru ada bisikan lain yang
mengajak pelan untuk tidak menghampiri Beby dan membiarkannya saja. Aku bingung.
Aku sakit. Kusandarkan saja kepalaku dibahunya Andela yang masih memainkan
gitar dan mengalunkan suaranya.
Katakan.. bagaimana rasanya Beby!?
"Kamu kenapa, Shania?"
"Aku kangen sama dia..."
Pertanyaan Andela begitu refleks kujawab. Itu beneran. Aku memang
rindu sama Beby. Tapi aku tidak mau menemuinya. Aku tidak mau dia menemuiku.
Aku takut. Tapi aku rindu.
"... Sahabat kamu yang pergi itu?"
Haduh Andela. Kenapa kamu teruskan pertanyaan kamu. Ah.
Tidak kujawab dengan lisan, ku hanya mengangguk sekali untuk membenarkan apa
yang Andela tanyakan. Entah bagaimana ekspresinya saat aku menggerakan
jawabanku.
"Kamu mau terusin nyanyinya gak? Gak apa-apa kan aku
minta itu?"
Dorongan hati yang terlalu lama sendiri mungkin yang
akhirnya membuatku berani meminta pada Andela. Tanpa berpikir Andela cepat
mengangguk dan kembali memainkan gitarnya. Sungguh. Sakitnya tuh disini.
I know it makes no sense, but what else can I do?
How can I move on when I’m still in love with you?
Cause if one day you wake up and find that you’re missing
me. And your heart starts to wonder where on this earth I could be. Thinkin
maybe you’ll come back here to the place that we’d meet. And you’ll see me
waiting for you on the corner of the street.
I’m the man who can’t be moved.
Akan kukatakan padamu... Aku bisa move on dari kamu Beby.
Aku tidak mau lagi bertemu sama kamu untuk nantinya berpisah lagi. Aku tidak
mau lagi kamu sesaki dengan kenangan kita yang menyebalkan. Aku akan berpindah
darimu. Hancur gak hatimu melihat aku duduk dibangku putih yang telah usang di taman
rahasia kita, dengan yang lain. Iya. Dengan yang lain! Inikan yang kamu mau?
Aku kabulkan. Merasa enakan, Beby?!
***
Apa yang sudah aku lakukan? Apa memang seperti ini yang
kuinginkan? Aku melihatmu Beby. Kamu kembali. Tapi kenapa aku enggan
menghampirimu dan malah.. malah diam duduk bersebelahan dengan Andela. Aku ajak
Andela untuk duduk ditempatmu. Saat itu kamu pasti marah, kecewa, sedih, atau
bahkan sakit. Aku bisa melihat walau hanya sekilas. Tapi tetap aku enggan. Sama
sekali tidak mau. Jadi tidak berasa. Tiba-tiba saja apa yang sudah kulakukan 4
tahun menunggumu dalam kekacauan hidup berasa tanpa makna. Berakhir anti
klimaks. Aku tak menginginkanmu lagi. Apa mungkin?
"Heii Shania.."
"Andela?"
"Boleh ikut duduk disebelah kamu, ndak?"
Aku hanya mengangguk mengijinkannya untuk menemaniku. Dan
dia tersenyum senang terlihat manis.
"Makasih. Ohiya aku hampir lupa. Ini.. ambilah. Lumayan
buat usir dingin. Wedang jahe ini aku sendiri yang buat loh. Kamu minum yaa,
biar ndak masuk angin."
Wedang jahe? Bukannya aku mengambil cangkir yang kini sudah
ada didepan wajahku. Aku malah bengong. Malah kembali dan lagi-lagi ingat sama
kamu. Aku rasa Andela terlalu sering mengingatkanku sama kamu. Jadi apa benar
aku tidak menginginkan hadirnya kamu lagi, Beby?
"Heiii.. kok malah ngelamun sih? Emm. Shania ndak suka
wedang jahe ya? Maaf aku ndak tahu kalau kamu gak,-"
"Aku suka kok. Makasih ya, Andela."
