-Sepucuk Kenangan-
Kau begitu hebat. Ayah!
Aku tidak pernah lupa. Bagaimana kau menggenggam erat tangan kecilku dulu. Menuntunku, untuk kau kenalkan aku pada dunia. Aku juga tidak pernah lupa. Bagaimana eratnya dekapan tangan kasar begitu kekar milikmu. Ketika aku mengadu tentang masalah. Kau bahkan bilang dalam dekapan itu, lewat suara beratmu. Kalau aku adalah anak yang kuat. Bukanlah anak yang cengeng. Aku malah tidak pernah bisa melupakan bagaimana cara kau dulu melindungiku dengan kedua tanganmu itu. Memberikanku kehidupan lewat peluh keringat yang bercucuran.
Rambut. Wajah. Tubuh. Cara melihat. Cara bicara. Cara berjalan. Bagaimana saat kau makan. Saat kau marah. Saat kau tertawa. Bahkan saat kau duduk dan tidur. Aku tahu. Aku ingat. Sangat ingat semua itu. Hanya ada satu yang tidak aku tahu. Tidak aku lihat. Yang tidak mungkin bisa kuingat... sedihmu. Sekali saja dalam rentan waktu masih satu udara kau bersamaku, tidak pernah ku lihat kau sedih. Bahkan disaat kau merasakan sakit. Jangankan menitikan air mata. Menggambarkan wajahmu dalam kesedihan saja tidak pernah.
Kau hebat.. sangat hebat. Ayah.
Aku senang. Bangga. Bisa menjadi seseorang yang kau panggil 'Nak'. Meski itu hanya terjadi selama 16 tahun. Meski tidak selama itu pula aku bisa mendengarkan setiap nasihatmu, karena aku belum mengerti tentang apa itu dunia.
Kau hebat.. sangat hebat. Ayah. Terima kasih.
Apalagi yang bisa aku tuliskan tentangmu Ayah? Ayah terlalu hebat untukku.
Jika saja kehendak Tuhan tidak seperti ini. Mungkin saat ini aku masih bisa melihat senyummu yang meneduhkan. Mendengarkan setiap larangan yang sebenarnya adalah bentuk kasih sayangmu. Mungkin aku masih bisa berteriak riang gembira, bicara padamu tentang bagaimana aku lulus sekolah. lulus kuliah. Bekerja. Dan nanti... Ayah menjadi wali untukku, ketika seseorang yang mencintaiku utuh. Dan aku cintai dia seperti aku mencintaimu. Meminangku. Merebutku darimu. Membuatmu cemburu. Karena selain Ayah, ada dia yang bisa memberikanku perlindungan. Menciptakan tawa dalam kesenangan. Tapi Ayah tenang saja, sehebat apapun dia yang nantinya akan bersanding denganku, yang mendapat restu darimu tentunya. Kau tetap yang terhebat Yah. Serius!
Haah.., Jika saja....
Maaf kalau aku lancang menulis seperti itu, Yah. Aku tidak tahu kemana harus pergi ketika dunia hanya menatapku dengan sebelah mata.
Aku tidak tahu pada siapa bisa ku bicara saat rentetan masalah datang dihidupku. Masalah yang lebih rumit. Tidak hanya tentang adanya anak bandel yang mengangguku ketika aku sekolah dulu. Tidak hanya tentang kemarahan Ibu ketika aku membuat kerusuhan didapur. Tidak hanya tentang kejaran Kakak ketika aku melakukan ketidaksengajaan merusak apa yang dia miliki. Semua apa yang kini aku hadapi terasa lebih berat. Bahkan dengan Ibu dan Kakak. Semua apa yang kusebut masalah datang dengan bungkusan yang lebih rumit!
Maaf juga kalau aku selalu mengingatmu, Yah. Karena hanya itu yang bisa membuatku tegar dan kuat untuk menghadapi persoalan yang tidak pernah kuundang. Membuatku tersenyum senang meski hanya dalam kenangan.
Karena mengingatmu adalah hal yang mudah dan selalu bisa kulakukan setiap saat. Meski harus kurasakan sakit dalam hati saat mengingatmu. Tak mengapa. Akan kutanggung resiko itu.
Sekali lagi aku minta maaf, Yah. Aku tidak bermaksud membuatmu sedih disana.
Ayah sekarang sudah bahagia, kan? Ayah Tidak lagi merasakan sakit yang dulu selalu coba disembunyikan dengan menahan dan bilang 'tidak apa-apa' padahal slang infus, slang oksigen jelas menjadi alat pembantu Ayah saat itu. Menjadi gambar nyata kalau Ayah sedang tidak dalam kondisi 'tidak apa-apa'.
Apapun yang Ayah lihat dariku saat ini, dari atas sana. Ayah tenang saja. Aku kuat kok. Aku juga tidak cengeng. Aku harap.. saat Ayah berbincang dengan Tuhan diatas sana. Ayah bisa bicara dengan bangga dalam tunjukan. Bilang pada Tuhan "itu adalah anakku".
Karena aku disini selalu berharap.. jika suatu saat nanti giliranku yang Tuhan panggil. Aku bisa bertemu Ayah lagi. Dan Ayah bisa langsung mengenaliku. Ayah masih ingat kan namaku? :')
Terima Kasih Ayah. Maaf aku tidak bisa membalas semua apa yang sudah pernah Ayah lakukan untukku. Meski kenyataannya aku tidaklah pernah akan bisa membalas setiap detik. Menit. Jam. Kebaikan Ayah padaku. Hanya lantunan doa yang bisa ku lirihkan dari sini. Semoga Ayah... selalu bahagia di atas sana.
Aku yang merindukanmu.. selalu!