Iya aku suka. Suka dibuatin minuman sama kamu seperti dulu
Beby buatin aku minuman hangat.
Waktu itu kita ceritanya lagi belajar bareng.
Belajarnya sebentar ngobrol bercandanya malah lebih banyak. Setelah itu kita
duduk di atas ayunan seperti saat ini. Seperti aku sama Andela.
Beby bilang mau
ke kamar kecil dulu tapi ternyata balik dari kamar kecil dia bawa dua cangkir isinya
minuman hangat. Katanya untuk penghangat biar gak masuk angin.
"Mau kemana,
Beby?"
"Bentar aku mau
ke kamar mandi dulu"
"Mau ditemenin
nggak?"
"Hee? Ogah.
Ish!"
"Becanda kali. Siapa
juga yang mau nemenin kamu ke kamar mandi. Hii."
"Yee.. emang aku
mau apa ditemein ama kamu? Orang biasanya juga kamu yang minta ditemenin.
Wlee.."
Senyap. Rasanya henyak saat aku ingat kejadian itu. Aku rin..,-
Wherever you are, i always make you smile. Wherever you are,
i'm always by your side. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever”
right now..
Sejak kapan Andela bawa gitar? Bukan kah tadi kedua tangannya
membawa cangkir berisi wedang?
I don’t need a reason
I just want you baby
Alright alright.. Day after day
Kono saki nagai koto zutto
Douka konna boku to zutto
Shinu made Stay with me
We carry on…
Wherever you are, i always make you smile. Wherever you are,
i’m always by your side. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever”
right now
Wherever you are, i never make you cry. Wherever you are, i'never
say goodbye. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you “forever” right
now.
Lagunya? Kenapa dia menyanyikan lagu ini? Andela...
Tanpa sadar tanpa perintah. Aku diam termangu melihat wajah
samping Andela. Wajah sampingnya yang malah memunculkan bayangan Beby dalam
kenangan. Petikan gitarnya. Suaranya. Kenapa harus lagu ini? Kenapa harus kamu Andela?
"Shania.. Shania.. Shan...ia"
Refleks kedua mataku melihat pada Andela yang ternyata sudah
menghadap kearahku. Kita saling berhadapan. Saling tatap-tatapan.
"Kamu kenapa? Suaraku ganggu kamu ya?"
"Ha? Eum.. nggak kok!"
Kenapa aku malah jadi salah tingkah.
"Berarti suaraku oke dong. Kayak lagunya? Iya gak?
Hehee.."
Kutarik senyum kecil seadanya untuk membalas.
"Maaf kalau aku ndak sopan Shania. Aku tahu lagu ini
dari ipod punya kamu. Pas waktu kamu keserempet motor. Aku kan bawa kamu ke
rumah sakit, nah disana aku pegang ipod kamu dan pas aku play.. yang main ya lagu
yang barusan aku nyanyikan. Terus.. pas lagunya abis eh malah ngulang lagi. Aku
cek playlistnya ternyata hanya ada lagu itu saja. Itu lagu favorit kamu ya?
Enak tenan lagunya. Sedih."
Jadi Andela menyanyikan lagu itu karena dia dengar dari ipod
ku? Tapi kenapa dia harus menyanyikannya? Kenapa dia tidak menyanyikan lagu
yang biasa dinyanyikannya saja. Kenapa juga dia mesti bilang lagunya enak tenan
tapi diakhiri sedih. Kurang banget punya saudara kayak gini.
"Haaaah... Lagu favorit? Entahlah. Karena cuma lagu itu
yang bisa bikin aku bertahan untuk tetap memikirkan dia dan tidak membuangnya
dalam kenangan!" Kedua tanganku melingkar di cangkir dengan tatapan aku
lepaskan dari Andela lalu kubuang kedepan.
"Aku gak mau lupain dia meskipun dia mungkin udah
lupain aku. Saat aku merasa sedih ku dengarkan saja lagu itu supaya aku tetap
tegar dan bisa berpikir. Kalau jauh disana dia masih memikirkanku. Dia masih
menganggap aku sebagai sahabatnya!"
"Kalau misalnya dia balik lagi kemari nemuin kamu. Kamu
pasti bakal senang banget iyakan? Hemm.. enak ya punya sahabat kayak kamu, Shania.
Dia beruntung!"
Kedua tangannya Andela sandarkan diatas gitar. Dia melihat
kearahku sambil bicara. Dan aku.. mendengar ucapannya serasa ditusuk apa.
Kenapa dia harus bicara seperti itu? Apa harus aku kasih tahu kamu kalau dia
yang kita bahas memang sudah ada. Sudah balik lagi dari dunia lainnya. Tapi aku
tidak mau menemuinya. Aku tidak mau melihatnya. Aku tidak mau membenarkan kedatangannya
yang tiba-tiba seperti saat kepergiannya dulu. Aku belum siap Andela.
"Andela?"
"Ya?"
"Malam ini.. kamu mau nggak tidur dikamarku?"
"Hah? Apa?"
"Gak apa-apa kalau kamu nggak..,-"
"Aku mau. Aku temenin kamu bobok deh malam ini. Tapi
apa memangnya kamu ndak risih ya sama aku?"
"Kenapa harus risih sama kamu?"
"Iyakan kita ndak deket walaupun kita ini sepupuan. Aku
takutnya kamu risih apa gak enak gitu."
"Aku yang ajak kamu. Kenapa aku harus risih? Kalau kita
nggak deket. Bisa kan mulai sekarang kita deket? Jadi aku tahu kalau aku itu
punya saudara."
Balasku diikuti sunggingan senyum kecil. Andela terlihat senang
menanggapi balasan untuk pernyataannya.
- -
Kenapa mulutku bisa lancar sekali menceritakan tentang apa
yang selama ini kupendam dalam hati pada Andela? Tentang Beby yang pergi begitu
saja. Tentang perasaanku yang sakit terus hampa karena Beby tidak juga
memberikan kabar. Hingga aku bisa dengan ringannya melisankan nama Beby didekat
Andela.
Aku mengedip-ngedipkan kedua mataku melihat langit-langit
kamar. Beberapa saat diam melamun kugerakan badanku bermaksud untuk bangun dari
tidur larut semalam setelah bercerita kecil hingga tanpa terasa malah jadi
besar tapi ternyata cukup membuat lega.
......... Mungkin kemarin hanya mimpi. Tidak ada siapapun di
bukit itu. Tidak ada seorangpun yang kulihat di taman berbangku putih usang itu
kemarin. Yang ada hanyalah aku sama Andela. Yang kulihat hanya Andela dengan permainan
gitar dan nyanyiannya.
Begitu saja tangan kananku memegang pigura foto yang
kuletakan diatas meja sebelah tempat tidur, lalu kutelungkupkan pigura itu.
Pigura yang memuat foto aku sama kamu. Aku udah mau bangun. Aku lagi coba untuk
tidak menunggumu dan benar-benar menyimpanmu dalam kenangan. Dan itu harus.
"Siang, sayang.."
Sapaan Mama.. aku tersenyum menyambut sapaan beliau. Rasanya
sudah sangat lama aku tidak mendengar suara Mama. Tidak melihat gerak-gerik
Mama yang sibuk menyiapkan sarapan. Menyambut aku pas pulang sekolah. Ahh.
Mungkin memang akunya saja yang kemarin ini buang-buang waktu.
"Mau sarapan (?)"
"Mama bisa aja. Mana ada sarapan jam 12 lebih kayak
gini."
"Yasudah. Mau makan siang, Sayang?"
Aku mengangguk "emm.. Andela mana, Ma?"
"Andela katanya pergi jalan-jalan sebentar. Tadinya dia
mau ajak kamu tapi katanya kamu masih tidur dan keliatannya nyenyak, jadi dia
gak tega bangunin."
Sisanya.. hanya kutanggapi senyum kecil. Menyantap makan
siang dengan Mama menemani diikuti deretan ucapannya membahas Andela. Terus
angkat topik lain. Kangen sama Mama yang seperti ini. Maafin Shania ya Ma!
"Mau kemana Shania?"
"Mama. Aku mau..,"
"Gak tunggu dulu Andela, sayang? Kamu pasti mau ke
stasiun kereta api lagi kan?"
Wajah Mama terlihat sedih. Lagi-lagi bikin Mama sedih.
"Mama pikir kemarin saat kamu kembali ke taman. Kamu
udah gak akan lagi main ke stasiun kereta. Cobalah untuk tidak terlalu sering
kesana, Shania. Mama takut kamu kenapa-kenapa."
"Mama gak perlu hawatir. Shania akan baik-baik aja kok.
Shania janji sama Mama. Entah itu besok atau lusa atau hari setelah lusa. Shania
akan kembali seperti yang Mama inginkan. Shania gak akan kesana lagi tanpa
teman. Tapi sekarang.. ijinin Shania kesana ya Ma?"
".. ya sudah. Tapi kamu jangan sampai larut disananya.
Mau janji?"
Dipinta janji seperti itu.. aku hanya melihat Mama lalu
senyum kecil.
"Shania pergi dulu ya Ma."
Mau-maunya aku kembali ke stasiun kereta. Mau apa sebenarnya
hatiku ini? Mau membuktikan kalau yang ditaman kemarin itu memang Beby. Terus?
Bodoh. Kenapa hatiku menggebu untukku bisa ke stasiun dengan selipan harapan
Beby ada disana. Jadi ya siapa tahu aku bisa luluh dan bisa benar-benar
memeluknya melepas rindu.
Kalau memang Beby kembali untuk menemuiku, dia pasti akan
berusaha agar kita bisa saling berjumpa. Agar dia bisa datang lagi kehadapanku
terus menjelaskan semua yang sudah dia lakukan. Karena dia yang akan menghampiriku.
Bukan aku yang datang padanya.
Kurentangkan saja tanganku diatas bantalan rel. Merasakan hembusan
angin. Jalan-jalan tak karuan lagi tapi kali ini tanpa sumpelan earphone.
Siapkah aku kalau kejadiannya seperti itu? Benarkah aku bisa
memaafkan Beby dengan penjelasannya? Akankah Beby melakukan itu? Mungkinkah aku
memang masih sangat ingin bertemu lagi bahkan bersama Beby lagi?
Kalau memang begitu, kenapa tidak kemarin saja saat ditaman?
Entahlah. Karena sebenarnya yang aku ingin adalah..,
"Andela...?"
Cukup kencang teriakanku memanggil Andela. Dan racauan
pikirankupun terhenti saat bisa kulihat di depan sana Andela sudah duduk dalam
posisi siap memainkan gitar. Kenapa sekarang Andela terasa bisa memutus
kegundahanku saat sedang memikirkan Beby? Hmm.
Andela terlihat membalas panggilanku dengan senyumnya.
Dengan cepat aku mulai menghampirinya
"Kamu kesini juga?"
"Iya. Soalnya kata Mama kamu. Kamunya pergi pas sore.
Terus aku tebak deh kalau kamu pasti pergi ketempat ini!" Jawabnya membawa
Mama.
"Maaf ya ngerepotin."
Aku kenapa ya? Kok rasanya so sweet gini ke Andela. Huft.
Ucapanku membuat Andela memunculkan wajah yang.. yang.. yagimana ya. Lucu aja
liatnya.
"Hah. Oh. Ya.. ya. Gak apa-apa kok, Shan. Tapi.. kalau
nanti liburanku habis terus aku harus balik ke Solo. Kamu jangan main kesini
lagi ya. Apalagi sendirian. Kan bahaya!"
Balasannya terdengar khawatir. Andela seperti Mama yang
sudah tidak menginginkanku lagi untuk menjamah tempat ini.
"Tante juga pasti hawatirin kamu. Mau janji?"
Tuhkan. Dia seperti Mama. Minta-minta janji lagi. Sekelas
bapak negara saja suka lupa sama janji yang sudah diucapkan. Kenapa aku harus
mau janji sama kamu?
"Ya kalau kamu kangen sama sahabat kamu. Kamu mending
mainnya ke taman aja. Disana lebih asik kan?"
Kenapa harus bawa-bawa sahabat sih Andela. Akukan jadi
kesal. Kamu nggak tahu kan untuk apa aku kesini? Untuk membuktikan agar aku
bisa melupakan.
Sebelum kutinggalkan Andela dengan sikap sok dewasanya, kutarik
nafas panjang terdengar seperti dengusan kesal. Aku jalan lagi diatas bantalan
rel daripada kesal sama Andela kan?
Bisa kudengar sayup suaranya menyanyikan lagu yang biasa dia
nyanyikan. Aku gak butuh earphone dengan lagunya one ok rock. Yang aku butuhkan
petikan gitarnya Andela dengan alunan suaranya bernyanyi. Terasa menenangkan.
Loh? Andela mau ngapain kesini? Aku tersenyum tanpa sadar.
Melihat Andela jalan kearahku. Haaa.. bayangan Beby beneran hilang karena
Andela. Aku mau dia tetap disini nemenin aku. Semoga Andela mau.
Semakin dekat dan aku berhenti jalan karena kini Andela
sudah tepat ada dihadapanku
"Shania..."
Mungkin Andela lihat saat aku mengerungkan keningku karena
jelas aku menatap wajahnya. Bibirnya lebih tepatnya. Kenapa suara Andela jadi
mirip sama...,
"Shania... apa kabar?"
Tiba-tiba hembusan angin terasa kuat berhembusnya. Aku diam
termangu masih dalam posisi melihat Andela. Ini jelas bukan suaranya Andela. Ini..
ini suaranya Beby. Beby ada dibelakang aku. Apa yang harus kulakukan? Aku gak
mau. Aku udah gak mau nungguin kamu, Beby. Kenapa?
Sedikit demi sedikit. Aku memutarkan badanku. Bersiap dengan
apapun yang akan kulihat. Harus kuhadapi. Saat sudah habis kuputarbalikan
badanku yang jadi membelakangi Andela... MENYEBALKAN! untuk apa dia senyum sok
cantik kayak gitu? Dia pikir dia siapa?
"...Hai, Shanju?"
Apa kamu bilang? Hai, Shanju? Kamu pikir aku ini apa.. BEBY!?
Dengan ringan dalam senyum manismu kamu sapa aku dengan nama panggilan
kesayanganmu untukku. Tidak sadarkah. Kamu sudah terlambat. Aku sudah tak merasa
apapun. Aku tak mau mengenalmu... lagi.
"Kamu siapa?"
Kaget? Bisa begitu jelas kulihat senyum manis yang kamu
pasang seketika meredup. Lengkungannya langsung lurus diikuti kerungan heran
mungkin juga takut. Aku tidak mengenalimu. Bagaimana perasaanmu Beby? Enak?
"Sshania.. ini aku. Beby!"
Aku tahu. Tapi aku tidak mau tahu. Aku sudah lelah.
Perduliku tak pernah kamu anggap kan? Mungkin akan lebih baik begini. Kita
tidak saling kenal. Aku lelah. Kamu tidak tahu itukan?
"Beby? Beby siapa? Aku gak kenal sama kamu!"
Wajahnya masih belum biasa. Dia masih shock. Kaget bukan
main. Tapi percayalah.. ini tidak ada apa-apanya dibanding dengan apa yang aku
rasakan.
"Andela. Aku mau pulang. Kita pulang sekarang ya?"
"Hah? Oh. Ah. Iya... iya.. ya. Emm.. kita pulang!"
Segera saja kusentuh tangan Andela untuk kemudian ku tuntun
dia. Kutarik pergi meninggalkan Beby dengan kekusutan wajah dan perasaannya.
Gimana perasaan kamu Beby? Harusnya kamu tahu batas. Membiarkan
orang yang sayang sama kamu nunggu kabar kejelasan dari kamu sebegini lamanya
bisa bikin aku mati. Mati rasa!
Andela membereskan gitarnya. Saat langkah ku dengan Andela
siap kembali jalan..
"Tunggu Shania!"
Beby memegang pergelangan tangan kiriku yang bebas. Karena
tangan kananku, ku pakai menggenggam Andela untuk kita bisa pergi.
"Kamu lagi hukum aku, iyakan?"
"Kamu gak lupa sama aku, iyakan?"
"Kamu ingat aku kan, kamu ingat aku ini sahabat kamu,
iyakan?"
"Jawab Shania!!?"
Genggaman Beby nyakitin. Kenapa dia jadi kasar seperti ini?
Auuwww..
"Lihat aku? Kamu tahu siapa aku kan? Shania aku mohon.
Jawab pertanyaanku? Kamu gak beneran lupa sama aku iyakan? Ini aku.. aku
Beby!"
Aku gak mau tahu! Tidak memberikan jawaban aku lepaskan
tangan kananku dari Andela untuk melepaskan cengkramannya Beby...
"Maaf. Kamu ndak liat? Dia kesakitan karena kamu
terlalu ketat memegang tangannya!"
Tapi ternyata Andela lebih dulu melakukan tindakan. Dia
menyelempangkan gitarnya kemudian memutus genggaman Beby dariku.
"Maafin aku Shania aku nggak ada maksud nyakitin kamu"
Terlihat jelas wajah cemas takutnya. Aku tahu betul Beby
tidak mungkin dengan sengaja mau menyakitiku.
"Aku sudah bilang. Aku gak kenal sama kamu. Andela,
kita pulang!"
Andela mengangguk dan kali ini malah dia yang jadi megang tanganku.
"Kalau kamu memang tidak kenal sama aku.. untuk apa
kamu ditempat ini?"
Deg. Apa-apaan Beby? Langkah cepatku jadi menurun. Mungkin
Andela merasakannya.
"Untuk apa kamu ditaman bukit itu?"
Seerr. Henyak. Beby! Kamu harusnya tahu kalau aku sedang
belajar untuk melupakanmu.
"Berbaliklah. Katakan lagi kalau kamu memang gak kenal
sama aku, Shania!"
Ini? Kenapa dia selalu bisa membuatku terpojok.
Aku pejamkan sesaat kedua mataku. Dan aku.. aku merasakan
genggaman Andela menguat. Seolah dia meminjami aku kekuatan, dia perduli. Dia
tidak mau aku sakit. Dan saat aku melihat kearahnya, Andela mengangguk kecil
seperti mempertegas apa yang aku pikirkan.
"Aku memang benar-benar tidak mengenal kamu. Aku.. tidak
tahu siapa kamu!"
Mantap. Apa yang baru saja kulakukan? Aku membalikan badan
dan begitu saja bicara tidak mengenal dengan tekanan nada kubuat biasa saja.
Dan Beby... ahh. Kenapa rasanya malah jadi sakit lihat Beby dengan pasangan
wajah seperti itu. Tapi, biarkan saja. Biar dia bisa merasakan apa yang aku
rasakan. Biar dia bisa meresapi rasa sakit yang aku derita.
Wherever you are, i never make you cry. Wherever you are, i
never say goodbye. Whatever you say, kimi wo omou kimochi i promise you“forever”right now...